Mereka yang telah membaca
karya saya sebelumnya yang berjudul “Peace
Child, Lords of the Earth, dan Eternity in Their Hearts (Anak Perdamaian, Tuhan atas Semesta,
dan Kekekalan dalam Hati Mereka)” pasti ingat bahwa saya telah menjelaskan
mengenai dokumen yang sesungguhnya merupakan keistimewaan kehidupan manusia
yang sangat menarik. Saya menyebutnya “analogi penebusan”. Bekerja
sebagai peneliti linguistik, tabib dan pendidik di kalangan suku bangsa-suku
bangsa Jaman Batu di Irian Jaya, Indonesia, saya dan isteri saya, Carol,
mengenal banyak adat dan kebiasaan, legenda-legenda dan tradisi-tradisi
setempat yang sesungguhnya serupa dengan laporan Alkitab mengenai kehidupan dan
pengajaran Yesus. Seorang advokad yang sensitif mungkin akan memanfaatkan
unsur-unsur kultural insidental ini sebagai jembatan untuk membujuk suku
bangsa-suku bangsa minoritas yang merasa terancam untuk menjauhi hal-hal
seperti perang antar suku, kanibalisme, dan pengayauan — sebelum polisi
negara dengan bersenjatakan AK-47 melakukan tindakan represif yang membuat jera
mereka.
PENELITIAN SAYA ATAS ANALOGI-
ANALOGI PENEBUSAN
Dalam buku “Peace Child”
(Anak Perdamaian), saya mengungkapkan bagaimana Carol dan saya bersahabat
dengan suatu suku bangsa yang disebut suku Sawi yang merupakan pengayau-
pengayau kanibalistik yang berjumlah 3000 orang. Kami menyaksikan mereka hidup
terpencil di salah satu daerah berpaya-paya yang sangat luas di Irian Jaya.
Kami tinggal di antara mereka dan belajar bahasa mereka. Suku bangsa Sawi
sering diserang penyakit malaria yang ganas dan penyakit-penyakit tropis yang
lain. Bahkan lebih tragis lagi, mereka membinasakan sebagian besar penduduk
mereka sendiri dengan cara saling berperang di antara sesama suku maupun
berperang melawan suku-suku lain secara berkala. Sebagai suatu alternatif dari
kekejaman yang bersifat genosida yang sangat mengerikan itu, kami menganjurkan
agar suku Sawi berdamai dengan Tuhan dan sesamanya dengan cara mengimani berita
Injil Kristiani.
Kami menghadapi suatu
hambatan besar yang harus kami atasi.
Manakala saya menceritakan
kepada suku Sawi bagaimana Yudas Iskariot, salah seorang murid Yesus,
mengkhianati Yesus dengan sebuah ciuman, mereka justru memuliakan Yudas sebagai
seorang pahlawan dari kisah tersebut. Mereka bahkan memberikan gelar kehormatan
kepada Yudas sebagai taray duan (seorang jagoan pengkhianatan).
Seorang suku Sawi mengatakan :”Secara terus terang kami tidak pernah berpikir
untuk mencium korban-korban pengkhianatan kami. Yudas benar-benar telah
mengalahkan kami. Dialah laki-laki yang sangat tepat untuk dijadikan menantu
oleh keluarga-keluarga yang mempunyai anak gadis”.
Hati saya sedih. Saya baru
menyadari saat itu bahwa pengkhianatan merupakan “budaya kebangsaan masa lalu”
suku Sawi. Apa yang harus saya katakan untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus
bukanlah seorang korban yang terpedaya ? Bagaimana saya dapat menunjukkan
kepada mereka bahwa sesungguhnya Yesuslah yang merupakan pahlawan bukan Yudas ?
Ketika pecah perang antara
dua desa suku Sawi yang letaknya berdekatan, saya berulang-ulang menyarankan
mereka untuk saling berdamai, namun saran saya tersebut tidak membawa hasil
sampai pada suatu ketika Kaiyo, seorang sesepuh dari salah satu desa yang
berperang tersebut menerima ajakan saya tersebut.
Untuk menjalin perdamaian,
Kaiyo menyerahkan anaknya yang tunggal yang bernama Biakadon kepada salah satu
musuh besarnya yaitu Mahor. Mahor merasa sangat terharu, kemudian dia memeluk
si kecil Biakadon dan menobatkannya sebagai “anak perdamaian”. Mahor
selanjutnya mengundang semua anak buahnya baik laki-laki maupun wanita untuk
menumpangkan tangan mereka ke atas anak tersebut sambil bersumpah bahwa tidak
akan ada lagi peperangan melawan penduduk desa Kaiyo selama Biakadon, sang anak
perdamaian, tetap tinggal di dalam rumah Mahor. Saya menghela nafas dalam-dalam
sambil merenungkan tentang suatu peristiwa yang dilakukan Tuhan ribuan tahun
yang lalu yang hampir serupa dengan peristiwa yang baru saja terjadi dalam
lingkungan budaya suku Sawi yaitu ketika Tuhan menyerahkan PuteraNya yang
Tunggal, Yesus Kristus, sebagai korban untuk menebus dosa manusia.
