PENDAHULUAN
Kristus, Sang Pencipta. Adalah suatu kenyataan bahwa keyakinan
kita tentang Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia telah membuat
banyak orang lain tidak senang dan marah. Sekarang, dengan penyajian pelajaran
ini kita beranjak lebih jauh lagi dalam iman kita dengan meyakini bahwa Yesus
Kristus bukan saja Tuhan dan Juruselamat, tapi Dia adalah juga Allah dan Sang
Pencipta alam semesta. Barangkali bagi orang-orang yang skeptis terhadap
keyakinan tersebut akan mencemooh iman kita itu sebagai sesuatu yang “terlalu
bagus untuk menjadi kenyataan” (too good to be true); bahkan bagi mereka yang
ekstrem menentang akan menuding kita sebagai “orang-orang yang sangat konyol”
(those who drank themselves silly).
Yesus
Kristus–”tokoh” yang ditolak oleh bangsa-Nya sendiri dan kemudian
menyalibkan-Nya di Golgota–adalah Allah dan Sang Pencipta? Tentu saja, mengapa
tidak? Itulah yang dikatakan oleh Alkitab, Kitabsuci yang kita percaya dan
terima sebagai Firman Allah. Bahwa banyak orang tidak percaya pada doktrin
penciptaan alkitabiah, mereka yang lebih menganggap teori evolusi lebih masuk
akal dan yang menerima teori “big bang” sebagai awal terciptanya alam semesta,
hal itu tidak akan mengganggu atau menawarkan keyakinan kita. Logika kita
sederhana: “Hanya sesuatu yang lebih besar dari apa yang diciptakan itulah yang
dapat menciptakannya. Jadi, hanya Makhluk yang lebih besar dari alam semesta
itulah yang bisa menciptakan alam semesta” [alinea pertama: dua kalimat
pertama].
Akan halnya Yesus Kristus sebagai Pencipta, inilah yang
dikatakan oleh Alkitab: “Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan
oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya” (Yoh. 1:10; huruf miring
ditambahkan); “Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya
kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan
firman-Nya yang penuh kekuasaan” (Ibr. 1:2, 3; huruf miring ditambahkan). “Kita
juga belajar bahwa Allah ini–Dia yang menciptakan alam semesta, Dia yang telah
memintal milyaran galaksi itu dan menghamparkannya di jagad raya–adalah Dia
yang sama yang telah datang ke bumi, hidup di antara kita sebagai manusia,
bahkan lebih menakjubkan lagi untuk menimpakan pada Diri-Nya hukuman atas dosa
kita” [alinea kedua].
ASAL-USUL
ALAM SEMESTA (Pada Mulanya)
Teori “Big Bang.” Konon, menurut teori standar, alam semesta ini
terjadi sekitar 13.700.000.000 (13,7 milyar) tahun silam yang dihasilkan oleh
apa yang disebut sebagai “keganjilan” (singularity). Konon lagi, ada sesuatu
yang disebut “lubang hitam” (black holes) di mana terdapat tekanan gravitasi
yang sangat intensif, begitu hebatnya tekanan gravitasi itu sehingga telah
menyebabkan “kepadatan tak terbatas” di dalam “lubang hitam” itu, suatu kondisi
yang disebut “singularitas.” Mula-mula kepadatan tak terbatas itu sangat kecil
dengan suhu yang sangat dingin, kemudian memuai dan berubah membesar serta
memanas, kian lama semakin bertambah besar dan bertambah panas, terus
berkembang ukuran dan suhunya sampai tiba pada keadaannya yang sekarang.
Meskipun disebut “Big Bang” (yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai
“ledakan besar”), bukan berarti ada ledakan besar mengawali terjadinya alam
semesta ini, melainkan terjadinya suatu keadaan penggelembungan seperti balon
yang terus bertambah besar. Menurut teori ini pula, sebelum kejadian “Big Bang”
tersebut di alam semesta ini tidak ada yang namanya “ruang angkasa.”
Setelah
missi penerbangan ruang angkasa AS “Apollo 11″ untuk pertama kalinya berhasil
mendaratkan manusia di Bulan pada 20 Juli 1969, lalu disusul dengan beberapa
kali missi serupa hingga 1972 (sebenarnya Uni Sovyet dengan missi ruang angkasa
“Luna 2″ sudah lebih dulu mendaratkan robot di Bulan pada 13 September 1959!),
keberhasilan itu telah memicu tiga fisikawan Inggris, masing-masing Stephen
Hawking, George Ellis dan Roger Penrose, untuk lebih mendalami dan
mengembangkan Teori Relativitas temuan Albert Einstein yang terkenal itu.
Penelitian mereka selain menghasilkan teori penghitungan ruang dan waktu,
sistem kalkulasi itu juga membawa mereka kepada kesimpulan bahwa ruang dan
waktu memiliki permulaan secara terbatas yang berhubungan dengan asal-usul
materi dan energi. Selain itu, mereka berpendapat bahwa apa yang disebut
singularitas itu tidak terdapat di ruang angkasa, tapi sebaliknya ruang angkasa
dimulai di dalam singularitas tersebut. Dengan demikian, sebelum ada
singularitas tidak ada ruang, waktu, materi atau energi. Pertanyaannya, kalau
singularitas (daerah padat dengan tekanan gravitasi intensif) itu tidak
terdapat di ruang angkasa, lalu adanya di mana? Selain itu, dari mana asalnya
singularitas tersebut dan mengapa itu ada? Semua ini hanya bisa dijawab oleh
ilmu pengetahuan manusia dengan dua kata: tidak tahu.
Sebagai
ilmu pengetahuan, teori “Big Bang” didukung oleh “Hukum Hubble”–berdasarkan
observasi Edwin Hubble yang menemukan fenomena pergerakan galaksi-galaksi yang
menjauh dari kita dalam kecepatan proporsional–yang menopang teori bahwa alam semesta
tadinya padat tapi kemudian memuai dan meluas (teori perluasan alam semesta).
Selain itu, teori bahwa alam semesta terbentuk dari singularitas yang semula
sangat dingin lalu berubah jadi panas dan sangat panas didukung oleh penemuan
dua pakar radio-astronomi, Arno Penzias dan Robert Wilson, yang menemukan
adanya radiasi CMB (Cosmic Microwave Background) bersuhu minus 270,425 Celsius
di jagad raya ini yang dianggap sebagai residu panas yang tersisa dari proses
pemuaian tadi. Selain itu, terdapatnya “unsur-unsur cahaya” yang melimpah dalam
hidrogen dan helium juga dianggap mendukung teori “Big Bang” tersebut. Tapi
teori ini bukannya tidak mendapat tantangan dari para ilmuwan lainnya. Di
antaranya adalah fisikawan Prof. Robert Gentry yang mengklaim bahwa model “Big
Bang” standar itu didasarkan pada sebuah paradigma yang salah serta tidak
konsisten dengan data empiris. Namun yang pasti semua pendukung teori “Big
Bang” yakin dan sepakat dalam satu hal: bahwa alam semesta ini memiliki sebuah
awal!
