Seberapa Banyak Muslim Meyakini Bahwa
Quran Itu Rapi, Jelas, Rinci dan Terjaga Sempurna?
Para Muslim memuja kehebatan dan
keunikan Kitab Quran yang dikatakannya sebagai pewahyuan surgawi yang tiada
tara. Karena dari surga maka Quran diagungkan sebagai samudera maha luas yang
tidak terselami manusia. Quran adalah “larger than life”! Itu sebabnya segala
keanehan, kekusutan, dan semua ketidak logisan Quran serentak jadi
terselesaikan ketika semuanya itu dianggap dan dinisbatkan sebagai keunikan dan
kehebatan dari Kalimat Allah yang tiada tandingannya!
Tetapi sebaliknya, dengan mata telanjang seorang biasa pun mampu melihat
sederetan kisah-kisah Quran yang saling tidak menyambung satu dengan yang
lainnya. Sama sekali tidak ada satu pola penulisan yang baku, apakah itu
kronologis ataupun topikal. Semuanya tercampur baur dan kacau tanpa ada
kejelasan sistim maupun urutan. Dan sistim kacau ini – karena larger than
life — harus diartikan sebagai “tampak kacau” tetapi sesungguhnya ia itu “tidak
tercakup oleh sistim dunia”. Alur-akal semacam inilah yang selalu dipakai para
ulama Islam untuk meredam setiap kritik terhadap Quran.
ACAK-LEPAS-BERANTAKAN
Quran, yang walau dihadirkan melalui “satu mulut”, namun merebakkan begitu
banyak perguncingan, terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Tidak ada kitab
lain di dunia yang ditulis dengan sistem
yang begitu aneh.
Topik, isi, dan urutan Al-Quran (baca:
wahyu sempurna langsung dari mulut Allah sendiri) semuanya tersusun
awut-awutan, acak, lepas-lepas, ulang-alik, serta loncatan tak beraturan!
Apakah ini wahyu malaikat yang tertib
ataukah ocehan berantakan dari orang yang kesurupan? Apakah Quran Kitab yang
tiada tanding? YA, benar, karena nama judul-judul suratnya (bab) bahkan tidak
merupakan tema dari isi suratnya! Ini akibat dari keacakan ekstrim yang tidak
bisa dirujukkan lagi ke tema inti, karena tema intinya pun telah kehilangan
polanya!
Surat dengan judul Al Israa’ misalnya
terdiri dari 111 ayat, namun isinya yang berkaitan dengan Perjalanan Malam itu
hanyalah di ayat pertama, dan itulah satu-satunya! Ayat ke-2 beralih tentang
Musa, ayat-3 lari tentang Nuh, seterusnya tentang bani Israel, lalu tentang
Quran, lalu melompat ke kejadian siang dan malam dan, bla...bla...bla..., seterusnya…
Wah, Allah manakah yang bersabda
dengan sesukanya tanpa arahan-urut-tertib kepada pendengar-Nya? Bahkan
membantah kepada sifat-sifat diriNya sendiri yang dikatakan terukur dan
maha-rapi: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”
(54:49) DAN “…(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci” (11:1).
ANTI-KRONOLOGI
Tanpa kecuali, semua hal yang terjadi
di dunia tunduk kepada garis-urut kronologi yang Tuhan ciptakan. Kakek
mendahului ayah mendahului anak mendahului cucu dst. Begitu pula kata-kata yang
diwahyukan Allah pertama kali kepada Muhammad di gua Hira, yaitu:surat Al’Alaq,
(surat ke-96, tahun 610) tentu mengawali wahyu manapun, yaitu surat Maryam
(surat ke-19, awal-tengah surat Makkiyah), yang pasti mendahului
surat Al Israa’ (surat ke-17, mulai
tahun 620), yang yakin telah mendahului
surat At Taubah (surat ke-9, surat
Madaniyah yang terakhir)…
Maka segera terlihat bahwa “keajaiban”
atau “keunikan” wahyu Quran ini terletak pada kesengajaan Allah
memporak-perandakan susunan kronologi yang sudah Dia tetapkan. Kenapa dikatakan
sengaja? Ya, karena oleh Allah sendiri, Quran sekarang telah-diatur dengan
mengurutkan sistim urut sebaliknya (!), yaitu surat-9 At Taubah mendahului
surat-17 Al Israa’ mendahului surat-19 Maryam, mendahului surat-96 Al’Alaq!
