Monday, January 2, 2012

Aisha: Pengantin Cilik Muhammad

Memikirkan syahwat dari seorang lelaki tua terhadap kanak-kanak adalah hal yang sangat mengganggu. Istilah satu-satunya untuk hal ini adalah pedofilia – salah satu kejahatan paling kotor yang bisa dibayangkan.

Semua manusia dan hewan pada dasarnya melindungi anak-anak. Tangisan minta tolong dari anak-anak – setiap anak, termasuk dari spesies yang berbeda – akan membuat hati binatang melunak.

Para pedofil termasuk orang-orang yang paling rusak, sebab mereka menafikan kepercayaan anak-anak.

Sangat sulit melihat kenyataan bahwa Nabi Islam, seorang yang praktis disembah dan dijadikan teladan oleh semiliar jiwa-jiwa dalam kegelapan, ternyata adalah seorang pedofil yang menjijikkan.

Muhammad mengawini Aisha tatkala ia baru berumur 6 tahun, dan menyetubuhinya (baca “memperkosanya”) disaat ia berumur 9. Dan dia sendiri 54 tahun.

Kenyataan adalah terang benderang, sebab hal ini dilaporkan oleh Aisha sendiri dalam lusinan Hadis, dan tidak ada Muslim yang mempertanyakan hal tersebut sampai akhir-akhir ini dimana orang baru mulai mengernyitkan bulu matanya.

Harap dicatat bahwa sikap orang-orang Muslim selama ini tidak ada yang merasa malu terhadap kenyataan bahwa nabi mereka adalah seorang pedofil. Soalnya, mereka sendiri juga telah mempraktekkan tindakan yang tercela ini selama rentang waktu seribuan tahun lebih, dan bahkan juga sedang mempraktekkannya sampai sekarang! Mereka hanya rikuh ketika dunia mempertanyakan hal ini kepada mereka. Namun bukti-bukti telah melimpah ruah.

Sahih Muslim, buku 008, no.3310:
Aisha (ra) melaporkan: Rasul Allah (saw) mengawini saya ketika saya berumur 6 tahun, dan saya masuk ke rumahnya saat saya berumur 9 tahun.

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.64:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun, lalu tinggal bersama-sama dengannya untuk 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya).

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.65:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun. Hisham berkata: Saya telah diberitahu bahwa Aisha tinggal bersama-sama dengan Nabi selama 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya). Apa yang engkau ketahui tentang Quran (hafal)’

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no 88:
Diriwayatkan ‘Ursa: Nabi menuliskan (kontrak perkawinan) dengan Aisha tatkala ia berumur 6 tahun dan menggenapi nikahnya dengan dia ketika ia berusia 9 tahun dan ia tinggal bersama dengan beliau selama 9 tahun (sampai ajalnya).

Sebagian Muslim berkata bahwa Abu Bakr-lah yang mendekati Muhammad dan meminta beliau untuk menikahi puterinya. Tentu ini tidak betul.

Sahih Bukhari 7.18:
Diriwayatkan ‘Ursa: Nabi meminta kepada Abu Bakr untuk menikahi Aisha. Abu Bakr berkata, “Tetapi sayakan saudaramu”. Nabi berkata, “ Engkau memang saudaraku dalam agama Allah dan Kitab-Nya, tetapi dia (Aisha) dibolehkan oleh hukum untuk kunikahi”.

Bangsa Arab adalah primitif. Namun mereka mempunyai kode etik yang mereka junjung tinggi. Misalnya, sekalipun mereka katakanlah berperang sepanjang tahun, namun pada bulan-bulan suci tertentu mereka meniadakan permusuhan.

Mereka juga menganggap Mekah sebagai kota suci dan tidak melakukan perang terhadap kota tersebut.

Istri dari anak angkat juga dianggap sebagai menantu perempuan yang tidak boleh dinikahi. Juga merupakan istiadat bahwa teman-teman dekat membuat persekutuan persaudaraan dan ini mengikat sesama mereka sebagai saudara sungguhan. Namun Sang Nabi menyingkirkan setiap aturan ini manakala aturan tersebut menghalangi minat dan kepentingan-kepentingannya.

Abu Bakr dan Muhammad telah bersumpah satu terhadap lainnya sebagai saudara. Jadi sesuai dengan adat mereka, Aisha adalah keponakan Muhammad. Namun hal ini tidak menghentikan dia untuk melamar kepada ayah dari anak gadis itu, bahkan ketika anak tersebut masih berumur 6 tahun!