Kesederhanaan
teori alkitabiah. Sementara manusia, khususnya dunia ilmu pengetahuan, berusaha
dengan penelitian dan temuan-temuan teoretis yang tidak pernah putus untuk
mengetahui asal-usul alam semesta ini, Alkitab menyodorkan “teori penciptaan”
yang sangat sederhana, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej.
1:1). Sesungguhnya, keangkuhan manusia saja yang membuat mereka tidak percaya
pada pernyataan Firman Allah itu, lalu berusaha dengan segala daya-upaya dan
melalui berbagai penelitian terhadap alam untuk menemukan “bukti” yang
menentang teori penciptaan alkitabiah itu. Jadi, pada hakikatnya berbagai teori
manusia tentang penciptaan adalah sikap mengingkari kemahakuasaan Allah dan
kebenaran firman-Nya. Padahal, seperti yang Allah tanyakan kepada nabi Ayub,
“Sudah adakah engkau ketika bumi Kujadikan? Jika memang luas pengetahuanmu,
beritahukan!…Tahukah engkau dari mana datangnya terang, dan di mana sebenarnya
sumber kegelapan? Dapatkah engkau menentukan batas antara gelap dan terang?
(Ay. 38:4, 19-20, BIMK).
“Banyak
orang menolak konsep tentang alam semesta telah diciptakan oleh karena hal itu
menyiratkan adanya Pencipta. (Bahkan, nama ‘Big Bang’ itu dimaksudkan untuk
mengejek gagasan tentang alam semesta yang diciptakan.) Tetapi bukti bahwa alam
semesta memiliki suatu permulaan sudah menjadi begitu kuat sehingga hampir
semua ilmuwan sudah menerimanya, setidaknya untuk saat ini (pandangan-pandangan
ilmiah, bahkan yang tadinya dianggap sakral, sering diubah atau disangkal)”
[alinea pertama: tiga kalimat terakhir].
Sebagai umat Kristen yang percaya pada Alkitab sebagai firman
Allah, kita percaya pada pernyataan bahwa dunia dan alam semesta ini adalah
ciptaan Allah. Bahkan, tidak peduli apa kata dunia, kita pun percaya bahwa
penciptaan oleh Allah itu telah dilakukan-Nya melalui Yesus Kristus, “karena di
dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di
bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan…; segala sesuatu diciptakan oleh
Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala
sesuatu ada di dalam Dia” (Kol. 1:16, 17). Dunia boleh tidak sepakat dengan apa
yang anda dan saya yakini, tetapi hanya karena dunia tidak percaya bukan
berarti kita akan berkompromi atau membiarkan dunia merongrong keyakinan kita itu.
“Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman
Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat
kita lihat” (Ibr. 11:3).
Mencipta dari kehampaan. Berbicara perihal penciptaan, seseorang
pernah “menciptakan” sebuah anekdot tentang penciptaan yang mungkin sebagian
dari kita pernah mendengarnya. Suatu kali Setan dengan rasa percaya diri yang
tinggi–seperti biasanya–menghadap Allah dan meminta izin untuk beradu kuasa
dengan Yesus menciptakan manusia di Bumi ini, disaksikan oleh seluruh malaikat
suci dan malaikat jahat. Allah setuju dan langsung menentukan waktu dan tempat.
Syaratnya: bahan baku harus disediakan sendiri oleh masing-masing kontestan.
Beberapa hari kemudian Setan muncul lagi di gerbang surga dan mohon bicara
dengan Allah. Katanya, “Kalau bahan bakunya harus disediakan sendiri, lalu dari
mana saya bisa mendapat tanah liat di jagad raya ini?” Karena keberatan
tersebut sangat masuk akal, dengan sangat bijaksana Allah pun membatalkan
kontes tersebut. Sebab Allah tahu bahwa Setan–seperti yang disadarinya
sendiri–tidak memiliki kuasa untuk menciptakan apapun dari kehampaan, sekalipun
itu cuma sebongkah tanah liat sebagai bahan baku untuk menciptakan manusia!
“Alam
semesta telah diciptakan oleh kuasa Firman Allah; yakni, baik materi maupun
energi menjadi ada oleh kuasa Allah…Penciptaan dari kehampaan dikenal sebagai
penciptaan ex nihilo. Kita sering menghargai manusia karena menciptakan
berbagai hal, namun manusia tidak mampu menciptakan dari kehampaan. Kita dapat
mengubah bentuk dari materi yang sudah ada, tapi kita tidak mempunyai kuasa
untuk menciptakan dari kehampaan” [alinea kedua: kalimat terakhir; aline
ketiga: tiga kalimat pertama].
Pena
inspirasi menulis: “Dalam menekuni hukum materi dan hukum alam, kalau mereka
tidak menyangkalnya, banyak orang yang kehilangan pandangan akan keterwakilan
Allah secara langsung dan berkesinambungan. Mereka menyajikan gagasan bahwa
alam bertindak terpisah dari Allah, memiliki di dan dari dalamnya sendiri
keterbatasannya serta kuasanya sendiri untuk bekerja. Dalam pikiran mereka ada
perbedaan yang jelas antara yang alami dan yang supra alami. Apa yang alami
dianggap sebagai penyebab dari hal-hal yang biasa, tidak berhubungan dengan
kuasa Allah. Kekuatan vital dikaitkan dengan materi, dan alam dianggap dewa”
(Ellen G. White, Testimonies for the Church, jld. 8, hlm. 259).
Apa
yang kita pelajari tentang permulaan alam semesta menurut Alkitab?
1. Sementara manusia berusaha menafikan kuasa penciptaan Allah dengan menyuguhkan gagasan-gagasan tentang teori penciptaan berdasarkan ilmu pengetahuan, Firman Allah secara lugas menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh kuasa Allah.
2. Teori-teori manusia, yang dihasilkan oleh kemampuan berpikir manusiawi yang terbatas, terlalu rumit untuk dicerna dan diterima oleh pikiran kebanyakan orang. Selain itu, kemampuan berpikir manusia terlampau rendah untuk dapat memahami kemahakuasaan Allah, sehingga cara yang paling masuk akal dalam menerima pernyataan Allah itu adalah dengan iman.
3. Betapa pun tingginya kecerdasan manusia untuk memahami keterciptaan alam semesta ini, kita hanya dapat menganalisis berdasarkan keadaan dari materi atau kebendaan sebagaimana adanya sekarang ini. Tanpa Firman Allah, kita tidak akan pernah mampu mengetahui secara pasti apa yang sesungguhnya terjadi sampai alam semesta berada dalam keadaannya seperti sekarang ini.
