Monday, February 16, 2015

YESUS ANAK PERDAMAIAN

Mereka yang telah membaca karya saya sebelumnya yang berjudul “Peace Child, Lords of the Earth, dan Eternity in Their Hearts (Anak Perdamaian, Tuhan atas Semesta, dan Kekekalan dalam Hati Mereka)” pasti ingat bahwa saya telah menjelaskan mengenai dokumen yang sesungguhnya merupakan keistimewaan kehidupan manusia yang sangat menarik. Saya menyebutnya “analogi penebusan”.  Bekerja sebagai peneliti linguistik, tabib dan pendidik di kalangan suku bangsa-suku bangsa Jaman Batu di Irian Jaya, Indonesia, saya dan isteri saya, Carol, mengenal banyak adat dan kebiasaan, legenda-legenda dan tradisi-tradisi setempat yang sesungguhnya serupa dengan laporan Alkitab mengenai kehidupan dan pengajaran Yesus. Seorang advokad yang sensitif mungkin akan memanfaatkan unsur-unsur kultural insidental ini sebagai jembatan untuk membujuk suku bangsa-suku bangsa minoritas yang merasa terancam untuk menjauhi hal-hal seperti perang antar suku, kanibalisme, dan  pengayauan — sebelum polisi negara dengan bersenjatakan AK-47 melakukan tindakan represif yang membuat jera mereka.

PENELITIAN SAYA ATAS ANALOGI- ANALOGI PENEBUSAN
Dalam buku “Peace Child” (Anak Perdamaian), saya mengungkapkan bagaimana Carol dan saya bersahabat dengan suatu suku bangsa yang disebut suku Sawi yang merupakan pengayau- pengayau kanibalistik yang berjumlah 3000 orang. Kami menyaksikan mereka hidup terpencil di salah satu daerah berpaya-paya yang sangat luas di Irian Jaya. Kami tinggal di antara mereka dan belajar bahasa mereka. Suku bangsa Sawi sering diserang penyakit malaria yang ganas dan penyakit-penyakit tropis yang lain. Bahkan lebih tragis lagi, mereka membinasakan sebagian besar penduduk mereka sendiri dengan cara saling berperang di antara sesama suku maupun berperang melawan suku-suku lain secara berkala. Sebagai suatu alternatif dari kekejaman yang bersifat genosida yang sangat mengerikan itu, kami menganjurkan agar suku Sawi berdamai dengan Tuhan dan sesamanya dengan cara mengimani berita Injil Kristiani.

Kami menghadapi suatu hambatan besar yang harus kami atasi.
Manakala saya menceritakan kepada suku Sawi bagaimana Yudas Iskariot, salah seorang murid Yesus, mengkhianati Yesus dengan sebuah ciuman, mereka justru memuliakan Yudas sebagai seorang pahlawan dari kisah tersebut. Mereka bahkan memberikan gelar kehormatan kepada Yudas sebagai taray duan (seorang jagoan pengkhianatan). Seorang suku Sawi mengatakan :”Secara terus terang kami tidak pernah berpikir untuk mencium korban-korban pengkhianatan kami. Yudas benar-benar telah mengalahkan kami. Dialah laki-laki yang sangat tepat untuk dijadikan menantu oleh keluarga-keluarga yang mempunyai anak gadis”.

Hati saya sedih. Saya baru menyadari saat itu bahwa pengkhianatan merupakan “budaya kebangsaan masa lalu” suku Sawi. Apa yang harus saya katakan untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus bukanlah seorang korban yang terpedaya ?  Bagaimana saya dapat menunjukkan kepada mereka bahwa sesungguhnya Yesuslah yang merupakan pahlawan bukan Yudas ?

Ketika pecah perang antara dua desa suku Sawi yang letaknya berdekatan, saya berulang-ulang menyarankan mereka untuk saling berdamai, namun saran saya tersebut tidak membawa hasil sampai pada suatu ketika Kaiyo, seorang sesepuh dari salah satu desa yang berperang tersebut menerima ajakan saya tersebut.

Untuk menjalin perdamaian, Kaiyo menyerahkan anaknya yang tunggal yang bernama Biakadon kepada salah satu musuh besarnya yaitu Mahor. Mahor merasa sangat terharu, kemudian dia memeluk si kecil Biakadon dan menobatkannya sebagai “anak perdamaian”. Mahor selanjutnya mengundang semua anak buahnya baik laki-laki maupun wanita untuk menumpangkan tangan mereka ke atas anak tersebut sambil bersumpah bahwa tidak akan ada lagi peperangan melawan penduduk desa Kaiyo selama Biakadon, sang anak perdamaian, tetap tinggal di dalam rumah Mahor. Saya menghela nafas dalam-dalam sambil merenungkan tentang suatu peristiwa yang dilakukan Tuhan ribuan tahun yang lalu yang hampir serupa dengan peristiwa yang baru saja terjadi dalam lingkungan budaya suku Sawi yaitu ketika Tuhan menyerahkan PuteraNya yang Tunggal, Yesus Kristus, sebagai korban untuk menebus dosa manusia.

Saya segera memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memproklamirkan  bahwa Yesus adalah Tarop Tim Kodon (Anak Perdamaian yang Agung) yang diberikan kepada manusia oleh Navo Kodon (Bapa yang Agung yaitu Tuhan kita, Sang Maha Pencipta).
Analogi tersebut bukan hanya sekedar membuka mata kita tetapi telah menjadi suatu penjala jiwa. “Kalau seandainya anda dari dulu menyatakan bahwa korban pengkhianatan Yudas adalah anak perdamaian, kami pasti tidak akan memuliakan  Yudas”, seru orang-orang Sawi tersebut untuk meyakinkan saya. Mereka lebih lanjut berkata: “Memperlakukan seorang anak perdamaian dengan tidak semestinya merupakan suatu kejahatan  yang keji”. Dengan iman, mereka akhirnya menyerahkan diri kepada Yesus sambil berjanji untuk setia kepada Tuhan Maha Agung yang telah memberikan anak perdamaian sebagai korban untuk penebusan dosa manusia. Pengayauan berhenti.  Gereja-gereja bermunculan di setiap desa. Suku Sawi belajar untuk menyelesaikan semua kesalahpahaman dengan cara melakukan konsultasi dan tidak lagi membuat konflik.

Saat ini mereka bertambah  sehat dan bahagia, dan jumlah mereka terus bertambah.

 

Tempat Perlindungan

Suku bangsa primitif lain yaitu suku Yali yang menjadi bahan tulisan dalam buku karangan saya yang ke dua yang berjudul “Lords of the Earth” memiliki tempat-tempat perlindungan. Bagi mereka, Yesus menjadi osowa ovelum (tempat perlindungan yang sempurna). Dalam buku saya yang berjudul “Eternity in Their Hearts”, saya mencantumkan 25 analogi penebusan lainnya yang saya kumpulkan dari seluruh dunia. Memang tidak semua analogi tersebut saya peroleh dari lingkungan budaya animisme  semacam Sawi dan Yali. Misalnya, dalam naskah piktografi Cina yang telah berusia  4000 tahun terdapat radikal yang berarti “seekor domba” yang tergambar di atas radikal yang berarti “saya”. Gabungan kedua radikal tersebut berarti “kebenaran”. Jadi kalau dibaca menurut kaidah tulisan huruf latin bunyinya “saya di bawah domba”. Bagi bangsa Cina ungkapan “saya di bawah domba” berarti “kebenaran”. Aksara Mandarin yang merupakan gabungan dari dua radikal tersebut di atas merupakan indikasi bahwa bangsa Cina mengacu kepada Yesus Kristus, Sang Domba Paskah yang Benar yang dikorbankan untuk menebus dosa manusia (dosa saya).

 

Pohon Yang Terbalik

Sampai hari ini, hampir di setiap tempat yang saya lihat dan kunjungi saya menemukan lebih banyak lagi contoh-contoh lain. Naskah India kuno  yang disebut Weda mendeskripsikan sebuah  pohon yang terbalik, bukan karena pohon itu dijebol dan dibalik tetapi karena pohon itu berakar di surga dengan cabang-cabangnya menjalar ke atas bumi, memberikan buah-buahnya kepada umat manusia.  Selain itu, batang pohon tersebut telah ditoreh, dan getahnya mengucur ke bawah seperti darah yang sangat berguna untuk menyembuhkan penyakit umat manusia.

ISLAM — KEKECUALIAN YANG PALING BESAR
Menjelang berakhirnya masa 15 tahun saya tinggal di lingkungan suku Sawi, para imigran Muslim dari pulau-pulau Indonesia lainnya yang padat penduduknya mulai menyebarkan agama Islam ke Irian Jaya di antara suku-suku bangsa di sana. Saat ini jumlah pemeluk  agama Islam di Indonesia sudah mencapai hampir 175 juta orang.1
Sedikit demi sedikit perhatian saya bergeser dari studi mengenai kebudayaan animisme menuju ke studi mengenai Islam. Akhirnya saya mengadakan perjalanan ke berbagai negara Muslim seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Saudi Arabia. Saya juga telah berjumpa dengan banyak orang Muslim di berbagai tempat yang saya kunjungi.  Pada suatu hari tepatnya tanggal 11 September 2001, ketika saya melihat dan membaca suatu ulasan berita mengenai penyerangan terhadap Pusat Perdagangan Dunia dan Pentagon yang dilakukan oleh beberapa teroris Islam, saya segera menyadari apa yang akan menjadi misi saya berikutnya dalam hidup ini. Saya harus meneliti Islam sampai ke akar-akarnya mulai dari pendirinya dan landasan-landasan dasar berpikirnya sebagaimana yang  tertulis dalam Alquran.

Sebagai penemu ide mengenai analogi-analogi penebusan di India, Cina, dan di antara suku-suku liar di Irian Jaya, dapatkah saya juga menemukan keparalelannya dalam Alquran atau dalam Hadis? Seperti halnya analogi penebusan yang diterima oleh suku Sawi sebagai sarana untuk menjauhi perang antar suku yang sebelumnya menjadi kebiasaan mereka, dapatkah analogi penebusan Alquraniah juga dijadikan sarana oleh orang-orang Muslim radikal untuk menjauhi (meninggalkan) terorisme.

Saya telah memperoleh pengetahuan yang memadai tentang dunia Muslim sebelum tanggal 11 September 2001. Sekarang saya harus lebih mencermati dan mendalami sumber-sumber asli literatur Islam itu sendiri. Saya membaca berbagai terjemahan Alquran. Saya juga mempelajari dengan cermat kitab suci Islam yang lain yang disebut Hadis serta buku-buku lain yang juga merupakan hasil penelitian tentang Islam  yang telah ditulis sebelum saya mulai dengan penelitian saya ini.

Apa yang saya temukan sungguh sangat mengejutkan hati saya. Saya baru tahu bahwa Islam adalah yang paling unik di antara agama-agama non-Kristen lainnya. Islam berdiri sendiri dan merupakan satu-satunya sistem keagamaan yang dirancang khusus yang pasti akan membuat frustrasi siapapun yang berusaha untuk mendekatinya dengan menggunakan metode analogi penebusan. Berikut ini kisahnya :  Sementara di satu sisi Muhammad mengklaim bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Baru berasal dari Tuhan, namun kami menemukan bahwa 1400 tahun yang lalu nabi Muhammad secara drastis mendefinisi ulang ajaran-ajaran (prinsip-prinsip) fundamental yang terdapat dalam Alkitab, termasuk konsep mengenai Tuhan. Sebagai contoh :
§  Tuhan umat Kristen dan Yahudi selalu menepati janji-janjiNya. Sebaliknya, Tuhan umat Islam seringkali membatalkan janji-janjiNya yang telah dibuat sebelumnya. Tuhan umat Islam bahkan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang telah diperintahkanNya sendiri, tanpa alasan sehingga menimbulkan tanda tanya yang selamanya tidak terjawab.
§  Orang Kristen berbicara  tentang Yesus yang melalui kematianNya dosa isi dunia memperoleh penebusan. Namun menurut ajaran-ajaran Islam Yesus tidak mati dan tidak bangkit lagi dari kematian. Konsep mengenai penebusan yang dijadikan landasan dasar yang sah oleh Tuhan untuk membebaskan manusia dari dosa bukan saja tidak dapat dipahami  oleh Islam bahkan lebih parah lagi konsep tersebut dengan tegas ditolak oleh Islam.
§  Kitab-kitab suci Muslim menuduh umat Kristen menyembah tiga tuhan dan mengajarkan  bahwa Tuhan bersetubuh  dengan Maria sehingga menyebabkan Maria mengandung Yesus.
§  Teks-teks Islam mendefinisi ulang surga umat Kristen dan Yahudi secara tidak senonoh, sebagaimana yang akan saya jelaskan nanti.
§  Pernyataan Yesus dalam Matius 22 : 21 yang berbunyi: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Tuhan apa yang wajib kamu berikan kepada Tuhan”  membuktikan bahwa Yesus merestui pemisahan antara agama dengan pemerintahan sipil. Sebaliknya, Islam menyatukan agama dengan pemerintahan dengan menggunakan “rantai-rantai besi”.

Semakin dalam saya menggali isi Alquran semakin sadarlah saya bahwa metode analogi penebusan  tidak akan berhasil bila diterapkan  untuk mendekati Islam. Oleh karena itu, saya harus mencermati agama ini — pendirinya dan ajaran-ajarannya — dengan menggunakan kacamata berbeda, sesuatu yang berlawanan dengan metode analogi penebusan.

Dengan cermat saya mempertimbangkan spektrum kemungkinan-kemungkinan mulai dari tahapan penyimpulan yang bersifat tidak ofensif dan secara politis benar sampai ke tahapan pembuktian adanya kesalahan yang disampaikan secara tegas/keras. Dengan sikap kurang lebih seperti seorang pengacara yang sedang memeriksa saksi yang tidak kooperatif, saya telah menerapkan pendekatan dengan menggunakan metode interogasi. Cara tersebut dapat juga disebut investigasi jurnalistik yang dilengkapi dengan uraian berdasarkan fakta-fakta  (bukti-bukti). Dengan mengacu pada Alquran yang merupakan sumber yang paling dipercaya oleh umat Muslim, saya mencari fakta yang benar tentang Alquran itu sendiri dan tentang Muhammad. Dalam buku “Secrets of the Koran” ini, dengan penuh keyakinan saya menyajikan suatu kasus yang penting dan membelalakkan mata kita. Anda sebagai para pembaca baik umat Kristen, umat Muslim, maupun umat-umat lain merupakan juri (penilai) de facto yang akan memberi penilaian atas bukti-bukti yang saya paparkan ini. Dan sudah pasti keputusan terakhir akan ditentukan oleh Tuhan sendiri sebagai Hakim yang Agung.

Ketika anda membaca buku ini, berusahalah untuk menyingkirkan  praduga-praduga tentang Islam, Muhammad, dan Alquran yang mungkin telah ada dalam pikiran anda. Lihatlah pada kata-kata Alquran dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Muhammad sebagaimana yang dideskripsikan dalam sumber-sumber Islam. Bukalah mata anda untuk melihat rahasia-rahasia yang terungkap dalam teks Alquran berbahasa Arab dan kebenaran yang telah disingkapkan secara gamblang oleh sejarah. Bertanyalah pada diri sendiri mengenai apakah artinya semua ini pada saat ini baik bagi umat Muslim maupun bagi seluruh dunia.

Para pembaca Kristen mungkin bertanya mengapa saya tidak menekankan tentang bagaimana kasih Tuhan telah menaklukkan semua kejahatan dan ketidakadilan.  Anda tidak perlu kuatir  dan yakinlah bahwa yang mendasari penulisan buku ini adalah keyakinan saya bahwa Tuhan sangat mengasihi setiap orang, termasuk umat Muslim, dan saya dengan tulus berdoa bahwa kasih Tuhan yang disertai dengan pengungkapan pengetahuan faktual akan menerangi hati dan pikiran umat Muslim.
Saya menggunakan cara agresif , investigatif, dan interpretif bukan untuk menyerang  siapapun tetapi untuk secara sepenuhnya mengungkapkan, memahami, menggaris-bawahi fakta-fakta yang ada. Saya tidak ingin mengecam siapapun karena kecaman justru bisa diartikan oleh umat Muslim sebagai suatu penghinaan. Saya yakin mayoritas umat Muslim bukanlah orang jahat.

Faktanya, ketika saya meneliti Alquran, kehidupan Muhammad, ajaran-ajaran Islam, dan tulisan-tulisan para pembela Islam , saya tidak menyiratkan bahwa setiap orang Muslim menyetujui atau memahami inti permasalahan yang berakar pada Islam itu sendiri. Saya juga tidak berpendapat bahwa orang Muslim secara membuta mempertahankan semua hal yang diperbuat dan diajarkan oleh Muhammad. Selain itu, saya juga tahu bahwa banyak di antara umat Muslim yang tidak pernah membaca Alquran atau mereka hanya membacanya dalam bahasa Arab tetapi tidak mengerti artinya. Yang lebih menyedihkan lagi, banyak wali Islam telah menyembunyikan atau memutar-balikkan sejumlah besar fakta yang terkandung dalam landasan dan jiwa agama Islam. Sesungguhnya, para pemimpin Islam yang jujur dan cinta damai perlu mengkaji ulang keimanan  mereka sendiri manakala mereka telah melihat  fakta-fakta yang terkandung dalam Alquran yang asli. Inilah realitas yang sangat mencemaskan hati, namun mau tidak mau harus kita hadapi pasca peristiwa 11 September 2001 kalau kita akan mengalami kedamaian.

Dengan dilandasi pemikiran tersebut di atas, marilah kita membuka mata kita dan mulai meneliti dengan cermat rahasia-rahasia Alquran.


No comments:

Post a Comment