Jeleknya, Nabi yang bermoral ganda itu memakai alasan yang sama untuk menolak seorang perempuan yang tidak disukainya,

Sahih Bukhari V7, B62, N37:
Diriwayatkan oleh Ibn Abbas: Dikatakan kepada Nabi, “Apakah engkau tidak mau menikahi puteri Hamza?” Ia berkata, “Dia itu keponakan angkatku (puteri sesama saudara)”.

Hamza adalah paman (separuh paman) dari Muhammad. Dalam Islam, menikahi keponakan pertama diperbolehkan. Muhammad menolak menikahi anak perempuan Hamza bukan atas dasar bahwa Hamza adalah pamannya, melainkan dengan alasan bahwa Hamza adalah saudara angkatnya. Abu Bakr juga adalah saudara angkat dari Muhammad.

Jadi apanya yang berbeda? Bedanya bukan pada alasan mulut Nabi, tetapi karena Aisha adalah gadis kecil manis sedangkan puteri Hamza lebih tua dan kalah cantik.

Moral-ganda dari Muhammad lebih jauh menjadi bukti nyata lanjutan dari hadis ini,

Diriwayatkan Aisha, Ummul Mu’minin:
Nabi (saw) berkata: Apa yang diharamkan oleh alasan hubungan darah adalah juga diharamkan oleh alasan hubungan (persaudaraan) angkat.

Dalam Hadis berikut, Nabi yang mengangkat dirinya sendiri telah mengaku kepada Aisha, bahwa ia telah memimpikan dirinya (Aisha),

Sahih Bukhari 9.140:
Diriwayatkan Aisha: Rasul Allah berkata kepadaku, “Engkau telah diperlihatkan kepadaku dua kali (dalam mimpiku) sebelum aku menikahimu. Aku melihat seorang malaikat membawamu dalam sepotong kain sutera, dan aku berkata kepadanya,”Singkapkan (dia)”, dan benar itu adalah engkau. Aku berkata (pada diriku), “Bila ini dari Allah, maka hal itu harus terjadi.

Apakah Muhammad betul-betul bermimpi demikian ataukah ia berbohong, itu bukanlah hal yang mau dipersoalkan disini. Mimpi hanyalah ungkapan-ungkapan dari bawah sadar kita sendiri dan bukan pesan-pesan dari alam dunia roh. Ini menunjukkan bahwa Aisha pasti masih dalam keadaan bayi yang diusung oleh malaikat pada saat Muhammad telah menggairahi dirinya.

Ada banyak Hadis yang secara eksplisit mengungkapkan umur Aisha pada waktu nikahnya.

Sahih Bukhari 5.236.
Diriwayatkan oleh ayah Hisham:
Khadijah wafat 3 tahun sebelum Nabi hijrah ke Medina. Ia (Muhammad) tinggal disana sekira 2 tahunan lalu menikahi Aisha gadis yang berumur 6 tahun, dan beliau berhubungan (suami-istri) ketika ia berumur 9 tahun.

Sahih Bukhari 5.234.
Diriwayatkan Aisha:
Nabi melamar saya ketika saya berumur 6 (tahun). Kami pergi ke Medina dan tinggal dirumahnya Bani-al-Harith bin Khazraj. Kemudian saya sakit dan rambutku rontok. Kemudian rambutku tumbuh (kembali) dan ibuku, Um Ruman, datang menghampiriku ketika saya sedang bermain ayunan dengan beberapa teman-teman puteriku. Dia (ibu) memanggilku dan saya datang kepadanya, tanpa tahu apa yang hendak dilakukannya terhadapku. Dia menarik tanganku dan menempatkan diriku dipintu rumah. Nafasku terengah-engah jadinya, dan ketika nafas kembali biasa, ia mengambil air dan menyekakan muka dan kepalaku. Kemudian ia membawa saya masuk ke rumah. Disitu saya melihat beberapa perempuan Ansari yang berkata, “Selamat dan berkat Allah”. Maka iapun menyerahkan saya kepada mereka dan merekapun mempersiapkan saya (untuk menikah). Diluar sangkaan, Rasul Allah datang kepada saya pada siangnya lalu ibuku menyerahkan saya kepadanya, dan saat itu aku adalah gadis dengan umur 9 tahun.