1. Sementara manusia berusaha menafikan kuasa penciptaan Allah dengan menyuguhkan gagasan-gagasan tentang teori penciptaan berdasarkan ilmu pengetahuan, Firman Allah secara lugas menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh kuasa Allah.
2. Teori-teori manusia, yang dihasilkan oleh kemampuan berpikir manusiawi yang terbatas, terlalu rumit untuk dicerna dan diterima oleh pikiran kebanyakan orang. Selain itu, kemampuan berpikir manusia terlampau rendah untuk dapat memahami kemahakuasaan Allah, sehingga cara yang paling masuk akal dalam menerima pernyataan Allah itu adalah dengan iman.
3. Betapa pun tingginya kecerdasan manusia untuk memahami keterciptaan alam semesta ini, kita hanya dapat menganalisis berdasarkan keadaan dari materi atau kebendaan sebagaimana adanya sekarang ini. Tanpa Firman Allah, kita tidak akan pernah mampu mengetahui secara pasti apa yang sesungguhnya terjadi sampai alam semesta berada dalam keadaannya seperti sekarang ini.
KESAKSIAN
ALAM (Langit Bercerita)
Kesempurnaan penciptaan. Penciptaan adalah suatu peristiwa
supra-alami, karena dalam prosesnya melibatkan kuasa adikodrati di luar
jangkauan pemikiran manusia. Seperti telah disinggung dalam ulasan pelajaran
hari Minggu (30 Desember) kemarin, Alkitab telah menjelaskan dan ilmu
pengetahuan pun mengakui bahwa riwayat alam semesta ini memiliki satu
permulaan, yaitu titik awal dari mana segala sesuatu di alam semesta ini
bermula. Itulah sebabnya cosmogeny, yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul alam
semesta, sering disebut sebagai “wilayah di mana ilmu pengetahuan dan teologia
bertemu.” Inilah kajian ilmu yang telah melibatkan banyak pakar dari berbagai
disiplin ilmu (fisika, geo-fisika, astronomi, matematika, dsb.), dan inilah
juga “ilmu pengetahuan” paling pertama yang diajarkan dalam Alkitab.
Dalam
pengertian tertentu dan sederhana kita dapat mengatakan bahwa Alkitab yang
lebih dulu menyodorkan “teori” tentang penciptaan (Kej. 1:1), lalu manusia
khususnya orang-orang yang tidak percaya mengadakan penyelidikan dan penelitian
ilmiah dalam usaha mereka untuk membuktikan kesalahan dari teori kitabsuci itu.
Namun Alkitab tidak sekadar menyampaikan teori penciptaan, tapi juga menyajikan
fakta-fakta dengan metodenya sendiri. Antara lain melalui penuturan pemazmur,
“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan
tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan
pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka
tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan
mereka sampai ke ujung bumi” (Mzm. 19:2-5). Kata Ibrani yang diterjemahkan
dengan langit pada ini adalah שָׁמַיִם, shämah’yim, sebuah kata-benda maskulin
seperti yang digunakan dalam Kejadian 1 dan 2. Jadi, pemazmur memang merujuk
kepada obyek yang sama seperti yang diuraikan dalam pasal penciptaan di bagian
awal Kitabsuci.
Mazmur
19 ini unik dan sering disebut sebagai “mazmur penciptaan dan mazmur Taurat”
karena isinya bertutur perihal kesempurnaan dari dua mahakarya Allah tersebut:
penciptaan dan hukum. Allah tidak sekadar menciptakan alam semesta, termasuk
Bumi dan segala isinya, tetapi juga menciptakannya dengan sempurna. Jadi,
kesempurnaan adalah ciri dan kata-kunci dari penciptaan alam semesta. “Tidak
saja setiap bagian dari alam semesta ini akan mampu menyokong kehidupan.
Bahkan, tampaknya alam semesta harus benar-benar dirancang dengan baik agar
kehidupan bisa eksis. Pertama, bahan dasar dari semua materi–yaitu atom–harus
cukup stabil sehingga obyek-obyek materi yang stabil dapat tercipta. Kestabilan
atom-atom itu bergantung pada kekuatan yang menopang bagian-bagian atom itu
bersama-sama. Atom mengandung partikel-partikel yang saling tarik-menarik dan
tolak-menolak. Kekuatan tarikan dan tolakan itu harus benar-benar seimbang”
[alinea pertama: enam kalimat pertama].
Dikenal
lewat karya-Nya. Ketika pada tahun 2007 Apple Inc. memperkenalkan iPhone,
ponsel cerdas yang terkenal itu, dan kemudian dalam tahun 2010 meluncurkan
komputer tablet pertama yang dinamai iPad, seluruh dunia riuh membicarakan
tentang kepiawaian Steve Jobs sebagai “pencipta” dua perangkat komunikasi
digital yang canggih itu. Sampai sekarang pun nama tokoh yang meninggal dunia
akibat kanker tahun 2011 lalu itu tetap melekat pada produk-produk tersebut
karena namanya seakan diabadikan oleh karya-karyanya itu. Itu baru barang-barang
yang hanya berguna bagi sebagian kecil manusia yang “merasa memerlukan”
benda-benda tersebut, dan yang “menganggap mampu” untuk membelinya.
Demikianlah
kita juga mengenal Allah melalui karya ciptaan-Nya, baik dalam penciptaan alam
semesta maupun manusia itu sendiri. Adam dan Hawa saja yang pernah mengenal
Allah secara langsung muka dengan muka, serta beberapa orang keturunan mereka
yang mengenal Allah melalui komunikasi langsung. Tapi pada umumnya manusia
hanya bisa mengenal Allah melalui Firman-Nya dan alam ciptaan-Nya. Rasul Paulus
menulis, “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka,
sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari
pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada
pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat
berdalih” (Rm. 1:19, 20; huruf miring ditambahkan). Jadi, di samping hal-hal
yang secara gamblang dinyatakan Allah kepada manusia, ada pula hal-hal mengenai
Diri-Nya yang meski tidak terlihat secara nyata kepada manusia namun itu
tercermin dari hasil karya-Nya, yaitu kuasa dan keilahian-Nya yang tampak
melalui kedahsyatan dan kecermatan penciptaan alam semesta.
“Dunia
ini juga pasti telah dirancang dengan bijaksana agar kehidupan hadir. Bentangan
suhu harus sesuai dengan kehidupan; maka jarak dari matahari, kecepatan rotasi,
dan komposisi atmosfir semuanya harus dalam keseimbangan yang tepat. Banyak
rincian lain dari dunia ini yang harus dirancang dengan cermat. Sesungguhnya,
hikmat Allah kelihatan dari apa yang Ia ciptakan” [alinea terakhir].