Tampaknya Allah yang awalnya
menurunkan wahyu kronologis dari mulutNya, diubah lagi menjadi “akronologi”:
wahyu dikocok ulang melawan waktu ketika-mana ia diturunkan aslinya. Sungguh
ajaib bahwa Allah SWT berwatak dualistis dalam soal tertib waktu terhadap
manusia: setelah wahyuNya ditundukkan kepada kronologi, lalu Ia mengacaukannya
ulang dengan anti-kronologi, menentang sistim-waktu-urut yang Dia buat sendiri
bagi jagad raya. Alhasil
Muslim mendapati Quran yang tampak tersusun “asal-asalan”.
SISIP-MENYISIP
Dan diwaktu yang lain, Jibril Allah
juga membisikkan (atau membiarkan Muhammad?) agar ayat-ayat dan surat
dipindahkan dan dikacaukan letaknya, “tidak usah lagi” bermukim di tempat yang
tadinya dia sudah ditempatkan baik-baik dalam jajaran Quran! Lihat contohnya
surat Al Fatihah. Kapan surat itu diturunkan tak ada seorang saksi-matapun yang
tahu. Yang kita tahu adalah justru sebaliknya dari Ibn Mas’ud, yaitu seorang
sahabat Nabi yang paling direkomendasi oleh Muhammad untuk belajar Quran (Sahih
al-Bukhari, V, pp.96-97), ia ini berkata dimuka umum: “Demi Allah, tidak ada
satu ayat pun dari Al-Quran tanpa kuketahui latar belakang diturunkannya ayat
tersebut. Tidak ada seorang-pun yang lebih mengetahui tentang Kitabullah
dibanding aku…..” (HR.Ahmad bin Hanbal). Nah, orang inilah yang menampik Al-Fatihah sebagai surat
wahyu bagian dari Quran (Suyuti dalam Al Itqan pp. 66, 67).
Baca juga Muqaddimah surat Yunus yang
blak-blakan mencantumkan, “Surat Yunus terdiri atas 109 ayat, termasuk golongan
surat-surat Makkiyah kecuali ayat 40, 94, 95 yang diturunkan … di Madinah”.
Tampaklah bahwa pengacauan tempat asli
ayat-ayat Allah telah dilakukan oleh penetapan Muhammad sendiri (tauqifi Nabi),
dengan cara sisip menyisipkan ayat-surgawi:
“Diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari
Utsman ibn Affan bahwa apabila diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia memanggil
sekretaris untuk menuliskannya, kemudian bersabda, “Letakkanlah ayat ini dalam
surat yang menyebutkan begini atau begitu.” (Tirmidzi, Sunan, kitab al-tafsir,
bab surat 9).
Maka wahyu yang paling pertama diturunkan, Surat Al-Alaq, lalu ditempatkan
menjadi surat dengan nomor urut ke-96. Kenapa 96? Wah, hanya setan yang tahu,
bukan Allah! Anehnya lagi, wahyu awal itu hanya meliputi 5 ayat pertama
diantara 19 ayat yang ada. Jibril rupa-rupanya menahannya, agar kelak
bisa disisipkan oleh Muhammad dengan tambahan 14 ayat susulan (!), dan itu
terjadi sesudah beberapa tahun kemudian! (M. Hadi Ma’rifat, Sejarah Lengkap
Al-Quran, p.80)
BATAL-MEMBATAL SESAMA WAHYU
Jibril as. bolak-balik membisikkan
kepada Muhammad satu unit-wahyu disatu waktu dan tempat, tetapi diwaktu dan
tempat yang lain Jibril yang sama turun lagi untuk membisikkan bahwa wahyu
tersebut harus dibatalkan dan digantikan dengan yang sama atau yang lebih baik
lagi (nasikh-mansukh, Qs 2:106)!