Saya segera memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk memproklamirkan bahwa Yesus adalah Tarop
Tim Kodon (Anak Perdamaian yang Agung) yang
diberikan kepada manusia oleh Navo Kodon (Bapa
yang Agung yaitu Tuhan kita, Sang Maha Pencipta).
Analogi tersebut bukan hanya
sekedar membuka mata kita tetapi telah menjadi suatu penjala jiwa. “Kalau
seandainya anda dari dulu menyatakan bahwa korban pengkhianatan Yudas adalah
anak perdamaian, kami pasti tidak akan memuliakan Yudas”, seru
orang-orang Sawi tersebut untuk meyakinkan saya. Mereka lebih lanjut berkata:
“Memperlakukan seorang anak perdamaian dengan tidak semestinya merupakan suatu
kejahatan yang keji”. Dengan iman, mereka akhirnya menyerahkan diri
kepada Yesus sambil berjanji untuk setia kepada Tuhan Maha Agung yang telah
memberikan anak perdamaian sebagai korban untuk penebusan dosa manusia.
Pengayauan berhenti. Gereja-gereja bermunculan di setiap desa. Suku Sawi
belajar untuk menyelesaikan semua kesalahpahaman dengan cara melakukan
konsultasi dan tidak lagi membuat konflik.
Saat ini mereka
bertambah sehat dan bahagia, dan jumlah mereka terus bertambah.
Tempat Perlindungan
Suku bangsa primitif lain
yaitu suku Yali yang menjadi bahan tulisan dalam buku karangan saya yang ke dua
yang berjudul “Lords of the Earth” memiliki tempat-tempat perlindungan. Bagi
mereka, Yesus menjadi osowa ovelum (tempat perlindungan yang sempurna).
Dalam buku saya yang berjudul “Eternity in Their Hearts”, saya mencantumkan 25
analogi penebusan lainnya yang saya kumpulkan dari seluruh dunia. Memang tidak
semua analogi tersebut saya peroleh dari lingkungan budaya animisme
semacam Sawi dan Yali. Misalnya, dalam naskah piktografi Cina yang telah
berusia 4000 tahun terdapat radikal yang berarti “seekor domba” yang
tergambar di atas radikal yang berarti “saya”. Gabungan kedua radikal tersebut berarti
“kebenaran”. Jadi kalau dibaca menurut kaidah tulisan huruf latin bunyinya
“saya di bawah domba”. Bagi bangsa Cina ungkapan “saya di bawah domba” berarti
“kebenaran”. Aksara Mandarin yang merupakan gabungan dari dua radikal tersebut
di atas merupakan indikasi bahwa bangsa Cina mengacu kepada Yesus Kristus, Sang
Domba Paskah yang Benar yang dikorbankan untuk menebus dosa manusia (dosa
saya).
Pohon Yang Terbalik
Sampai hari ini, hampir di
setiap tempat yang saya lihat dan kunjungi saya menemukan lebih banyak lagi
contoh-contoh lain. Naskah India kuno yang disebut Weda mendeskripsikan
sebuah pohon yang terbalik, bukan karena pohon itu dijebol dan dibalik
tetapi karena pohon itu berakar di surga dengan cabang-cabangnya menjalar ke
atas bumi, memberikan buah-buahnya kepada umat manusia. Selain itu,
batang pohon tersebut telah ditoreh, dan getahnya mengucur ke bawah seperti
darah yang sangat berguna untuk menyembuhkan penyakit umat manusia.
ISLAM — KEKECUALIAN YANG PALING
BESAR
Menjelang berakhirnya masa 15
tahun saya tinggal di lingkungan suku Sawi, para imigran Muslim dari
pulau-pulau Indonesia lainnya yang padat penduduknya mulai menyebarkan agama
Islam ke Irian Jaya di antara suku-suku bangsa di sana. Saat ini jumlah
pemeluk agama Islam di Indonesia sudah mencapai hampir 175 juta orang.1
Sedikit demi sedikit
perhatian saya bergeser dari studi mengenai kebudayaan animisme menuju ke studi
mengenai Islam. Akhirnya saya mengadakan perjalanan ke berbagai negara Muslim
seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Saudi Arabia. Saya juga telah berjumpa
dengan banyak orang Muslim di berbagai tempat yang saya kunjungi. Pada
suatu hari tepatnya tanggal 11 September 2001, ketika saya melihat dan membaca
suatu ulasan berita mengenai penyerangan terhadap Pusat Perdagangan Dunia dan
Pentagon yang dilakukan oleh beberapa teroris Islam, saya segera menyadari apa
yang akan menjadi misi saya berikutnya dalam hidup ini. Saya harus meneliti
Islam sampai ke akar-akarnya mulai dari pendirinya dan landasan-landasan dasar
berpikirnya sebagaimana yang tertulis dalam Alquran.