Apakah Allah masih berkarya? Di akhir minggu penciptaan, yaitu
menjelang Sabat hari yang ketujuh ketika Ia berhenti dari segala pekerjaan
penciptaan, Allah menyatakan penilaian-Nya: “Maka Allah melihat segala yang
dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah
hari keenam” (Kej. 1:31). Kalimat ini juga merupakan deklarasi dari rasa puas
atas apa yang sudah diciptakan-Nya. Namun, sekalipun segala sesuatu telah
diciptakan dengan sempurna–bahkan menurut standar penilaian Allah sendiri–tidak
berarti bahwa Allah sudah berhenti mencipta dan tidak lagi mengerjakan apa-apa.
Mengapa? Karena dosa telah menimbulkan degradasi terhadap segala sesuatu yang
diciptakan itu, dan secara selektif Allah terpaksa harus melakukan
reparasi-reparasi di mana perlu sesuai dengan kebijaksanaan-Nya.
Ibrani
4:4-11 mengisyaratkan bahwa Allah belum benar-benar berhenti bekerja, dan Yesus
sendiri menyatakan, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja
juga” (Yoh. 5:17). Allah juga masih terlibat dalam penciptaan manusia-manusia
baru di dalam kandungan (Mzm. 139:13-16; Yes. 44:2, 24), masih menumbuhkan
rumput dan tumbuhan untuk makanan hewan dan manusia (Mzm. 104:14), masih
bekerja untuk menyembuhkan orang sakit (Yak. 5:15), bahkan masih terus bekerja
untuk menumbuhkan bibit-bibit kerohanian dalam hati manusia (1Kor. 3:6, 7)
serta menjadikan orang-orang yang menerima Kristus menjadi “ciptaan baru”
(2Kor. 5:17, 18).
Pena inspirasi menulis: “Allah terus-menerus bekerja di alam.
Alam itu adalah hamba-Nya, diarahkan sesuai keinginan-Nya. Alam dalam
pekerjaannya menyaksikan tentang adanya kecerdasan dan keterwakilan aktif dari
satu makhluk yang menggerakkannya dalam seluruh perbuatan-Nya sesuai dengan
kehendak-Nya. Bukan oleh suatu kuasa asli yang melekat pada alam itu sehingga
dari tahun ke tahun bumi menghasilkan rahmatnya dan melanjutkan perjalanannya
mengitari matahari. Tangan dari kuasa yang tak terbatas itulah yang
terus-menerus bekerja menuntun planet ini. Itulah kuasa Allah yang sedang
bekerja sehingga menjaganya dalam posisi dan peredarannya” (Ellen G. White,
Testimonies for the Church, jld. 8, hlm. 260).
Apa
yang kita pelajari tentang alam yang bersaksi perihal pekerjaan Allah?
1. Manusia boleh meragukan pekerjaan penciptaan Allah yang dahsyat itu, namun manusia tidak dapat menolak fakta tentang kedahsyatan penciptaan-Nya dalam hamparan benda-benda langit. Kesempurnaan penciptaan alam semesta juga mencerminkan pribadi Allah itu.
2. Dosa telah memisahkan kita dari Allah, dan membuat kemampuan berpikir kita sangat merosot sehingga sulit untuk memahami keadaan Allah. Tapi kita masih dapat mempelajari tentang kuasa maupun keilahian Allah lewat Firman-Nya dan ciptaan-Nya. Bila cuaca di sekitar tempat anda sedang cerah pada malam hari, keluarlah dan pandanglah langit yang bertaburan bintang. Anda akan merasakan kedahsyatan ciptaan Allah itu.
3. Allah telah menciptakan segala sesuatu sempurna selama minggu penciptaan, tetapi dosa telah merusak kesempurnaan itu. Akibatnya, Allah yang tadinya sudah merasa puas dan telah berhenti dari pekerjaan-Nya terpaksa masih harus terus bekerja hingga saat ini. Karena kasih-Nya kepada anda dan saya maka Allah bersedia untuk terus sibuk.
1. Manusia boleh meragukan pekerjaan penciptaan Allah yang dahsyat itu, namun manusia tidak dapat menolak fakta tentang kedahsyatan penciptaan-Nya dalam hamparan benda-benda langit. Kesempurnaan penciptaan alam semesta juga mencerminkan pribadi Allah itu.
2. Dosa telah memisahkan kita dari Allah, dan membuat kemampuan berpikir kita sangat merosot sehingga sulit untuk memahami keadaan Allah. Tapi kita masih dapat mempelajari tentang kuasa maupun keilahian Allah lewat Firman-Nya dan ciptaan-Nya. Bila cuaca di sekitar tempat anda sedang cerah pada malam hari, keluarlah dan pandanglah langit yang bertaburan bintang. Anda akan merasakan kedahsyatan ciptaan Allah itu.
3. Allah telah menciptakan segala sesuatu sempurna selama minggu penciptaan, tetapi dosa telah merusak kesempurnaan itu. Akibatnya, Allah yang tadinya sudah merasa puas dan telah berhenti dari pekerjaan-Nya terpaksa masih harus terus bekerja hingga saat ini. Karena kasih-Nya kepada anda dan saya maka Allah bersedia untuk terus sibuk.
MENCIPTA
LEWAT PERKATAAN (Kuasa Firman-Nya)
Bekerja dengan mulut. Pepatah bijak berkata, “Sedikit bicara,
banyak bekerja.” Inilah budaya yang banyak dipuji orang, berkarya tanpa
keriuhan. Sebaliknya, orang yang terlalu banyak bicara sering dijuluki “Tong
kosong nyaring bunyinya.” Seseorang yang banyak cakap biasanya tidak berisi,
alias tidak ada apa-apanya. Namun ada sebagian orang yang karena sifat
pekerjaannya menuntut dia untuk banyak berbicara, bahkan mereka hidup dari
banyak bicara, dan sumber penghidupannya akan terancam ketika lidah jadi gagu
atau tenggorokan tak sanggup mengeluarkan suara. Orang-orang yang “bekerja
dengan mulut” ini termasuk mereka yang profesinya adalah pemandu acara, juru
bicara, juru kampanye (jurkam), penyiar, pelawak, operator telepon, tukang
berorasi, tukang obat, tukang obral kakilima, dan sebagainya. Tentu saja
meskipun orang-orang dalam kelompok ini benar-benar mengandalkan mulut dan
lidah dalam bekerja, mereka tidak sekadar mencuap tetapi harus disertai
“kemampuan berbicara” atau ketrampilan berolah-kata.