Sunan Abu Dawud, Buku 41, Nomor 4915, juga No.4916 dan 4917
Diriwayatkan Aisha, Ummul Mu’minin:

Rasul Allah (saw) menikahi saya tatkala saya berumur 7 atau 6. Ketika kami sampai di Medina, beberapa perempuan datang. (versi Bishr: Umm Ruman datang kepada saya ketika saya sedang main ayunan.

Mereka mengambil saya, mempersiapkan saya dan menghiasi saya. Lalu saya dibawa kepada Rasul Allah (saw), dan dia menyetubuhi saya ketika saya berumur 9. Dia menghentikan saya di pintu, dan saya tertawa terbahak.

Dalam Hadis diatas kita membaca bahwa Aisha sedang bermain ayunan, ketika ia hendak dibawa ke rumah Muhammad, yang mana membuktikan tidak adanya kesalahan bahwa ia betul masih seorang anak kecil.

Aisha begitu kecil sehingga ia tidak mempunyai pengetahuan tentang perkawinan dan seks ketika Muhammad menghampirinya secara mengagetkan.

Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no. 90
Diriwayatkan oleh Aisha:
“Ketika Nabi menikahi saya, ibu saya datang pada saya dan membawa saya masuk ke rumah (rumah Sang Nabi) dan tidak suatupun yang mengagetkan saya kecuali datangnya Rasul Allah menghampiri saya di pagi hari. Ini pastilah suatu hal yang sangat mengagetkan!”

Hadis berikut ini mendemonstrasikan bahwa ia hanyalah seorang anak kecil yang sedang bermain dengan boneka-bonekanya.

Perhatikan apa yang ditulis oleh penafsir dalam tanda kurung (ia adalah gadis kecil, belum mencapai umur pubertas).


Sahih Bukhari, vol.8, buku 73, no. 151
Diriwayatkan oleh Aisha:
“Saya biasa bermain dengan boneka-boneka di tengah kehadiran Nabi, dan gadis-gadis temanku juga biasa bermain dengan saya.

Ketika Rasul Allah masuk seperti biasanya (tempat tinggal saya), mereka (teman-teman saya) biasanya menyembunyikan diri mereka, namun Nabi memanggil mereka untuk bergabung dan bermain dengan saya.

(Bermain dengan boneka-boneka dan barang-barang yang sejenis adalah terlarang, tetapi itu diizinkan untuk Aisha pada waktu itu, karena ia masih seorang gadis kecil, belum mencapai umur pubertas). (Fateh-al-Bari hlm 143, vol.13)

Sahih Muslim, buku 008, no. 3311
“Aisha (ra) melaporkan bahwa Rasul Allah (saw) mengawininya ketika ia berumur 7 tahun, dan ia dibawa ke rumahnya sebagai mempelai wanita ketika ia berumur 9 tahun, dan boneka-bonekanya menyertainya; dan ketika beliau (Nabi Suci) meninggal, ia (Aisha) berumur 18 tahun.”

Muhammad meninggal ketika berumur 63 tahun. Dengan demikian ia tentu telah mengawini Aisha ketika berumur 51 tahun dan menghampirinya tatkala berumur 54 tahun (karena mereka hidup bersama serumah selama 9 tahun).

Muhammad mempunyai banyak istri dan selir, namun tidak satupun diantara mereka yang dicintainya. Gadis-gadis muda ini hanyalah mainan seksnya. Yang sungguh-sungguh dicintai Muhammad adalah Khadijah. Jikalau Anda ingin mengetahui alasannya, maka Anda harus membaca buku saya: UNDERSTANDING MUHAMMAD: PSYCHOBIOGRAPHY OF ALLAH’S PROPHET (sudah ada terjemahan bahasa Indonesianya: Mengenal Muhammad, Sebuah Psychobiography dari Nabi Allah)

Hubungan Muhammad dan Khadijah bukan berdasarkan cinta, melainkan saling ketergantungan.Kedua individu ini saling membutuhkan dan kedua-duanya manusia-sakit.

