Sunday, July 8, 2012

Inilah gambaran Indonesia tanpa JIL



Walikota Bogor dan Islam yang Jauh dari Damai


Apakah Islam adalah sebuah agama yang toleran? Kalau perwujudannya ada pada Walikota Bogor, jawabannya jelas: Tidak!Sebagaimana diberitakan harian Jakarta Globe (18 Agutus 2011), sang Walikota --bernama Diani Budiarto-- menyatakan bahwa alasan pelarangan penggunaan gereja GKI Yasmin adalah karena gereja tersebut didirikan di sebuah jalan yang menggunakan nama tokoh Islam.

Gereja GKI Yasmin adalah gereja yang walaupun sudah dinyatakan sah pendiriannya oleh Mahkamah Agung (MA), sampai saat ini tetap tak boleh digunakan berdasarkan perintah Pemda Bogor. Akibatnya, selama setahun terakhir umat Kristen terpaksa beribadat secara terbuka setiap Minggu di trotoar.

Protes terhadap pendirian gereja semula datang dari berbagai kelompok muslim yang menuduh proses perolehan IMB bagi pembangunan gereja tersebut cacat hukum. Setelah melalui serangkaian pengadilan, MA akhirnya menganggap tuduhan itu tak bisa diterima secara hukum.

Diani sendiri berulangkali menyatakan ia memerintahkan penggembokan gereja untuk `meredam keresahan warga'. Karena ulahnya, Diani kerap dikecam oleh kelompok pembela HAM karena dianggap secara sengaja membangkang perintah hukum. Kali ini, tiba-tiba saja, melalui Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Diani mengeluarkan argumen soal `nama Islam'.

Nama yang dimaksud adalah `Abdullah bin Nuh', seorang ulama terkenal yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat.

Jawaban Diani ini tentu saja terkesan dungu dan tak masuk akal. Apa hubungannya antara nama jalan dan pendirian gereja? Apalagi Jakarta Globe juga mengutip pernyataan putra Abdullah, Muhammad Mustofa, yang menyatakan bahwa ia sama sekali tak keberatan dengan pendirian gereja tersebut.

Mustofa bahkan menekankan bahwa Islam adalah agama yang mempromosikan perdamaian. Ia juga menyatakan bahwa perbedaan antaragama adalah hal biasa dan telah ada sejak era Nabi Muhammad berkuasa di Mekah.

Dengan begitu, jelas sekali bahwa Diani memang sedang mengada-ada. Ia seperti kehabisan akal untuk menjelaskan mengapa ia mendukung tekanan kelompok-kelompok yang berusaha melarang umat Kristen untuk beribadat sesuai keyakinan mereka.

Namun bagaimanapun terkesan dungu, Diani mewakili sebuah gambaran yang kelam tentang kedamaian bangsa Indonesia. Diani adalah seorang pemimpin daerah dan ia nampak sekali tertekan oleh kelompok-kelompok fasis yang tidak bersedia memberi ruang bagi penghargaan terhadap perbedaan dalam masyarakat.

Celakanya lagi, Gamawan Fauzi sendiri, menurut Jakarta Globe, terkesan berpihak pada sang Walikota. "Ini adalah realitas politik di lapangan dan ini dapat menimbulkan gangguan keamanan dan perdamaian," ujarnya. "Kita memang harus menengahi konflik, tapi kita harus juga memelihara keamanan dan perdamaian".

Pernyataan-pernyataan mengada-ada dan terkesan tidak tegas semacam itu tentu memberi angin bagi penindasan terhadap keberagaman keyakinan di Indonesia. Duduk perkaranya sudah sangat jelas. Seluruh rujukan hukum sudah mengakui hak bagi jemaat GKI untuk memperoleh gerejanya. Bukan hanya perlindungan itu diberikan UUD 1945, tapi juga keputusan MA yang membenarkan bahwa tak ada alasan untuk melarang penggunaan gereja tersebut.