Sebagai penemu ide mengenai
analogi-analogi penebusan di India, Cina, dan di antara suku-suku liar di Irian
Jaya, dapatkah saya juga menemukan keparalelannya dalam Alquran atau dalam
Hadis? Seperti halnya analogi penebusan yang diterima oleh suku Sawi sebagai
sarana untuk menjauhi perang antar suku yang sebelumnya menjadi kebiasaan
mereka, dapatkah analogi penebusan Alquraniah juga dijadikan sarana oleh
orang-orang Muslim radikal untuk menjauhi (meninggalkan) terorisme.
Saya telah memperoleh
pengetahuan yang memadai tentang dunia Muslim sebelum tanggal 11 September
2001. Sekarang saya harus lebih mencermati dan mendalami sumber-sumber asli
literatur Islam itu sendiri. Saya membaca berbagai terjemahan Alquran. Saya
juga mempelajari dengan cermat kitab suci Islam yang lain yang disebut Hadis
serta buku-buku lain yang juga merupakan hasil penelitian tentang Islam
yang telah ditulis sebelum saya mulai dengan penelitian saya ini.
Apa yang saya temukan sungguh
sangat mengejutkan hati saya. Saya baru tahu bahwa Islam adalah yang paling
unik di antara agama-agama non-Kristen lainnya. Islam berdiri sendiri dan
merupakan satu-satunya sistem keagamaan yang dirancang khusus yang pasti akan
membuat frustrasi siapapun yang berusaha untuk mendekatinya dengan menggunakan
metode analogi penebusan. Berikut ini kisahnya : Sementara di satu sisi
Muhammad mengklaim bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Baru berasal dari Tuhan,
namun kami menemukan bahwa 1400 tahun yang lalu nabi Muhammad secara drastis
mendefinisi ulang ajaran-ajaran (prinsip-prinsip) fundamental yang terdapat
dalam Alkitab, termasuk konsep mengenai Tuhan. Sebagai contoh :
§ Tuhan umat Kristen dan Yahudi
selalu menepati janji-janjiNya. Sebaliknya, Tuhan umat Islam seringkali
membatalkan janji-janjiNya yang telah dibuat sebelumnya. Tuhan umat Islam
bahkan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah
diperintahkanNya sendiri, tanpa alasan sehingga menimbulkan tanda tanya yang
selamanya tidak terjawab.
§ Orang Kristen berbicara
tentang Yesus yang melalui kematianNya dosa isi dunia memperoleh penebusan.
Namun menurut ajaran-ajaran Islam Yesus tidak mati dan tidak bangkit lagi dari
kematian. Konsep mengenai penebusan yang dijadikan landasan dasar yang sah oleh
Tuhan untuk membebaskan manusia dari dosa bukan saja tidak dapat dipahami
oleh Islam bahkan lebih parah lagi konsep tersebut dengan tegas ditolak oleh
Islam.
§ Kitab-kitab suci Muslim
menuduh umat Kristen menyembah tiga tuhan dan mengajarkan bahwa Tuhan
bersetubuh dengan Maria sehingga menyebabkan Maria mengandung Yesus.
§ Teks-teks Islam mendefinisi
ulang surga umat Kristen dan Yahudi secara tidak senonoh, sebagaimana yang akan
saya jelaskan nanti.
§ Pernyataan Yesus dalam Matius
22 : 21 yang berbunyi: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan
kepada Kaisar dan kepada Tuhan apa yang wajib kamu berikan kepada Tuhan”
membuktikan bahwa Yesus merestui pemisahan antara agama dengan pemerintahan
sipil. Sebaliknya, Islam menyatukan agama dengan pemerintahan dengan
menggunakan “rantai-rantai besi”.
Semakin dalam saya menggali
isi Alquran semakin sadarlah saya bahwa metode analogi penebusan tidak
akan berhasil bila diterapkan untuk mendekati Islam. Oleh karena itu,
saya harus mencermati agama ini — pendirinya dan ajaran-ajarannya — dengan
menggunakan kacamata berbeda, sesuatu yang berlawanan dengan metode analogi
penebusan.