Sahih Bukhari, vol.8, buku 73, no. 33
Diriwayatkan Aisha:
“Saya belum pernah begitu cemburu terhadap perempuan seperti halnya terhadap Khadijah, sekalipun ia sudah meninggal 3 tahun sebelum Nabi menikahi saya, dan ini disebabkan karena saya terlalu sering mendengar dia menyebut-nyebut dirinya, dan karena Tuhannya telah memerintahkan dia untuk menyampaikan kabar baik kepadanya sehingga ia mendapat tempat di Firdaus, yang terbuat dari Qasab, dan karena ia (Muhammad) sering memotong domba dan membagikan dagingnya diantara teman-temannya (Khadijah).

Khadijah meninggal bulan Desember 619 M, 2 tahun sebelum Hijrah. Tatkala itu Muhammad berumur 51 tahun. Kemudian Muhammad mengawini Aisha dan membawanya ke ranjang 3 tahun sesudahnya.

Muslim tidak malu terhadap kenyataan, bahwa Nabi mereka adalah seorang PEDOFIL, tetapi sebaliknya merasa rikuh bila ada beberapa Muslim diantaranya yang mengklaim bahwa Aisha lebih tua, katakanlah 16 atau 18 tahun, ketika menikahi Muhammad. Klaim ini tidak benar. Aisha berkata bahwa selama yang dapat dia ingat kedua orangtuanya adalah selalu Muslim.

Sahih Bukhari, vol.5, buku 58, no.245
Diriwayatkan Aisha:
(Istri Nabi) saya tak pernah ingat orang-tuaku ada percaya pada agama manapun kecuali agama yang benar (yaitu Islam).

Jadi jikalau Aisha berumur lebih tua, maka dia pasti akan ingat agama dari orangtuanya sebelum mereka menjadi Muslim.

Sekarang orang masih akan mengklaim bahwa semua Hadis ini adalah bohong. Muslim bebas mengatakan apapun yang mereka inginkan. Tetapi kebenaran adalah jelas ibarat matahari bagi mereka yang mempunyai mata untuk melihatnya.

Apa perlunya begitu banyak Muslim-taat yang justru mengarang banyak Hadis palsu tentang umur Aisha, demi membuat Nabi mereka tampak seperti pedofil? Hadis-hadis semacam ini tidak dapat dipungkiri.

Saya dapat berkata kepada Anda, kenapa orang menyatakan mujizat-mujizat palsu untuk Nabi mereka. Babis percaya bahwa Bab mulai memuji Tuhan segera setelah ia dilahirkan. Ada sebuah Hadis semacam itu juga tentang Muhammad. Orang-orang Kristen percaya kelahiran Kristus adalah mujizat, dan orang-orang Yahudi percaya bahwa Musa menyibakkan Laut Merah. Semua orang yang percaya ingin mendengar kisah-kisah mujizat tentang Nabi mereka bahkan sekalipun hal itu tidak benar. Namun tidak ada seorangpun yang akan merancang kebohongan untuk menggambarkan Nabi nya sebagai seorang yang jahad. Jadi jikalau kisah-kisah jahat demikian telah diceritakan banyak orang dari kalangan sendiri, maka kisah itu pastilah benar.

Kontroversi tentang umur Aisha.

Mayoritas Muslim setuju bahwa Aisha hanya berumur 9 tahun, ketika Muhammad menikahinya. Dan merekapun mengizinkan pernikahan anak-anaknya (yang masih dibawah umur) berlaku dalam hukum-hukum mereka. Kebanyakan situs-situs Islam tidak mampu membuat apologi (pembelaan) terhadap umur Aisha yang begitu muda saat ia menikah, melainkan menuduh para modernis-lah yang memakai moralitas Barat untuk menyesatkan dan mengingkari kebenaran.

Situs Islamonline.com menerangkan: “Perlu diperhatikan bahwa di daerah yang berhawa panas, maka adalah normal bagi seorang gadis cilik mendapatkan kedewasaannya pada umur yang masih sangat muda.” Lalu membenarkan bahwa pernikahan Muhammad adalah untuk mempererat persekutuan politik dengan orangtua gadis beserta suku-suku nya. Ini adalah nonsense yang membodohi.

Bukankah Muhammad menikahi Safiyah setelah ia memenggal kepala ayah Safiyah, menyiksa hingga mati suaminya (Kinana) dan membantai seluruh sukunya?

Bukankah Muhammad menikahi Juwariyah setelah menyerang orang-orangnya, membunuh secara massal para lelakinya, dan merampok kekayaan mereka dan mengambil perempuan-perempuan serta anak-anak sebagai budak?