Para kelompok penentang terus mengeluarkan berbagai argumen –misalnya, gereja memalsukan tandatangan dukungan warga sekitar– untuk tetap menolak pendirian gereja. Tapi, di mata hukum, segenap tuduhan itu hanya berada pada status `kabar burung' yang tak dapat digunakan.

Namun sebagaimana dalih Diani yang serampangan, penolakan kelompok-kelompok tersebut memang tidak memiliki argumen yang kuat. Penolakan itu jelas datang dari kebencian terhadap umat Kristen yang dianggap sebagai kalangan luar yang mengancam Islam. Bagi para penentang, cuma ada satu sikap: tolak hak umat Kristen untuk beribadat karena mereka adalah kaum kafir dan musyrik. Bagi mereka, kaum Kristen harus tunduk pada umat Islam, karena kaum Kristen adalah kaum minoritas sesat yang hak-haknya hanya bisa diperoleh atas belas kasihan kaum Muslim.

Rupanya bagi kelompok-kelompok penentang ini, membiarkan berdirinya gereja adalah kejahatan karena membiarkan kekufuran berkembang. Bagi mereka, melarang pendirian gereja adalah bagian dari kewajiban Muslim untuk menegakkan kebenaran dan melawan kemunkaran.

Sang walikota sendiri bukan dikenal sebagai orang yang memiliki basis keislaman kuat. Sikapnya mungkin sekali didasarkan sekadar pada pertimbangan menjaga popularitas dan kekuasaan. Maklumlah, sang walikota memang tidak terlalu populer di mata warganya, apalagi setelah diketahui ia memiliki tiga istri.

Bagaimapun pertemuan antara sikap fasis dan kepentingan politik itu ujung-ujungnya menghasilkan penindasan hak asasi manusia secara kasat mata. Dan di mata pengamat netral, kalau itu adalah bentuk perwujudan ajaran Islam, maka Islam tentulah bukan agama yang mengajarkan perdamaian.***

Sumber Fotor:
1. www.ahmadsumargono.net
2. http://jalmilaip.wordpress.com
3. www.kabargereja.tk

http://www.madina-online.net/index.php/editorial/404-walikota-bogor-dan-islam-yang-jauh-dari-damai

1 comment:

  1. artikel yang menarik sekaligus lucu karena penulis artikel hanya memiliki pemahaman yang sangat dangkal mengenai Islam, terbukti dengan begitu mudahnya penulis menyimpulkan bahwa Islam bukanlah ajaran yang damai hanya dari satu sample kasus saja. Jika Islam bukan agama yang mengajarkan perdamaian,maka setiap hari akan ada kerusuhan dan intimidasi terhadap warga non muslim, tidak akan ada tempat ibadah lain selain mesjid di Indonesia. namun, hingga saat ini banyak bangunan ibadah agama lain tersebar di penjuru Indonesia dan penulis nyatanya masih bisa menghirup udara dengan bebas di negara yang mayoritas penduduknya muslim ini...hahahahahaha. apakah penulis tidak menyadari bahwa dengan tulisannya yang bernada menuduh agama Islam sebagai agama yang tidak cinta perdamaian diatas justru membuat saya, khususnya sebagai pembaca artikel ini,bertanya bahwa sebenarnya siapa sih yang tidak cinta perdamaian ?????Islam atau penulis ????karena jelas disini bahwa penulis dari perspektif tunggalnya berusaha meyakinkan pembaca untuk menjauhi Islam dan penganut2xnya. saya sangat yakin bahwa penulis artikel ini juga belum memahami agama yang dianutnya secara keseluruhan karena saya percaya bahwa semua agama mengajarkan kebaikan dan perdamaian. jika ada penganutnya yang berbuat tidak benar menurut norma dan etika,maka itu murni kesalahan penganutnya,bukan agamanya!!!SO, NEVER BLAME THE RELIGION,BUT BLAME THE FOLLOWERS!!!

    ReplyDelete