Alkitab
menyatakan bahwa Allah juga bekerja menggunakan kata-kata, yaitu dengan cara
berfirman. Proses penciptaan yang tercatat dalam kitab Kejadian pasal 1 penuh
dengan ungkapan “Berfirmanlah Allah” lalu apa yang difirmankan-Nya itupun
terjadi. Namun, bukan seperti seorang raja atau penguasa dunia yang
kata-katanya kerap menimbulkan kecemasan dan kegemparan pada banyak orang,
kata-kata yang difirmankan Allah lebih sering mengandung kuasa yang menenangkan
hati manusia. Ketika sedang bekerja mencipta, firman Allah menghasilkan
benda-benda yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Apa yang direncanakan
dalam pikiran-Nya diutarakan melalui lidah-Nya dengan mengeluarkan suara
bernada perintah supaya alam menghadirkan apa yang dimaksudkan-Nya (Yer. 51:15,
16). “TUHAN memberi perintah, maka langit tercipta; matahari, bulan dan bintang
dijadikan oleh sabda-Nya…Sebab Ia bersabda, lalu semuanya dijadikan; Ia memberi
perintah, maka semuanya ada” (Mzm. 33:6, 9, BIMK).
“Meskipun
kita tidak dapat mengetahui dengan persis bagaimana Allah menciptakan, kita diberitahu
bahwa hal itu adalah melalui firman-Nya yang berkuasa. Semua energi di seluruh
bagian alam semesta memiliki asal-usulnya pada firman Allah. Segenap energi di
dalam semua bahan bakar kita datang dari kuasa Allah. Semua gravitasi di
seluruh alam semesta, setiap bintang yang dituntun dalam lintasannya, dan
setiap ‘lubang hitam’ (=wilayah di ruang angkasa yang memiliki gravitasi sangat
kuat) berasal dari kuasa Allah” [alinea pertama].
Allah dan hukum alam. Sebagaimana kita tahu, alam memiliki
hukumnya sendiri yang bekerja secara otomatis terhadap mana setiap obyek di
alam ini harus tunduk. Bayangkanlah kalau tidak ada hukum alam, apa yang akan
terjadi jika setiap benda di alam ini mengikuti kemauannya sendiri. Hukum alam
diperlukan demi keselarasan hidup benda-benda di alam semesta, dan hukum alam
sudah sama tuanya dengan alam itu sendiri. Berbeda dari “hukum positif” ciptaan
manusia yang harus dilengkapi dengan perangkat penegakkan hukum untuk memberi
sangsi terhadap orang-orang yang melanggar hukum itu, hukum alam sudah
dilengkapi dengan sangsi-sangsi alamiah yang bekerja secara otomatis. Siapakah
yang menciptakan hukum alam (Latin: lex naturalis)?
Salah
satu ciri utama dari hukum alam ialah presisionis (cermat), dan banyak di
antaranya yang bersifat matematis khususnya yang berkaitan dengan pergerakan
benda-benda ruang angkasa. Selain itu, sifat hukum alam juga hirarkis
(bertingkat-tingkat), di mana hukum sekunder bekerja berdasarkan hukum primer.
Hukum alam itu seragam serta tidak berubah, dan seluruh hukum alam bergantung
pada hukum logika (the laws of logic). Dengan prinsip-prinsip yang demikian,
hukum alam itu mencerminkan sifat ilahi yang teratur dan teliti. Allah tidak
hanya menciptakan alam semesta tapi juga menciptakan hukum alam, dan dengan kekuasaan-Nya
yang tak terbatas itu Allah dapat membuat semua benda yang menghuni jagad raya
ini tunduk pada hukum alam. Setiap makhluk ciptaan, setiap sel, setiap atom,
dan setiap partikel materi serta gelombang cahaya tidak mempunyai pilihan lain
kecuali tunduk pada hukum alam ciptaan Allah yang menetapkan “aturan langit dan
bumi” (Yer. 33:25).
Seperti
telah disinggung sebelumnya, suatu ciptaan hanya bisa diciptakan oleh pencipta
yang lebih besar daripada ciptaan itu sendiri. Alam semesta hanya bisa
diciptakan oleh Allah yang lebih besar dari alam semesta, demikian pula hukum
alam hanya bisa diciptakan oleh Allah yang lebih besar dari hukum alam itu.
Karena superioritas tersebut maka Allah lebih tinggi dan lebih berkuasa dari
alam semesta maupun hukum alam, itu sebabnya Dia tidak harus tunduk pada hukum
alam dan dapat bekerja dengan mengabaikan hukum alam ciptaan-Nya itu kapan saja
Dia menghendakinya. Allah yang menciptakan hukum gaya tarik bumi (gravitasi),
tetapi Dia juga menciptakan hukum gaya gerak (aerodinamika), sehingga pohon
bisa tumbuh ke atas melawan gaya tarik bumi dan pesawat terbang buatan manusia
bisa meluncur ke angkasa. Allah juga lebih besar dari hukum logika yang menjadi
tumpuan seluruh hukum alam sehingga Allah dapat melakukan hal-hal melawan logika,
yaitu sesuatu yang kita sebut “mujizat.” Itu sebabnya seseorang pernah berkata
begini: “Mujizat bukanlah pembatalan sesuatu hukum alam, melainkan berlakunya
satu hukum yang lebih tinggi dari hukum alam.” Allah dapat melakukan mujizat
dengan memberlakukan satu hukum yang lebih tinggi dari hukum alam maupun hukum
logika, yaitu hukum kasih!
“Allah
tidak dibatasi oleh hukum alam; sebaliknya, Allah yang telah menentukan hukum
alam. Kuasa allah tidak selalu harus menuruti pola-pola yang kita sebut ‘hukum alam’…Firman
Allah yang menciptakan tidak terikat oleh ‘hukum’ ilmu pengetahuan. Allah
berdaulat atas seluruh ciptaan-Nya dan bebas untuk melakukan kehendak-Nya”
[alinea ketiga: dua kalimat terakhir; alinea terakhir: dua kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang kuasa Firman Allah?
1. Firman Allah sangat berkuasa oleh sebab kemahakuasaan Allah itu tidak terbatas. Dalam minggu penciptaan kuasa Firman Allah itu telah diperagakan ketika seluruh alam semesta–kecuali manusia dan beberapa jenis hewan–diciptakan-Nya hanya dengan berfirman.
2. Kalau kita percaya bahwa Firman Allah itu sangat berkuasa, dan jika kita percaya bahwa Alkitab berisi Firman Allah, adakah sesuatu keraguan dalam hati anda untuk membaca dan meyakini apa yang tertulis dalam Alkitab?
3. Sebagai Pencipta hukum alam, Allah tidak terikat dengan hukum-hukum tersebut. Itulah sebabnya Allah dapat melakukan “mujizat” dalam kehidupan kita, kapan saja Dia berkenan melakukannya. Setiap berkat, perlindungan, dan tuntunan Allah dalam hidup kita adalah mujizat, semuanya bisa terjadi di luar dugaan dan pemikiran manusia.
1. Firman Allah sangat berkuasa oleh sebab kemahakuasaan Allah itu tidak terbatas. Dalam minggu penciptaan kuasa Firman Allah itu telah diperagakan ketika seluruh alam semesta–kecuali manusia dan beberapa jenis hewan–diciptakan-Nya hanya dengan berfirman.
2. Kalau kita percaya bahwa Firman Allah itu sangat berkuasa, dan jika kita percaya bahwa Alkitab berisi Firman Allah, adakah sesuatu keraguan dalam hati anda untuk membaca dan meyakini apa yang tertulis dalam Alkitab?
3. Sebagai Pencipta hukum alam, Allah tidak terikat dengan hukum-hukum tersebut. Itulah sebabnya Allah dapat melakukan “mujizat” dalam kehidupan kita, kapan saja Dia berkenan melakukannya. Setiap berkat, perlindungan, dan tuntunan Allah dalam hidup kita adalah mujizat, semuanya bisa terjadi di luar dugaan dan pemikiran manusia.
FUNGSI
DAN KEDUDUKAN KRISTUS (Yesus, Pencipta Langit dan Bumi)
Firman dan Allah. Yohanes, salah seorang “murid kesayangan”
Yesus, memulai tulisannya dengan suatu pernyataan yang lugas: “Pada mulanya
adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh
Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah
dijadikan” (Yoh. 1:1-3; huruf miring ditambahkan). Firman dalam ayat ini adalah
kata-ganti orang ketiga tunggal, yang dalam bahasa asli PB adalah λόγος, logos,
sebuah kata-benda maskulin yang berarti ucapan atau perkataan. Siapakah
“seseorang” yang disebutnya sebagai “Firman” di sini? Kita menemukan jawabnya
di ayat-ayat selanjutnya yang mendeskripsikan sosok Firman itu, khususnya ayat
14: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah
melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak
Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Jelaslah bahwa Firman yamg
dimaksudkannya itu adalah Yesus Kristus. Alkitab adalah Firman Allah, tapi
Yesus Kristus adalah Firman Allah yang hidup karena Dia telah menjadi manusia
dan hidup di antara manusia.
Injil
Yohanes adalah injil keempat yang kemungkinan ditulis paling akhir (antara
tahun 85-95 Tarikh Masehi) dan disusun dalam gambaran berdasarkan apa yang
telah disebutkan oleh tiga injil sebelumnya–Matius, Markus, dan Lukas. Kalau
tiga injil terdahulu itu dikenal sebagai “injil sinopsis” yang menyajikan
kehidupan Yesus dalam format yang sama dengan menitik-beratkan pada apa yang
diajarkan dan dikerjakan oleh Yesus, maka injil Yohanes lebih menonjolkan sosok
tentang siapa Yesus itu. Dalam injil keempat inilah diterangkan dengan jelas
latar belakang mengapa Yesus Kristus datang ke dunia ini (Yoh. 3:16), dan
secara gamblang pula menyebutkan maksud penulisan injil tersebut, “semua yang
tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias,
Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya”
(20:31; huruf miring ditambahkan).
“Yohanes
merujuk kepada Yesus sebagai Firman (‘Logos’) dan menyejajarkan Dia dengan
Allah. Lebih khusus lagi, Yesus adalah Dia melalui siapa segala sesuatu
diciptakan. Pada zaman Yohanes, istilah logos biasa digunakan untuk
menggambarkan prinsip daya cipta. Para pembaca tulisan Yohanes tentu akrab
dengan konsep logos sebagai sebuah prinsip penciptaan atau bahkan sebagai
seorang pencipta. Yohanes menerapkan konsep yang akrab ini terhadap Yesus,
memperkenalkan Dia sebagai Pencipta sejati” [alinea pertama: lima kalimat
pertama].
Yesus,
Sang Pewaris. Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose (sekitar tahun 60 TM), rasul
Paulus menulis mengenai Yesus: “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan,
yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah
telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang
kelihatan dan yang tidak kelihatan…; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan
untuk Dia” (Kol. 1:15, 16; huruf miring ditambahkan). Kata “yang sulung” pada
ayat ini dalam bahasa aslinya adalah πρωτότοκος, prōtotokos, sebuah kata
bentukan dari akar kata πρῶτος, prōtos, sebuah kata-sifat yang berarti pertama
ada atau peringkat pertama. Paulus sedang mengetengahkan “kedudukan” Yesus
sebagai Anak Allah dalam konteks ahli waris. Anak kalimat “lebih utama dari
segala yang dijadikan” dalam ayat ini pernah menimbulkan spekulasi pada sebagian
orang seolah-olah Yesus adalah ciptaan yang pertama atau mula-mula, namun
frase-frase selanjutnya langsung mematahkan hipotesis tersebut karena justeru
Yesus sendiri adalah Pencipta sebab “segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan
untuk Dia” (ay. 16, bag. akhir; huruf miring ditambahkan).
Penulis
kitab Ibrani memulai pekabarannya dengan mengedepankan “fungsi” Yesus Kristus
yang lain dalam hubungan antara Allah dengan manusia. “Setelah pada zaman
dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek
moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah
berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan
sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan
alam semesta” (Ibr. 1:1, 2; huruf miring ditambahkan). Jadi, kalau pada masa
penciptaan Allah telah menciptakan alam semesta melalui Firman yang adalah Anak
(Yesus Kristus) itu, maka di zaman Perjanjian Baru ini Allah berbicara kepada
manusia melalui Anak itu juga. Penulis kitab Ibrani juga mengonfirmasi apa yang
dikatakan oleh rasul Paulus dalam kitab Kolose perihal “kedudukan” Anak itu,
yaitu sebagai “pewaris” dan juga “pencipta” dari alam semesta.
“Ibrani 1:1, 2 mengulangi hal-hal yang sama seperti pada
ayat-ayat dalam kitab Kolose. Yesus adalah pewaris yang ditunjuk atas segala
sesuatu dan itulah Dia oleh siapa dunia telah dijadikan. Selain itu, Dia adalah
gambaran yang tepat dari sifat Bapa, sebuah cara lain untuk menyatakan bahwa
Dia adalah citra Allah” [alinea terakhir].
Pena
inspirasi menulis: “Penguasa alam semesta itu tidak sendirian dalam pekerjaan
kemurahan hati-Nya. Dia mempunyai wakil–rekan sekerja yang dapat menghargai
maksud-maksud-Nya dan dapat turut merasakan sukacita-Nya dalam memberi
kebahagiaan kepada makhluk-makhluk ciptaan. ‘Pada mulanya adalah Firman; Firman
itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya
bersama-sama dengan Allah.’ Yoh. 1:1, 2. Kristus, Firman itu, anak tunggal
Allah, adalah satu dengan Bapa yang kekal itu–satu dalam sifat, dalam tabiat,
dalam maksud–satu-satunya makhluk yang bisa ikut ambil bagian dalam segala
nasihat dan maksud Allah” (Ellen G. White, Patriarchs and Prophets, hlm. 34).
Apa
yang kita pelajari tentang Yesus Kristus sebagai Pencipta dan Pewaris?
1. Bukan secara kebetulan Yohanes menyebut Yesus Kristus sebagai Firman di awal tulisan injilnya, tapi dia hendak mengingatkan para pembacanya tentang hubungan Yesus dengan penciptaan. Allah menciptakan langit dan bumi bukan saja dengan berfirman, tapi melalui Firman itu sendiri.
2. Sebagai Anak yang turut menciptakan alam semesta bersama Bapa, Yesus memiliki kedudukan yang khusus dalam penciptaan, yaitu selaku Pewaris atas seluruh ciptaan. Bahkan, hak sebagai ahli waris itu telah dikukuhkan melalui pekerjaan penebusan yang dijalani-Nya.
3. Yesus Kristus bukan saja Pencipta dan Pewaris dari seluruh ciptaan, tapi Dia juga adalah gambaran Allah yang sejati melalui siapa dunia dapat mengenal Bapa itu. Suka atau tidak suka, seseorang belum dapat dikatakan benar-benar mengenal siapa Allah itu kalau dia belum mengenal siapa Yesus itu.
1. Bukan secara kebetulan Yohanes menyebut Yesus Kristus sebagai Firman di awal tulisan injilnya, tapi dia hendak mengingatkan para pembacanya tentang hubungan Yesus dengan penciptaan. Allah menciptakan langit dan bumi bukan saja dengan berfirman, tapi melalui Firman itu sendiri.
2. Sebagai Anak yang turut menciptakan alam semesta bersama Bapa, Yesus memiliki kedudukan yang khusus dalam penciptaan, yaitu selaku Pewaris atas seluruh ciptaan. Bahkan, hak sebagai ahli waris itu telah dikukuhkan melalui pekerjaan penebusan yang dijalani-Nya.
3. Yesus Kristus bukan saja Pencipta dan Pewaris dari seluruh ciptaan, tapi Dia juga adalah gambaran Allah yang sejati melalui siapa dunia dapat mengenal Bapa itu. Suka atau tidak suka, seseorang belum dapat dikatakan benar-benar mengenal siapa Allah itu kalau dia belum mengenal siapa Yesus itu.
PENCIPTAAN
BERKELANJUTAN (Sang Pencipta Ada di Antara Kita)
Penciptaan dan mujizat. Penciptaan “langit dan bumi” (Kej. 1:1)
itu sendiri adalah suatu keajaiban, mujizat terbesar dalam riwayat alam semesta
dan sejarah manusia. Tetapi mujizat penciptaan tidak berhenti sampai pada
minggu penciptaan itu saja melainkan terus berlanjut, khususnya pada sepanjang
masa ketika Sang Pencipta itu–melalui sosok Yesus Kristus–menjelma dan hidup di
tengah manusia yang adalah makhluk ciptaan-Nya. Mengubah air biasa menjadi sari
buah anggur (Yoh. 2:7-11), memperbanyak lima potong roti jelai dan dua ikan
menjadi makanan yang berlimpah-limpah untuk mengenyangkan ribuan orang dewasa
beserta anak-anak (6:8-13), dan memperbaiki kesehatan organ mata seorang pria
sampai berfungsi dan bisa melihat (9:1-34), semua itu adalah bukti-bukti bahwa
mujizat penciptaan terus berlanjut setelah ribuan tahun kemudian. Bahkan,
sesudah dunia yang diciptakan ini tergadai oleh dosa sekalipun kedahsyatan
mujizat penciptaan itu tak berkurang dayanya. “Masing-masing mujizat ini
memberi kepada kita suatu pandangan sekilas tentang kuasa Allah atas dunia
materi yang Ia sendiri ciptakan” [alinea pertama].
Meskipun
pada tiga mujizat tersebut tidak tercipta sesuatu dari kehampaan (penciptaan ex
nihilo) seperti apa yang terjadi dalam minggu penciptaan, namun di situ juga
terkandung unsur-unsur penciptaan. Air biasa yang Yesus jadikan minuman anggur
itu bukan sekadar suatu perubahan kimiawi, tetapi itu merupakan hasil
penciptaan tanpa penambahan zat apapun, sebuah peristiwa di mana air biasa
“diciptakan ulang” menjadi sari buah anggur. Begitu juga, lima potong roti dan
dua ikan yang menurut perhitungan di atas kertas hanya cukup untuk porsi dua
kali makan seorang anak kecil yang sekonyong-konyong dapat mengenyangkan ribuan
orang yang sedang kelaparan, itu adalah “hasil penciptaan” dari jumlah yang
sedikit menjadi sangat banyak melalui tangan Yesus yang memecah-mecahkannya.
Demikian pula, orang yang buta sejak lahir disembuhkan sehingga bisa melihat
itu merupakan “penciptaan ulang” atas sebuah organ tubuh yang tidak sempurna
ketika dilahirkan; sentuhan tangan Yesus dalam adukan tanah itulah yang
menyembuhkannya, bukan zat-zat yang terkandung dalam tanah atau air di kolam
Siloam itu.
Pena
inspirasi menulis: “Air anggur yang diciptakan oleh Kristus pada pesta
perkawinan di Galilea itu adalah air anggur terbaik yang pernah dicicipi oleh
orang-orang yang hadir. Tetapi itu sama sekali bebas dari fermentasi…Mujizat
itu diketahui dan pekerjaan yang Kristus ingin lihat diselesaikan pun
terlaksana. Iman murid-murid diteguhkan. Mujizat ini bagi mereka adalah suatu
kesaksian yang meyakinkan bahwa
Guru
mereka itu adalah Penebus dunia” (Ellen G. White, The Bible Echo, 4 September
1899)…
“Kristus tidak pernah mengerjakan suatu mujizat kecuali untuk
memasok kebutuhan yang sesungguhnya, dan setiap mujizat merupakan satu fitrah
yang menuntun orang banyak kepada pohon kehidupan yang daun-daunnya adalah
untuk menyembuhkan bangsa-bangsa. Makanan sederhana dibagikan oleh
tangan-tangan para murid yang mengandung perbendaharaan pelajaran…Kristus
mengajarkan mereka dalam pelajaran ini bahwa persediaan alamiah dari Allah bagi
manusia telah diselewengkan. Tidak pernah sebelumya orang banyak itu menikmati
makanan-makanan lezat yang disediakan untuk memuaskan selera yang diselewengkan
sementara orang-orang ini menikmati makanan sederhana yang Kristus sediakan
selama ini dari habitat manusia” (The Desire of Ages, hlm. 367)…
“Orang
buta itu, yang sekarang dapat melihat, memandang kepada keajaiban penciptaan,
dan akankah dia berpaling dari Penyembuhnya untuk memperoleh dukungan dari
mereka yang telah berusaha menjerat dia dalam perkataannya, atau melontarkan
ejekan kepadanya? Dia merasa sanggup untuk melawan pengaruh mereka” (Signs of
the Times, 23 Oktober 1893).