Bukankah dia juga mengambil Rayhana, gadis Yahudi umur 15 tahun dari bani Quraiza setelah membantai semua laki-laki termasuk anak-anak laki-laki yang telah mencapai pubertas? Jadi dengan siapakah Muhammad hendak membuat persekutuan?

Alangkah memalukan alasan ini untuk membenarkan sebuah perang kriminal. Apa yang telah dilakukan Muhammad adalah memuakkan, namun sama memuakkan pula ketika Muslim apologis mencoba membenarkan dirinya dari kejahatan dengan alasan-alasan yang tidak tahu malu.

Akan halnya Aisha, ia adalah putri dari Abu Bakar yang adalah sahabat dan pendukung utama Muhammad. Jelas Muhammad tidak membutuhkan untuk berhubungan seks dengan anak gadis si tolol (Abu Bakar) itu untuk memajukan persahabatan mereka. [Dan bagaimana dengan Zaynab? Istri anak angkatnya Zayd, yang sesudah keduanya dikawinkan, malah dijadikan istri bagi dirinya sendiri? Mempersekutukan siapa dengan siapa, atau justru sebaliknya?].


Muhammad adalah pemimpin cult (sekte). Ia telah mencuci otaknya Abu Bakar. Orang yang telah tersihir olehnya akan melakukan apa saja demi menyenangkan Muhammad. Ketika Anda menyerahkan diri kepada seorang pemimpin sekte, Anda menyerahkan intelektual dan suara nurani kepadanya. Untuk memahami dinamika dalam hubungan pengikut sekte dengan pemimpinnya, saya mengundang Anda untuk membaca buku saya: Understanding Muhammad.


Terlepas dari segala fakta-fakta ini, sejumlah Muslim tetap menyangkal bahwa Nabi mereka adalah seorang Pedofil. Ini bukan karena mereka tidak mengetahuinya. Pedophilia adalah hukum yang sah dalam kebanyakan negara-negara Islamik. Mereka ingin menyelamatkan muka mereka.


Di satu segi adalah baik bahwa mereka mengetahui Muhammad melakukan sesuatu yang memalukan dan tidak berusaha untuk membelanya, namun dengan demikian mereka jadinya berbohong. Mereka adalah munafik sejati. Alih-alih mereka menyadarinya, mereka justru menyembunyikan fakta-fakta dan memelintirkan kebenaran. Muslim tidak punya malu. Juga tidak mempunyai kualitas kemanusiaan. Mereka memiliki otak zombie yang mati. Hal semacam inilah yang dilakukan sekte terhadap orang-orangnya.

Berikut ini adalah sebuah contoh dari argumen-argumen yang pihak Muslim ajukan demi untuk mengingkari hal yang sudah nyata.

(Sumber: http://www.understanding-islam.com/ri/mi-004.htm)

· Menurut tradisi yang sudah diterima umum, Aisha (ra) dilahirkan sekitar 8 tahun sebelum Hijiriah. Tetapi menurut periwayatan lain dalam Bukhari (kitabu’l-tafsir) Aisha (ra) dilaporkan telah berkata bahwa pada waktu itu Surat Al-Qamar, pasal 54 dari Quran, menyatakan , “Saya adalah seorang gadis muda”. Surat ke 54 dari Quran diturunkan 9 tahun sebelum Hijrah. Menurut tradisi ini Aisha (ra) bukan saja sudah lahir sebelum turunnya wahyu surat itu, tetapi sesungguhnya ia bahkan sudah jadi seorang gadis muda (jariyah), bukan seorang bayi (sibyah) pada masa itu. Jadi jelas, jikalau periwayatan ini dianggap sebagai benar, maka ia ber-kontradiksi dengan jelas terhadap periwayatan-periwayatan yang dilaporkan oleh Hisham ibn ‘urwah. Setelah komentar-komentar para ahli mengenai periwayatan Hisham ibn ‘urwah ini, saya melihat secara mutlak bahwa tidak ada alasan kenapa kita tidak menerima periwayatan ini secara lebih akurat.

Jawab:

Kenapa kita harus mati-matian percaya kepada periwayatan ini dan bukan kepada keterangan Aisha mengenai dirinya (?), yang menggambarkan dia dan teman-temannya sedang bermain boneka dan yang segera bersembunyi ketika Muhammad masuk ke dalam ruangan. Atau ingatan dia tentang bermain ayunan tatkala ibunya memanggil dia dan membersihkan mukanya lalu membawanya kepada Muhammad?