Dengan cermat saya
mempertimbangkan spektrum kemungkinan-kemungkinan mulai dari tahapan
penyimpulan yang bersifat tidak ofensif dan secara politis benar sampai ke
tahapan pembuktian adanya kesalahan yang disampaikan secara tegas/keras. Dengan
sikap kurang lebih seperti seorang pengacara yang sedang memeriksa saksi yang
tidak kooperatif, saya telah menerapkan pendekatan dengan menggunakan metode
interogasi. Cara tersebut dapat juga disebut investigasi jurnalistik yang
dilengkapi dengan uraian berdasarkan fakta-fakta (bukti-bukti). Dengan
mengacu pada Alquran yang merupakan sumber yang paling dipercaya oleh umat
Muslim, saya mencari fakta yang benar tentang Alquran itu sendiri dan tentang
Muhammad. Dalam buku “Secrets of the Koran” ini, dengan penuh keyakinan saya
menyajikan suatu kasus yang penting dan membelalakkan mata kita. Anda sebagai
para pembaca baik umat Kristen, umat Muslim, maupun umat-umat lain merupakan
juri (penilai) de facto yang akan memberi penilaian atas bukti-bukti yang saya
paparkan ini. Dan sudah pasti keputusan terakhir akan ditentukan oleh Tuhan
sendiri sebagai Hakim yang Agung.
Ketika anda membaca buku ini,
berusahalah untuk menyingkirkan praduga-praduga tentang Islam, Muhammad,
dan Alquran yang mungkin telah ada dalam pikiran anda. Lihatlah pada kata-kata
Alquran dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Muhammad sebagaimana yang
dideskripsikan dalam sumber-sumber Islam. Bukalah mata anda untuk melihat
rahasia-rahasia yang terungkap dalam teks Alquran berbahasa Arab dan kebenaran
yang telah disingkapkan secara gamblang oleh sejarah. Bertanyalah pada diri
sendiri mengenai apakah artinya semua ini pada saat ini baik bagi umat Muslim
maupun bagi seluruh dunia.
Para pembaca Kristen mungkin
bertanya mengapa saya tidak menekankan tentang bagaimana kasih Tuhan telah
menaklukkan semua kejahatan dan ketidakadilan. Anda tidak perlu
kuatir dan yakinlah bahwa yang mendasari penulisan buku ini adalah
keyakinan saya bahwa Tuhan sangat mengasihi setiap orang, termasuk umat Muslim,
dan saya dengan tulus berdoa bahwa kasih Tuhan yang disertai dengan
pengungkapan pengetahuan faktual akan menerangi hati dan pikiran umat Muslim.
Saya menggunakan cara agresif
, investigatif, dan interpretif bukan untuk menyerang siapapun tetapi
untuk secara sepenuhnya mengungkapkan, memahami, menggaris-bawahi fakta-fakta
yang ada. Saya tidak ingin mengecam siapapun karena kecaman justru bisa diartikan
oleh umat Muslim sebagai suatu penghinaan. Saya yakin mayoritas umat Muslim
bukanlah orang jahat.
Faktanya, ketika saya
meneliti Alquran, kehidupan Muhammad, ajaran-ajaran Islam, dan tulisan-tulisan
para pembela Islam , saya tidak menyiratkan bahwa setiap orang Muslim
menyetujui atau memahami inti permasalahan yang berakar pada Islam itu sendiri.
Saya juga tidak berpendapat bahwa orang Muslim secara membuta mempertahankan
semua hal yang diperbuat dan diajarkan oleh Muhammad. Selain itu, saya juga
tahu bahwa banyak di antara umat Muslim yang tidak pernah membaca Alquran atau
mereka hanya membacanya dalam bahasa Arab tetapi tidak mengerti artinya. Yang
lebih menyedihkan lagi, banyak wali Islam telah menyembunyikan atau
memutar-balikkan sejumlah besar fakta yang terkandung dalam landasan dan jiwa
agama Islam. Sesungguhnya, para pemimpin Islam yang jujur dan cinta damai perlu
mengkaji ulang keimanan mereka sendiri manakala mereka telah
melihat fakta-fakta yang terkandung dalam Alquran yang asli. Inilah
realitas yang sangat mencemaskan hati, namun mau tidak mau harus kita hadapi
pasca peristiwa 11 September 2001 kalau kita akan mengalami kedamaian.
Dengan dilandasi pemikiran
tersebut di atas, marilah kita membuka mata kita dan mulai meneliti dengan
cermat rahasia-rahasia Alquran.
No comments:
Post a Comment