Iman
dan mujizat. Meskipun kita percaya bahwa Tuhan dapat melakukan mujizat dalam
kehidupan kita, namun sebagai umat Tuhan sejati kita tidak melandaskan iman
kita pada mujizat. Artinya, bukan setelah mengalami sesuatu mujizat baru kita
hendak percaya kepada Tuhan. Mujizat lahir dari iman, bukan iman lahir dari
mujizat. Percaya harus lebih dulu daripada mujizat (Mat. 17:20; 21:21);
ketidakpercayaan justeru menghalangi terjadinya mujizat (Mat. 13:58).
Iman
berlawanan dengan rasionalitas. Sementara rasionalitas itu adalah percaya yang
didasarkan pada bukti dan pertimbangan akal sehat, iman didasarkan pada ilham
dan wahyu. Alkitab mengatakan bahwa karena iman maka Musa mampu bertahan
seolah-olah dia dapat “melihat apa yang tidak kelihatan” (Ibr. 11:27), sebab umat
Tuhan “hidup karena percaya, bukan karena melihat” (2Kor. 5:7). Orang Kristen
sejati tidak mengikuti cara berpikir duniawi yang berprinsip “seeing is
believing” (melihat baru percaya) oleh karena hal itu bertentangan dengan
kehendak Allah dan menyakiti hati-Nya.
Apa
yang kita pelajari tentang makna kehadiran Sang Pencipta di antara manusia?
1. Penjelmaan Sang Pencipta dalam sosok Yesus Kristus yang hidup di atas dunia ini membawa serta kuasa-Nya yang diperagakan berkali-kali dengan mengadakan mujizat demi mujizat untuk melayani manusia, dan pada waktu yang sama menjadikan mujizat-mujizat itu sebagai tanda keilahian-Nya.
2. Mujizat-mujizat Yesus itu membuktikan bahwa kuasa penciptaan-Nya tetap berdaulat atas alam semesta yang sudah berdosa ini, dan bahwa Sang Pencipta tidak pernah kehilangan kuasa atas dunia materi. Fakta bahwa Setan tidak pernah satu kali pun berusaha mengintervensi pekerjaan mujizat Kristus menunjukkan bahwa dia sendiri mengakui otoritas Kristus.
3. Meskipun kita percaya bahwa Allah berkuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat di depan mata kita dan di dalam kehidupan kita, namun kita tidak mendasari iman kita pada mujizat. Iman orang Kristen adalah iman yang bersahaja, percaya tanpa pamrih.
1. Penjelmaan Sang Pencipta dalam sosok Yesus Kristus yang hidup di atas dunia ini membawa serta kuasa-Nya yang diperagakan berkali-kali dengan mengadakan mujizat demi mujizat untuk melayani manusia, dan pada waktu yang sama menjadikan mujizat-mujizat itu sebagai tanda keilahian-Nya.
2. Mujizat-mujizat Yesus itu membuktikan bahwa kuasa penciptaan-Nya tetap berdaulat atas alam semesta yang sudah berdosa ini, dan bahwa Sang Pencipta tidak pernah kehilangan kuasa atas dunia materi. Fakta bahwa Setan tidak pernah satu kali pun berusaha mengintervensi pekerjaan mujizat Kristus menunjukkan bahwa dia sendiri mengakui otoritas Kristus.
3. Meskipun kita percaya bahwa Allah berkuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat di depan mata kita dan di dalam kehidupan kita, namun kita tidak mendasari iman kita pada mujizat. Iman orang Kristen adalah iman yang bersahaja, percaya tanpa pamrih.
PENUTUP
Menerima berdasarkan iman. Alkitab menyatakan bahwa Allah adalah
Sang Pencipta langit dan bumi yang telah mengerjakan penciptaan itu selama enam
hari dalam minggu penciptaan, dan bahwa penciptaan itu telah dilakukan-Nya
melalui Firman yang adalah Kristus. Kita menerima dan percaya pada pernyataan
itu berdasarkan iman, bukan atas dasar akal dan logika atau ilmu. “Karya
penciptaan tidak pernah dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan apakah yang dapat menjelaskan misteri kehidupan?” [alinea pertama].
Dunia ilmu pengetahuan moderen boleh saja menertawakan keyakinan
kita itu, dan menganggap bahwa kita adalah orang-orang lugu yang ketinggalan
zaman. Tetapi selama iman kita bertumpu pada kebenaran Firman Allah,
sesungguhnya kita bisa berbangga sebagai orang-orang yang mampu untuk “tidak
memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan” (2Kor. 4:18).
“Bagaimana Allah menyelesaikan pekerjaan penciptaan tidak pernah
dinyatakan-Nya kepada manusia, ilmu pengetahuan manusia tidak akan mampu
mengungkapkan rahasia-rahasia Yang Mahatinggi. Kuasa-Nya untuk mencipta tak
terpahami sama seperti eksistensi-Nya” [alinea ketiga].
“Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala
sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian
kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah
dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari
apa yang tidak dapat kita lihat” (Ibr. 11:1-3).
Siapapun anda, yang tidak meng Esa kan Tuhan, yaitu Allah SWT,Dia Yang Maha Berkehendak,dan berkuasa atas segala ciptaan Nya, maka jahanam tempat seburuk buruk tempat di akhirat kelak. (Aq mualaf, dulu Katholik) Alhamdulillah semua ini
ReplyDeleteatas hidayah Allah SWT, dan atas kehendakNya. Jazakallahu Khairan. Ammin
Jgn sok bilang tempat yg paling buruk klw kau sendiri tdk tau apa2..buah itu di kenal dari pohonx..pengajaran yg baik akan menuai hasil yg baik..
DeleteAjaran itu akan terealisasi dlm perbuatan manusia sehari2..
Puji Tuhan yesus sbgai Allah yg Hidup,sdh 2022 tahun sampai saat ini,kekristenan ttp eksis dlm berbagai Siklus kehidupan manusia.
Apa bila kekristenan menuhankan Tuhan yg salah,maka kekristenan tdk menjadi manusia2 hebat yg dpt merubah peradaban Dunia,menciptakan tekhnogi seprti hp yg kau pakai saat ini,menjadi mayoritas umat terbanyak di dunia dgn jumlah yg sangat fantastis 2,3 miliar pengikut Kristus dan tdk mungkin akan hidup damai kepda semua makhluk...Justru sebalikx,,kekristenan yg bahagia namun kalian yg mendapat malapetaka itu seprti ucapanmu di atas maka JAHANAM TEMPAT SEBURUK BURUK TEMPAT DI AKHIRAT KELAK untuk kalian.
Banyak bohong, bilangnya mualaf tamatan s2 vatican lah apalah. Tapi semua itu bohong demi menipu umat TUHAN. Jangan tipu dirimu sendiri krn alah swt bukan ALLAH dlm Alkitab. You paham hai mualaf sesat
ReplyDelete