Aisha mengakui betapa bodohnya ia dalam masalah-masalah seksual ketika Muhammad mulai menyentuhnya dan “mengagetkan” dia. Kejadian-kejadian ini pasti lebih diingat oleh seorang kanak-kanak ketimbang sebuah surat tertentu dinyatakan. Lebih lanjut situs tadi mengatakan:

· Menurut sejumlah periwayatan, Aisha (ra) mendampingi para Muslim dalam peperangan Badr dan Uhud. Lebih lanjut lagi, juga dilaporkan dalam buku-buku Hadis dan sejarah bahwa tidak seorangpun yang berumur 15 tahun kebawah diizinkan untuk terlibat dalam peperangan Uhud. Semua anak laki-laki dibawah 15 tahun dikirim balik. Partisipasi Aisha (ra) dalam peperangan Badr dan Uhud jelas menunjukkan bahwa ia bukan berumur 9 atau 10 tahun ketika itu. Bagaimanapun, wanita biasa mendampingi pria ke medan perang untuk membantu mereka dan bukan menjadi beban mereka.

Jawab:

Ini adalah alasan yang lemah. Ketika peperangan Badr dan Uhud terjadi, Aisha berumur 10 hingga 11 tahun. Dia tidak pergi berperang sebagaimana anak laki-laki. Melainkan dia pergi untuk menjaga kehangatan Muhammad di waktu malam. Anak-anak lelaki dibawah 15 tahun dikirim pulang, tetapi ketentuan ini tidak berlaku untuk Aisha.

· Menurut hampir semua ahli sejarah, Asma (ra) kakak perempuan Aisha (ra) berumur 10 tahun lebih tua dari Aisha (ra). Dilaporkan dalam Taqri’bu’l –tehzi’b maupun Al-bidayah wa’l-nihayah bahwa Asma (ra) meninggal di tahun 73 hijrah ketika ia berumur 100 tahun. Sekarang tampaknya jelas jika Asma (ra) berumur 100 tahun pada 73 H maka Aisha pasti telah berumur 27 atau 28 tahun ketika hijrah. Jika Asma (ra) berumur 27 atau 28 tahun pada waktu hijrah, maka Aisha (ra) akan berumur 17 atau 18 tahun pada waktu itu. Jadi Aisha (ra), jika ia menikah di tahun 1 AH atau 2 AH, maka ia dipastikan menikah diantara umur 18 hingga 20 tahun.

Jawab:

Ketika seseorang mencapai setua itu, orang tidak ambil terlalu pusing tentang umurnya yang persis (apalagi dijaman dahulu). Adalah sangat mudah untuk mengatakan bahwa ia berumur 100 tahun padahal ia berumur 90 tahun. Perbedaan ini tidak akan terlalu kasat mata bagi orang-orang yang lebih muda, dan bagaimanapun 100 itu adalah angka bulat. Orang-orang muda selalu berpikir bahwa orang-orang tua itu sesungguhnya lebih tua lagi. Andaikata Hadis ini adalah asli, maka mungkin itu adalah suatu kesalahan yang jujur. Orang-orang tatkala itu tidak mempunyai akta lahir. Asma bukanlah orang penting, dan tidak ada siapapun yang berpendapat bahwa setelah 1.300 tahun kemudian hal itu akan muncul sebagai perihal yang kontroversial.

· Tabari, dalam catatan sejarah Islamiknya menyebutkan laporan-laporan dari Abu Bakr (ra), bahwa Abu Bakr mempunyai 4 anak dan ke-empat-empat-nya dilahirkan pada zaman Jahiliyah (masa Pra- Islam). Nyatalah, jikalau Aisha (ra) dilahirkan dalam masa Jahiliyah, ia tidak akan berumur kurang dari 14 tahun pada 1 AH., waktu dimana dia sangat boleh jadi menikah.

Jawab:

Periwayatan Tabari tidak dikategorikan sebagai shahih. Orang yang menarasikan itu membuat kesalahan. Ada banyak Hadis yang dinarasikan oleh Aisha sendiri yang mempunyai bobot yang lebih terpercaya.