Mengganti dan membatalkan Firman?
Ganti dengan yang lebih baik? Tidak ada Kitab Suci lain dimana hukum Tuhan
di-kanibal oleh sesama hukumNya. Setiap sifat ilahi adalah kekal, tentu
termasuk Firman-Nya. Jibril ditugaskan hanya untuk menyampaikan sesuatu yang
TERBAIK dari Allah yang Maha Tahu dan Maha Baik. Adalah suatu kekonyolan bila
yang terbaik itu belakangan ternyata “kurang terbaik”, sehingga Allah susulkan
lagi dengan yang “terbaik versi baru”, yaitu dengan cara menasakh-kan,
membatalkan sejumlah ayat-ayat ALLAH yang terlanjur kurang pas (?) Begitu
banyak kesia-siaan wahyu yang diulang-alik, yang mana Jibril diharuskan bolak
balik khusus untuk men-transmisikannya kepada Muhammad apa-apa yang kurang pas
untuk kemudian diganti dengan yang lebih pas! Padahal Firman Allah itu
dikatakan jelas-jelas (muhkamat) tidak dapat ditukarkan dan tidak ada perubahan
atasnya (6:34, 10:64, 48:23). Firman secara kekal ke kekal telah tercantum
dalam induk Alkitab di sisi Allah (43:4 85:22).
Kita tahu seluruh ayat-ayat Quran
di-klaim oleh seorang Muhammad yang mengatas namakan secara berantai dua sosok
lain yang berbeda zatnya – malaikat Jibril yang juga mengatas namakan Allah
SWT. Akan tetapi klaim ini tidak ada bukti keterlibatan atau manifestasi apapun
dari pihak yang diatas-namakan itu! Kemudian ayat-ayat itu ditulis dan
dikumpulkan ramai ramai (dan beberapa kali!) oleh para qurra (penghafal
ayat-ayat lepas) yang berakhir dengan dekrit Khalifah tanpa disaksikan
lagi oleh Muhammad.
Maka siapa sejati-jatinya yang
berkata-kata dalam Quran itu? Apakah Allah? Ibril? Muhammad? Manusia lain?
Sekalipun diimani mati-matian bahwa seluruh isi Quran adalah mutlak firman
langsung dari Allah, namun nyatanya itu hanyalah buah hasil berantai yang tidak
jelas siapa yang berfirman!
Misalnya saja, siapakah yang
sesungguhnya berfirman dalam Al-Fatihah ayat 5:
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan
hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”
Atau sebaliknya, kepada siapakah Allah
telah berbicara ketika Ia bersabda: “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu
tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu
menurut kemauan hawa nafsunya” (53:1-3).
Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang
rancu begitu…. Untuk menghindari kerancuan tentang siapa-siapa yang
sesungguhnya telah berfirman kepada siapa, maka Montgomery Watt terpaksa
mengeneralisasikan semuanya dalam satu istilah: Quran berkata!
Muslim sangat awas bahwa rantai
periwayatan sebuah Hadis (transmisinya/sanadnya) harus sampai kepada Nabi agar
dapat disebut hadis shahih. Tetapi “sanad” Quran yang sesungguhnya jauh harus
lebih kokoh ketimbang Hadis Nabi, justru diabaikan oleh Muslim! Sejarah
mencatat bahwa rantai transmisi mushaf Utsman justru terputus “sanad”nya yang
tak mencapai Nabi (!) Mushaf
Utsman hanyalah salinan – bukan sumber primer – dari Mushaf Abu Bakar dll.
Setelah tersalin, maka semua naskah primer Quran (atau bagian-bagiannya)
diharuskan untuk dimusnahkan dengan perintah sepihak oleh Utsman (HS.Bukhari
VI, p.479; Tafsir Tabari I, p.20), walau isinya saling beda dengan mushaf
primer lainnya (misalnya Ibn Mas’ud hanya punya 110 surat, dan Ubay ibn Ka’ab
malah 116 surat). Nah, naskah-naskah primer yang dimusnahkan inilah yang
“terhapus sanadnya”, (tidak disaksikan oleh Muhammad) sehingga Muslim kini
tidak bisa menunjukkan kepada dunia naskah manakah yang shahih dari mulut Muhammad.