Kejadian-kejadian yang penting lebih diingat oleh orang-orang ketimbang yang kurang penting. Tanggal kelahiran anak-anak Abu Bakr bukanlah hal yang penting untuk dicatat oleh orang Muslim. Tetapi detil dari kehidupan Muhammad dan perkawinan-perkawinannya adalah penting. Sebagaimana Anda dapat membaca dalam kisah perkawinan Safiyah, bahkan jenis makanan yang disajikan dicatat orang.

· Menurut Ibnu Hisham, ahli sejarah, Aisha (ra) masuk Islam sebelum Umar bin Qatab (ra). Ini menunjukkan bahwa Aisha (ra) menerima Islam ketika Islam mulai tumbuh di tahun pertama. Sementara itu jikalau narasi perkawinan Aisha (ra) berumur 7 tahun dianggap benar, Aisha (ra) tidak akan lahir dalam masa tahun pertama Islam.

Jawab:

Apologis ini gagal untuk menyajikan referensi bagi Hadis yang dikutipnya. Ini bahkan menjadi sebuah kesalahan. Untuk memahami dan menerima sebuah agama, orang sedikitnya harus cukup pintar untuk membuat keputusan tersebut. Ini mengenai anak yang berumur sekitar 15 tahun. Tetapi katakanlah secara royal bahwa umurnya sekitar 12 tahun. Jika Aisha menerima Islam pada masa tahun pertama Islam, maka ia harus berumur 26 tahun ketika Muhammad menikahinya (yaitu 12 + 14). Apakah kita bisa percaya bahwa Aisha pada waktu umur 26 tahun terus bermain-main dengan boneka-bonekanya?

· Tabari juga melaporkan, pada waktu Abu Bakr merencanakan untuk hijrah ke Habshah (8 tahun sebelum Hijrah). Ia pergi ke Mut’am – yang anak lelakinya telah dipertunangkan dengan Aisha (ra) – dan memintanya untuk membawa Aisha (ra) ke dalam rumahnya sebagai istri dari anak lelakinya. Mut’am menolak sebab Abu Bakr telah memeluk Islam dan selanjutnya anak laki-lakinya menceraikan Aisha (ra).
Sekarang jikalau Aisha (ra) hanya berumur 7 tahun pada waktu pernikahannya, maka ia tidak mungkin lahir pada waktu Abu Bakr memutuskan untuk migrasi ke Habshah. Berdasarkan laporan ini, maka tampaknya hanya masuk akal untuk menduga bahwa Aisha (ra) bukan saja berumur 8 tahun sebelum hijrah, tetapi ia juga seorang ‘young lady’, siap untuk pernikahan.

Jawab:

Adalah tradisi Arab untuk menjodohkan seorang anak gadis dengan anak laki, bahkan tatkala perempuan itu baru dilahirkan. Tradisi ini tetap berlanjut hingga sekarang di beberapa negara Islamik. Ini tidak membuktikan bahwa Aisha adalahdewasa ketika itu.

· Berdasarkan narasi yang dilaporkan oleh Ahmad bin Hanbal, setelah kematian Khadijah (ra), tatkala Khaulah (ra) datang kepada Nabi (saw) dan menasehatinya untuk menikah lagi, maka Nabi (saw) bertanya balik kepadanya tentang pilihan-pilihan (calon isteri) yang ada dalam benaknya. Khaulah pun berkata: “Engkau dapat menikahi seorang perawan (bikr) atau seorang wanita yang telah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi (saw) menanyakan siapa itu yang perawan maka Khaulah menyodorkan nama Aisha (ra). Semua orang yang mengerti bahasa Arab, sadar bahwa kata “Bikr” dalam bahasa Arab itu tidak ditujukan kepada anak gadis kecil yang baru berumur 9 tahun. Kata yang benar untuk seorang gadis cilik adalah “Jariyah”. Sebaliknya “Bikr” dipakai untuk wanita yang belum menikah, dan pastilah bahwa seseorang yang baru berumur 9 tahun itu bukanlah “wanita”.

Jawab:

Keterangan ini tidaklah tepat. Bikr berarti perawan dan keperawanan tidak menyangkut umur yang spesifik. Sesungguhnya Aisha adalah isteri kedua Muhammad (setelah Khadijah) tetapi Muhammad tidak melakukan hubungan kelamin dengan dia selama 3 tahun. Disebabkan dia masih terlalu kecil dan Abu Bakar telah meminta kepadanya untuk menanti. Jadi iapun menikahi Saudah binti Zamah, yang mana diperlakukannya kurang baik karena dia tidak cantik.

Ini semua menunjukkan bahwa pada zaman tersebut angka-angka tidak berarti banyak. Lebih mungkin bahwa orang-orang membuat kesalahan terhadap tanggal dan tahun dari peristiwa-peristiwa tertentu. Laporan-laporan tentang usia muda Aisha adalah konsisten dengan kisah-kisah kanak-kanaknya, seperti bermain-main dengan bonekanya, ayunannya, teman-teman ciliknya bersembunyi ketika Muhammad memasuki ruangan, Nabi bermain-main dengan dia, ketidak-tahuannya tentang seks dan “kekagetannya” ketika Muhammad menghampirinya. Semua ini menegaskan bahwa dia adalah gadis cilik.

Apologis (Pendebat) ini berkilah:

Adalah tanggung jawab dari semua pihak mereka yang percaya bahwa mengawini seorang gadis cilik 9 tahun adalah norma yang bisa diterima oleh kultur Arab. Yaitu mereka harus memberikan sedikitnya beberapa contoh yang mendukung pandangan mereka itu. Saya tidak dapat menemukan sebuah contoh yang terpercaya dari buku-buku sejarah Arab dimana seorang gadis cilik 9 tahun diserahkan untuk dikawinkan. Hanya dengan memberikan contoh-contoh itu kita mempunyai alasan yang baik untuk percaya bahwa hal tersebut benar merupakan norma yang bisa diterima.

Saya tidak bisa berkata lebih baik. Menikahi kanak-kanak bukan saja bukan merupakan bagian dari kultur bangsa manapun, tetapi sesungguhnya hal itu berlawanan dengan sifat manusia! Orang laki-laki yang psikologisnya waras tidak akan menemukan kanak-kanak kecil ini menarik secara seksual. Namun Muhammad tidaklah sehat secara psikologis. Dia adalah seorang pedofil. Dia adalah korban dari pelecehan di masa kanak-kanak. Untuk memahami dia dan apa yang terjadi dalam pikirannya yang sakit, silahkan membaca buku saya (Understanding Muhammad).

Lalu bagaimana nabi ini menyikapi hal ini? Dia mengklaim sebagai Nabi dan oleh karenanya dia meletakkan dirinya diatas penilaian manusia biasa. Siapakah yang berani mempertanyakan Allah dan UtusanNya? Dia mempunyai kontrol atas kehidupan dan kematian dari orang-orang di Medina. Dia bertindak sangat mirip dengan pemimpin-pemimpin agama sekte, seperti Jim Jones dalam Johns Town, yang tidur dengan setiap wanita yang disukainya, dan mirip dengan David Koresh dalam wilayahnya, yang telah mengadakan hubungan seks dengan setiap wanita pengikutnya dan bahkan anak-anak gadis mereka yang usia belasan tahun. Sementara melarang suami-suami mereka untuk memegang istri-istri mereka sendiri. Orang-orang yang jatuh tersihir dalam sekte agama melakukan perkara-perkara yang bodoh. Mereka membunuh seperti para pengikut Charles Manson, Shoko Asahara dan Muhammad; mereka melakukan bunuh diri seperti pengikut-pengikut Jim Jones, David Koresh atau The Heaven’s Gate.

Islam adalah sebuah Cult (sekte) dan Muhammad adalah pemimpinnya. Saya telah menerangkan hal ini secara luas dalam buku saya.

“Menurut pendapat saya, bukanlah menjadi tradisi Arab untuk menyerahkan gadis-gadis kecil berumur 9 atau 10 tahun untuk pernikahan, juga tidak bagi Nabi (saw) untuk menikahi Aisha (ra) pada umur sebegitu muda. Orang-orang Arabia tidak keberatan terhadap perkawinan ini, sebab pernikahan ini tidak pernah terjadi sebagaimana ia dikisahkan”.

Jawab:

Boleh jadi itu bukan sebuah tradisi, tetapi karena Muhammad yang meletakkan hal itu sebagai contoh, maka setiap Muslim pedofil akan menemukan justifikasi dan validasi untuk mengambil kanak-kanak sebagai pengantin perempuannya, dan orang-orang tuanya yang masa-bodoh dan yang pada umumnya miskin jadinya membolehkan saja gadis ciliknya untuk dikawini (diperkosa) karena tamak akan uang.

No comments:

Post a Comment