Dengan perkataan lain,
mushaf yang dihasilkan atas dekrit kekuasaan Utsman ini sungguh harus gugur
demi hukum, demi saksi dan bukti, demi moral dan etika!
KERUSAKAN STRUKTURAL
Dalam setiap Ramadhan, Jibril
dikatakan selalu mengunjungi Muhammad dan keduanya asyik me-review ayat-ayat
yang sudah diturunkan. Pertanyaan terbesar adalah apa yang direview? Ulama
Islam mengatakan bahwa yang direview adalah semuanya, ya isi ayat, makna ayat,
susunan dan urutan ayat. Nah, kalau sudah mereview begitu, kenapa masih ada
ayat-ayat Quran yang acak, yang sisipan susulan, dan urutan kronologi yang
simpang-siur? Kenapa tidak direview keaslian ayat-ayat Allah dengan mendasarkan
apa yang sudah mulus-mulusnya ia diturunkan sejak awal, dan tidak dikacaukan
lagi? Jadi benarkah itu asli Quran surgawi, asli eks-sosok malaikat Jibril yang
Tuhan utuskan? Tidakkah kompilasi seorang Muhammad yang karena cacatnya dia
dalam aksara (ummi) maka “tauqifi Nabi” yang dicobainya untuk “membenahi”
sistim penyusunan kitab malahan menjadikannya kacau berarakan?!
Bagaimanapun, urutan asli surat dan ayat yang kacau balau telah terjadi
secara struktural di seluruh Quran. Padahal ia semestinya mengikuti urutan
tertib kronologi yang alami OTOMATIS ketika Jibril menurunkan wahyu awalnya
yang asli, yaitu berturut-turut:
Surat Al-Alaq (96),
Al-Qalam (68),
Al-Muzzammil (73),
Al-Muddatstsir (74), dan seterusnya.
(menurut Allamah MH. Thabathaba’i,
Mengungkapkan Rahasia al-Quran, p 124).
Namun kini urutan tersebut telah
diduduki secara tidak jelas dan tanpa alasan dari Muhammad (atau sahabatnya)
yang mengatas namakan Jbril/Allah SWT, menjadi:surat 1 (Al-Fatihah), lalu
surat 2 (Al-Baqarah), dan seterusnya, seperti kitab Quran saat ini.
Sepantasnya Muslim bertanya, “Kenapa
sesudah Jibril menurunkan Quran awal dengan tertib urut kronologi lalu harus
mendadak merombaknya dengan urutan acak dan sisip? Apakah ada keunggulan nyata
sistim anti-kronologi dan bongkar pasang buat Quran? Apakah kerja demikian
adalah BENAR dimata Allah (?), dan merupakan ciri kerja Allah sendiri menuruti
hakekatNya yang tertib, rapi, dan jelas terperinci seperti yang Dia klaim
sendiri tentang diriNya (?), “…(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun
dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci” (Surat 11:1)? Bahkan benarkah semua
kekacauan ini membuktikan jaminan mutlak dari Allah bahwa Ia sendirilah yang
menjaga wahyuNya (?),
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (15:9).
Muslim yang bernalar agaknya tak bisa
lain kecuali merasa amat risau mencernakan pernyataan orang-orang yang
mempertanyakan sepak terjang Jibril: “Apakah Jibril tidak ada kerjaan lain kecuali mengurusi ayat dan surat
yang acak-acak dan sisip-sisip dan batal-batal dan ganti-ganti dan urut-urut …
semuanya bolak-balik berulang-ulang?!”
Bangsat
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteLah emang bener, baca terjemahan Indonesianya dan selidiki, jangan kan jadi kitab suci, jadi buku bacaan aja gak memenuhi syarat, manusia bisa bikin buku jauh lebih baik dari dari itu, salah satu syarat buku itu harus sistematis, makanya yg baca Qur'an jadi kusut otaknya karena kacau, masa pinteran manusia membuat buku dari si pembuat quran.
Delete👍
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete