Saturday, July 7, 2012

Kisah sesungguhnya tentang Ka’abah



Kapan terjadinya pembangunan Kaabah, penggalian sumur zamzam dan pemindahan batu hitam (hajjar aswad) ke Mekah 

Setelah mempelajari batu hitam yang merupakan pusat kuil pemujaan Muslim, ternyata pengakuan muslim bahwa Abraham dan Ismael yang membangun Kaabah di kota Mekah adalah sebuah kebohongan. 

gambar Kaabah
layout sederhana Kaabah


Abraham tidak pernah pergi ke tempat dibangunnya Mekah, tidak juga anaknya, Ismael dan cucu Abraham (anak Ismael), Nabaioth. Tetapi walaupun demikian, Ibn Ishak, penulis riwayat hidup Muhammad, tetap mengklaim bahwa Abraham-lah yang membangun tempat pemujaan di Mekah dan dijalankan oleh Ismael dan kemudian oleh Nabaioth. Kisah tersebut, diciptakan oleh Ibn Ishak dan rekan-rekannya, sampai pada pernyataan bahwa setelah Nabaioth, suku Jurhum yang mereka akui sebagai penghuni Mekah pada jaman Abraham, bertanggung jawab melayani tempat pemujaan di Mekah. Menurut kisah tersebut, mereka melayani sampai suku Khuzaa’h datang dari Yaman. Hal itu terjadi setelah bendungan di Ma’rib mulai menunjukan tanda-tanda kerusakan dan terusirlah mereka. Kisah itu berlanjut bahwa ketika suku Khuzaa’h tiba di Mekah, mereka mengalahkan Jurhum. Jurhum kemudian meninggalkan Mekah untuk menyembunyikan batu hitam dari kuil pemujaan dan dua rusa emas. Mereka menyembunyikan benda-benda tersebut di mata air yang disebut sebagai Zamzam, kemudian menutupi mata air, batu dan duarusa tsb dengan tanah sehingga tidak terlihat.[1] Hari kejadian ini sangat penting. Menurut kisah tersebut, Jurhum tinggal di Mekah sampai rusaknya bendungan Ma’rib dan suku Khuzaa’h meninggalkan Yaman. Kita tahu bahwa hal-hal itu terjadi sekitar tahun 150 SM.

Tradisi/hadis islam tidak masuk akal saat membicarakan Jurhum dan penyembunyian mata air dan batu hitam

Jika kisah Jurhum benar, mengapa para penulis riwayat jaman itu, yang mengunjungi dan menulis tentang bagian Barat jazirah Arab menyebutkan nama semua suku yang tinggal disana bahkan sampai suku terkecil, tetapi tidak sekalipun menyebutkan Mekah atau suku Jurhum ?

Kedua, setelah dikalahkan, bagaimana mungkin Jurhum mengubur 
dua rusa emas yang sangat berharga dan sebuah batu yang sangat dipuja di Mekah tanpa diketahui para penghuni lainnya? Setiap suku yang meninggalkan Mekah sudah pasti membawa harta pusakanya dan tidak akan menguburnya di sebuah tempat umum yg diketahui secara umum. Apalagi mengingat mata air tersebut adalah mata air satu-satunya diMekah.

Ketiga, sang batu hitam adalah sebuah batu yang dipuja. Tidak mudah untuk memindahkannya dari lokasi didalam kuil pemujaan tanpa diketahui seseorangpun. Menurut pengakuan kaum muslim, perang pecah dikarenakan perebutan hak pengelolaan atas tempat pemujaan tersebut. Bagaimana mungkin suku Jurhum yang dikalahkan berhasil memindahkan batu tersebut tanpa dicegah oleh suku Khuzaa’h sang pemenang atau paling tidak mengetahui tempat disembunyikannya si batu?

Argumen keempat, terpusat pada keberadaan mata air itu sendiri. Jika ia berada di jazirah 
Arab bagian Barat, maka lokasinya pasti penting untuk diingat. Di atas semua itu, air, secara khusus sangatlah penting bagi bangsa arab yang hidup di gurun pasir. Tradisi islam mengklaim keberadaan mata air tersebut sejak jaman Abraham. Jika pada saat itu secara ajaib diadakan pada saat malaikat Jibril memberikan air pada Hagar dan anaknya, Ismael, maka keberadaannya harusnya diketahui secara luas, bukan hanya di Mekah, tetapi juga di kota-kota lain disekitar Mekah. Kaum Bedouin pasti akan datang ke mata air itu untuk memberi minum binatang ternak mereka. Para penghuni juga akan datang untuk menyegarkan diri mereka. Tidak seorangpun dapat menyembunyikan mata air tersebut, bahkan jika dapat ditutupi dengan tanah.

Kisah kaum Jurhum menyembunyikan barang di mata air pada abad kedua Masehi diteruskan dengan mengklaim bahwa Abd
ul Mutaleb, kakek Muhammad, menemukan kembali mata air tersebut pada akhir abad kelima Masehi. Kita hanya dapat menyimpulkan bahwa mata air itu tidak nampak sebelum masa Abdul Mutaleb dan hanya diketahui keberadaannya setelah warga Mekah menggalinya.

Fenomena penggalian untuk mendapatkan mata air adalah hal umum di Timur Tengah. Klaim bahwa sebuah mata air ada di sebuah kota selama 2.500 tahun sebelum Jurhum berhasil menyembunyikannya selama tiga abad berikutnya adalah hal yang tidak mungkin, mengingat mata air di jazirah 
Arab pada masa tersebut sangat bernilai dan sangat penting bagi para Bedouin, dibandingkan dengan Laut Mati itu sendiri. Anda mungkin dapat menyembunyikan laut dari mata suku-suku yang kehausan tetapi anda tidak dapat menyembunyikan sebuah mata air dan lokasinya selama itu.

DAN tidak mungkin kita dapat percaya bahwa sang batu hitam telah berhasil disembunyikan selama tiga atau empat abad. Batu itu merupakan pemujaan utama atau wujud yang disakralkan dalam setiap tempat pemujaan yg dlm bhs Arab disebut kaabah. Batu yang dipuja tersebut yang melambangkan 
(simbol) bulan, dianggap sakral. Pemujaan kepada Keluarga Perbintangan Arab dengan Allah, yang merupakan bulan sebagai pimpinannya, berada seputar batu hitam tsb. Ellat, istri allah, adalah matahari, sementara al-‘Uzza dan Manat, putri-putrinya, melambangkan dua planet. Kaum muslim percaya bahwa batu hitam sakral tsb datang dari allah, yang tadinya merupakan bulan sebelum digantikan dgn planet venus. JADI bagaimana mungkin sebuah batu hitam yang sangat dipuja dan dihormati oleh masyarakat dapat disembunyikan selagi mereka berperang untuk mempertahankan kehormatannya?

Tidak mungkin utk mengatakan bahwa Kaum Jurhum yg kalah berhasil
menyembunyikan batu yang sangat dipuja tanpa dilihat seorangpun, khususnya jika tempat itu adalah sebuah mata air, tempat mereka minum setiap hari saat berperang. Menyembunyikan batu yang dipuja dengan cara apapun adalah sangat tidak mungkin dibanding dengan menyembunyikan mata air itu sendiri.

Kisah si batu hitam mempunyai beberapa implikasi penting: batu hitam tersebut tidak ada didekat Mekah sampai, barangkali, pada akhir abad 5M. Itu sebabnya mengapa tradisi islam berusaha mencari pembenaran atas ketidakhadiran batu tersebut dengan membuat cerita
-cerita yang tidak masuk akal. Oleh karena itu, kita dapat memperkirakan bahwa si batu hitam, yang merupakan wujud utama pemujaan di semua kaabah di jazirah arab, dibawa dari daerah LAIN – kemungkinan besar adalah YAMAN – pada akhir abad kelima masehi.

Asa’d Abu Karb adalah orang yang sebenarnya membangun Kaabah pada awal abad kelima masehi

Dikatakan bahwa sebelum pembangunan Kaabah, sebuah tenda telah ada pada tempat dimana bangunan tersebut kemudian dibangun.[2] Suku Khuzaa’h datang dari Yaman sekitar abad ke dua Masehi. Pada abad ke 4M, mereka berpindah ke daerah dimana selanjutnya Mekah kemudian dibangun. Dikarenakan mereka tidak mendapatkan sebuah tempat pemujaan, mereka mendirikan tenda di sebuah lapangan terbuka.

Informasi dari 
para penulis di abad 8M yang mendasarkan informasi pada masa muhammad, mengindikasikan bahwa kaabah telah dibangun pada awal abad 5M oleh pemimpin kaum penyembah berhala Himyarite dari Yaman yg bernama Asa’d Abu Karb. Dia juga dipanggil sebagai Abu Karb Asa’d dan ia memerintah Yaman dari tahun 410 sampai 435M. Fakta yang diakui ahli sejarah islam bahwa Asa’d Abu Karb adalah penguasa pertama dalam sejarah yang mendandani kaabah adalah sebuah indikator yang penting bahwa dialah orang yang sebenarnya membangun kaabah.[4]

Memperindah sebuah tempat pemujaan di jazirah arab adalah tahap pembangunan kedua. Hal itu termasuk penyelesaian dekorasi dinding bagian dalam, pemasangan karpet pada dinding
-dinding dan lantai, dan menambahkan tekstur dan benda-benda berkaitan pada bermacam-macam bagian dari bagian dalam bangunan. (Orang-orang arab tidak akan berdoa di dalam tempat pemujaan yang tidak didekorasi). Asa’d Abu Karb mengambil buruh dari Azed untuk membangun dinding bagian dalam Kaabah. (Azed adalah sebuah suku dari Yaman pada saat yang sama dengan kedatangan suku Khuzaa’h.) Jadi Asa’d Abu Karb lah yang pertama kali membangun dan mendandani Kaabah, pastilah juga yang pertama kali membangunnya di saat masih berupa tenda di mana suku Khuzaa’h dari Yaman bersembahyang. Asa’d Abu Karb, juga dipanggil sebagai Tubb'a, menduduki kota Yathrib sebelum datang ke Mekah. [6]

Kelihatannya ia menemukan banyak tempat pemujaan di Yathrib, tetapi sesampainya ia di Mekah, ia tidak menemukan satupun tempat pemujaan tersebut. Karena para penghuni adalah pendatang baru dari Yaman, Asa’d Abu Karb membangun tempat pemujaan yang penuh gaya dan khas Yaman. Dia melakukan hal tersebut untuk mempertautkan dirinya dengan penduduk. Dia juga menuliskan sebuah elegi di mana ia menceritakan mengenai matahari yang terbenam dalam mata air berlumpur hitam, sesuatu yang dimasukan Muhammad ke dalam Quran.

Penambahan-penambahan oleh Quraish pada bangunan yang dibangun Asa’d Abu Karb

Quraish, suku Muhammad, kemudian hari menguasai Mekah. Mereka mendapatkan sebuah batu hitam dari Yaman sehingga tempat pemujaan mereka akan sama dengan semua kaabah lainnya yang mana, menurut pemujaan Keluarga Perbintangan jazirah arab, dibangun keliling sebuah batu hitam. Pemujaan terhadap keluarga bintang dimulai dari Yaman, dari tempat dimana kaum Quraish beremigrasi. Kaabah pertama yang dibangun Asa’d Abu Karb beratapkan kayu. Atap tersebut terbakar, kemudian mereka menggunakan kayu yang dibawa oleh sebuah kapal Byzantine yang berlabuh di lepas pantai Laut Mati di suatu daerah yang dinamakan al-Shaebieth. Pemilik kapal adalah seorang Koptik Mesir bernama Bachum. Dialah yang menjual kayu kepada mereka dan dibuat menjadi atap untuk kaabah.[7] Kemudian, ketika muhammad masih muda, wujud-wujud berikutnya masih ditambahkan pada bangunan yang sederhana.[8]

Fakta-fakta tersebut tentang pembangunan tempat pemujaan di Mekah seharusnya menyebabkan kaum muslim mempertanyakan segala sesuatu yang dikatakan Ibn Ishak dan 
para rekannya mengenai kota itu, dalam upaya mendukung klaim muhammad didalam quran bahwa tempat pemujaan tersebut dibangun oleh Abraham dan Ismael.

KAUM YAMAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS PEMBANGUNAN TEMPAT PEMUJAAN DI MEKAH

Suku Khuzaa’h, penyembah berhala dari Yaman, membangun kota Mekah pada abad 4M. Jejak-jejak mereka diseluruh bangunan tempat pemujaan, menunjukkan bahwa tidak mungkin Abraham dan Ismael yang membangunnya

Kita akan mendiskusikan karakteristik pemujaan Yaman yg melekat pada tempat pemujaan di Mekah. Perkataan dan kebiasaan muhammad disebut hadits. “Sahih Muslim” dan “Sahih Bukhari” merupakan buku-buku utama yang dapat dipercaya, berisikan kata-kata atau perbuatan muhammad. Dalam buku-buku tersebut, kita membaca mengenai kebiasaan muhammad memeluk dan mencium dua buah batu,Rukun Yaman dan batu hitam. Ibn Abbas, sepupu muhammad dan penulis dari hadits yang dapat dipercaya, menyebut ttg kebiasaan muhammad memeluk dua Rukun Yaman. Dengan Rukun Yaman, dia menunjuk pada batu hitam dan batu lainnya yang juga disebut sebagai Rukun.[9] Dari hal tersebut kita mengetahui bahwa kaabah mempunya dua wujud utama yang juga disebut Rukun yang dianggap sakral, yaitu batu-batu di mana disekelilingnya dibangun kaabah. Inilah sebenarnya yang dipuja warga Mekah dan Muhammad.

JADI KESIMPULANNYA : batu hitam tersebut dibawa dari Yaman pada masa Abdel Mutaleb, kakek muhammad. TAPI Islam mengklaim batu tersebut disembunyikan bersama dengan mata air Zamzam beberapa abad sebelum muhammad. Telah saya tunjukkan sebelumnya bahwa klaim demikian tidak mungkin benar. Faktanya adalah bahwa muhammad dan islam berusaha menghubungkan penyembah berhala dari Yaman yang merupakan nenek moyang muhammad, yang mana ditransfer dari Yaman ke tempat pemujaan di Mekah, dengan Abraham dan Ismael, walaupun ada bukti-bukti sejarah yang menunjukan sebaliknya. Kita akan melihat beberapa di antaranya.

Pertama-tama, diakui secara luas bahwa Mekah dibangun pada abad 4M. Abu Karb Asa’d adalah yang pertama kali menyucikan kaabah yang menunjukkan bahwa dialah pembangun kaabah. Dia melakukannya dalam masa pemerintahannya di Yaman yaitu antara 410 dan 435M. Kedua Rukun, atau batu-batu yang merupakan wujud utama pemujaan di tempat pemujaan aslinya berasal dari Yaman. Waktu kemunculan pertama kalinya batu hitam tersebut di Mekah adalah pada masa kakek muhammad, sekitar tahun 495 dan 520M. Walaupun tradisi islam sadar akan fakta-fakta ini, Muslim TETAP menciptakan kisah-kisah yang tidak berdasar untuk menutupi celah
-celah sejarah. Telah saya buktikan bahwa kisah-kisah tersebut tidak masuk akal dan gampang dipatahkan.

Faktor yang penting dalam melacak hasil kerja orang Yaman dalam pembangunan tempat pemujaan di Mekah dan mengukir waktu yang tepat atas pembangunan tempat pemujaan semacam itu dapat ditemukan di Kerajaan Himyarite di Yaman. Abu Karb Asa’d, raja yang memerintah kerajaan Himyarite, mencoba memperluas kerajaannya pada jazirah arab bagian barat tengah supaya dapat mengontrol jalur rempah-rempah dari Yaman ke utara jazirah arab dan daerah produktif bulan sabit. Abu Karb Asa’d yang juga dipanggil sebagai Tubb'a, menduduki kota-kota di tengah bagian barat jazirah arab pada permulaan abad kelima masehi. Di antara kota-kota tersebut adalah Mekah dan Yathrib, yang juga disebut al-medina. Strategi kaum pendudukan adalah menyatukan kota-kota tersebut pada kerajaannya dengan memperkuat sistim keagamaan Yaman yang telah dipeluk para penghuni Mekah dan Yathrib. Para penghuni Mekah adalah pendatang dari Yaman, jadi mereka orang asli Yaman. Yathrib dibangun oleh dua suku Yaman, Oas dan Khazraj. Mereka juga beremigrasi ke Yathrib setelah dam di Yaman rusak di sekitar tahun 150 masehi. Suku-suku ini hidup bersama dua suku Yahudi yaitu Bani Kharithah dan Bani Nathir yang sudah duluan ada. Abu Karb Asa’d asli Yaman. Ia membangun kaabah di Mekah untuk memperkuat kekuasaannya atas kota tersebut dan menunjukan niat baik pada para penduduk Mekah yang saat itu tidak memiliki tempat pemujaan untuk bersembahyang. Mereka, sama seperti dirinya, mempunyai kepercayaan yang sama pada penyembahan berhala.
Pemikiran-pemikiran Tubb’a atas mitos-mitos penyembahan berhala orang Yahudi dan orang Yaman dan pengaruh mereka pada orang-orang arab di tengah bagian barat jazirah arab dan juga terhadap muhammad.

Tubb’a juga mencoba membangun jembatan penghubung dengn komunitas Yahudi di Yathrib. Dia mendengarkan pemikiran keagamaan mereka dan sumbernya. Dia mempelajari mithos orang Yahudi seperti legenda burung hoepoe yang mengabarkan tentang kerajaan Saba kepada Solomon. Mithos ini berasal dari buku-buku mithologi yang dinamakan sebagai Targum Ester kedua. Muhammad memasukan mithos yang sama ke dalam quran.

Untuk memperlengkapi, Tubb’a membawa dua rabi Yahudi ke Yaman.[10] Mereka menambahkan pengetahuannya dengan mengajarkannya banyak sumber-sumber keagamaan Yahudi dan mitos-mitos, memudahkannya untuk mencampurkan bermacam
-macam hal ke dalam latar belakang penyembahan berhala Yamannya dengan mithologi Yahudi dan kepercayaan keagamaan. Contohnya, ia menggabungkan pemujaan bintang arab dengan mithologi Yahudi. Denga npengetahuan yang beragam seperti itu, dia berpikir akan dapat mengontrol daerah di tengah bagian barat jazirah arab, di mana kaum Yahudi dan arab tinggal. Dia kemudian menyatakan dirinya seorang nabi, menerangkan banyak pemikiran yang dianggap orang Yaman tidak terbantahkan tentang matahari, bumi dan kosmos. Di Mekah, dalam usaha menyakinkan para pendengarnya bahwa ia adalah seorang nabi, dia mengajarkan bahwa matahari terbenam di mata air yang berlumpur hitam.[11]Mitos ini pula yang dimasukan muhammad ke dalam quran.

Setelah kematiannya, klaim Tubb’a meninggalkan kesan yang mendalam pada banyak kelompok masyarakat, bahkan pada kelompok-kelompok yang hidup hingga masa muhammad. Muhammad menganggap dia sebagai seorang muslim dan hampir sebagai seorang nabi.[12] Ada pula mithos mengenai Tubb’a di antara kaum arab. Al-Taberi menyanjung kemenangan
-kemenangannya di China dan Tibet. Sama sekali tidak berdasar sejarah, tetapi hal itu menunjukan betapa besar pengaruh Tubb’a atas orang-orang arab pada masa muhammad, pada soal mana banyak yang menganggap dia sebagai seorang nabi.

Kaabah di Mekah dibangun untuk pemujaan bintang-bintang Arab dan jelas mempunyai kesamaan pada semua karakteristik kaabah-kaabah (kuil tempat pemujaan) yang dibangun untuk bersembahyang

Fakta bahwa tempat pemujaan di Mekah dibangun sebagai kaabah untuk pemujaan bintang arab ditunjukan dalam banyak hal. Pertama bahwa bangunan tersebut dibangun dengan gaya arsitektur yang sama dengan kaabah lain di jazirah arab. Semuanya adalah tempat pemujaan yang sama untuk agama keluarga bintang arab di mana allah dianggap sebagai pimpinan dan ellat adalah istrinya. Semua kaabah mempunyai sebuah batu hitam sebagai wujud yang paling dipuja. Ia melambangkan bintang tuhan di jazirah arab. Banyak dari batu hitam tersebut adalah meteorit yang oleh orang arab jatuh ke bumi. Mereka berpikir bahwa meteorit tersebut adalah duta dari bulan yang diangap sebagai allah itu sendiri. Ini sebelum gelar tersebut diberikan pada venus yang menggantikan bulan sebagai pimpinan keluarga bintang.

Hal lain yang menunjukkan bahwa kaabah di Mekah dibangun sebagai tempat pemujaan bintang arab adalah bahwa kaabah Mekah merefleksikan anggota-anggota keluarga 
rasi bintang dalam banyak wujud. Pintu utama kaabah disebut sebagai “ pintu pemuja matahari”,[14] istri dari allah.

Muhammad mengkonfirmasikan bahwa kepercayaan asli kaabah adalah dari orang Yaman

Peranan agama penyembah berhala orang Yaman dalam bangunan tempat pemujaan di Mekah dan sifat alamiah agama tersebut tidak dapat disembunyikan. Bahkan muhammad menerima bahwa system keagamaan di Mekah sebagai asli dari Yaman. Muhammad banyak menyuarakan hadits mengenai sumber asal kepercayaan kaabah adalah dari Yaman. Pengajaran tersebut dilaporkan dalam hadits yang dapat dipercaya, buku al-Bukhari di dalam mana muhammad berkata : “Kepercayaan orang Yaman dan kebijaksanaan orang Yaman”. Dalam hadits lain, ia berkata : “Doktrin dan hal-hal berkaitan dengan hokum adalah dari orang Yaman”.[15] Maka, bukan hanya Rukun, batu yang sacral di kaabah, yang dari Yaman, tetapi juga hukum-hukum keagamaan, doktrin dan kepercayaan adalah dari orang Yaman. Ada bukti tidak terbantahkan bahwa tempat pemujaan di Mekah dibangun oleh pemimpin Yaman menurut gaya dan detail penyembahan berhala ala Yaman. Ia mendirikan ritual keagamaan Yaman di Mekah dan itu diketahui oleh bagian lain dari jazirah arab. Bagaimana kemudian, Abraham bisa membangun kaabah, jika apa yang telah kita pelajari mengenai pembangunannya adalah benar? Bagaimana mungkin batu hitam dating dari surga dan bagaimana Abraham mempersembahkan korban di atasnya, dan membangun kaabah di sekelilingnya, jika batu tersebut tidak berada di Mekah sebelum abad kelima masehi? Bagaimana mungkin ajaran muhammad dating dari allah melalui malaikat Gabriel dan tetap berasal dari Yaman?

Cendekiawan mesir yang terpandang, Tah Hussein, telah mengkritik islam karena menghubungkan pembangunan tempat pemujaan di Mekah dengan Abraam dan Ismael.[16] Tah mengatakan:
• Kasus tersebut pada episode ini sangat jelas karena waktu yang relatif baru dan muncul bersamaan dengan munculnya islam. Islam telah mengeksploitasinya untuk alasan keagamaan.[17]

Jika kaum muslim mencari data dengan seksama dalam sejarah, seperti yang dilakukan oeh cendekiawan besar Mesir ini, mereka akan sampai pada kesimpulan yang sama.


Menentukan waktu suku Khuzaa’h membangun Mekah

Banyak elemen sejarah membantu kita menentukan waktu pembangunan Mekah yang tepat. Satu factor utama yaitu kerusakan yang terjadi pada dam di Ma’rib di Yaman sekitar tahun 150 masehi. Hal tersebut menyebabkan banya keluarga dan suku-suku beremigrasi dari Yaman ke Utara. Salah satu dari keluarga-keluarga tersebut adalah keluarga Amru bin Amer, seorang individu Yaman yang keturunannya bersaudara dengan banyak suku-suku. Di antaranya adalah Khuzaa’h yang berdiam di bagian tengah bagian barat jazirah arab. Kemudian mereka membangun kota Mekah.

Suku-suku lain yang datang dari Amru bin Amer adalah Oas dan Khazraj. Mereka berdiam di Yathrib, yang juga dinamakan sebagai al-medina, di mana suku-suku Yahudi, Bani Kharithat dan Bani Nathir juga telah berdiam.

Dari tulisan Tabari, ahli sejarah terkenal arab, kita mengetahui bahwa kejadiannya hamper bersamaan dengan perpindahan Lakhsmids dari Yaman ke Mesopotamia. Juga diwaktu yang bersamaan, Amru bin Amer, bapak kaum Khuzaa’h, pindah dari Yaman.[18] Kaum Lakhsmids dating dari Yaman di abad kedua masehi. Mereka berdiam di daerah Mesopotamia yang belakangan diketahui sebagai kota Hira. Kemudian orang-orang Persia menggunakan mereka sebagai penjaga perbatasan dengan kekaisaran Byzantine yang mendominasi Syria. Raja Laksmids pertama adalah Amr I bin Adi, yang memerintah dari tahun 265–295 masehi.[19] Begitu seriusnya kerusakan dam di Ma’rib, mempercepat emigrasi dari suku-suku seperti Ghassan yang berdiam di perbatasan dengan Byzantine, Shammar yang berdiam di gurun pasir Syria dan suku-suku lainnya yang beremigrasi ke utara jazirah arab dan daerah produkrif di daerah bulan sabit.[20] Beberapa dari suku-suku ini mempunyai hubungan kekerabatan karena merupakan keturunan dari Amru bin Amer.[21] Suku-suku lain yang dating pada saat runtuhnya dam di Ma’rib adalah suku Oas dan Khazraj. Mereka tinggal di al-medina. Ozd al-Sarat pergi ke al-Sarat, sebuah tempat dekat Orfeh di sebuah daerah di mana kemudian Mekah dibangun. Suku Khuzaa’h menghuni tempat yang disebut Mur yang juga disebut sebagai Mur al-Thahran,[22]sebuah tempat lain yang juga dekat dengan tempat di mana kemudian Mekah dibangun.[23]

Mekah dibangun oleh kaum Khuzaa’h sebagai stasiun yang terisolasi dari jalur rempah-rempah

Pada saat itu, tidak ada kota bernama Mekah di daerah tersebut, jikalau ada, Khuzaa’h dan Ozd telah menghuninya, seperti Oas dan Khazraj menghuni kota Yathrib. Sampai dengan lebih dari satu setengah abad, kaum Khuzaa’h tetap berada di daerah sekitar area di mana kemudian Mekah dibangun. Kemudian mereka memutuskan membangun sebuah stasiun di jalur caravan, di mana para pedagang dapat beristirahat dan berbisnis. Jika Mekah telah ada sebelum kaum Khuzaa’h beremigrasi dari Yaman, Mekah akan menjadi kota tujuan di mana mereka mencari penghidupan, seperti suku-suku kerabat mereka, Oas dan Khazraj, pergi ke Yathrib untuk mencari peruntungan dari perdagangan dan aktivitas pertanian suku-suku Yahudi di sana. Tetapi bukan Khuzaa’h maupun Ozd, sebagai pendatang baru di daerah yang hampir dikosongkan, dekat daerah di mana kemudian Mekah di bangun, menemukan kota yang menerima mereka ketika mereka meninggalkan Yaman. Mereka menunggu lebih dari 170-200 tahun sebelum membangun seuah kota di jalur caravan yang menjadi stasiun untuk karavan-karavan bersaing dengan Yathrib yang berjarak sekitar 200 mil jauhnya. Stasiun yang dibangun mereka, diberi nama Mekah.

Penting untuk dicatat, bahwa tidak satu sukupun yang datang dari Yaman menghuni Mekah. Jika Mekah sudah ada pada saat dam di Ma’rib rusak parah, sekitar tahun 150 masehi, kita akan menemukan banyak suku hidup di Mekah karena dekat dengan Yaman, dibandingkan dengan Yathrib yang lebih jauh. Tetapi karena daerah di mana kemudian Mekah dibangun adalah daerah yang kosong dan tidak mempunyai kota-kota, menarik suku-suku seperti Ozd dan Khuzaa’h mendiami daerah tersebut. Mereka melakukannya walaupun mereka sebelumnya tinggal di sebuah kota dengan peradaban di Yaman yaitu Ma’rib, ibukota Saba. Ini argument penting yang menunjukan bahwa Mekah tidak pernah ada sebelum kaum Khuzaa’h membangun kota tersebut pada abad keempat masehi.

Mari kita mereview fakta-fakta bersejarah ini. Telah saya tunjukan bahwa suku Khuzaa’h dari Yaman yang membangun kota Mekah pada abad keempat masehi. Kita telah melihat hubungan antara tempat pemujaan di Mekah dengan agama penyembah berhala dari Yaman. Semua hal ini menunjukan klaim islam mengenai pembangunan tempat pemujaan di Mekah oleh Abraham dan Ismael bertentangan dengan fakta-fakta sejarah yang benar. Membangun kepercayaan di atas pasir adalah tidak bijak. Saya berdoa semoga teman
-teman muslim akan kembali kepada agama yang benar seperti yang ditemukan dalam sejarah dan dikisahkan dalam Bible. Dalam Bible mereka dapat menemukan pondasi yang kuat, terdokumentasi secara tertulis dalam kitab-kitab penuh makna dan dianggap oleh para sejarahwan sebagai sumber yang akurat untuk sejarah kuno.
________________________________________
[1] Tarikh al-Tabari, I, page 524
[2] Al-Azruqi, Akhbar Mecca, 1/6
[3] A. Jamme, W.F., Sabaean Inscriptions from Mahram Bilqis (Ma'rib), the Johns Hopkins Press, Baltimore, 1962, Volume III, page 387; there are also Texts numbered by G. Ryckmans after himself, G. Ryckmans, Le Museon 66 (1953), pages 363-7, p1.V; quoted by K.A. Kitchen , Documentation For Ancient Arabia, Part I, Liverpool University Press, 1994, page 219
[4] Al-Azruqi, Akhbar Mecca, 1:173; Yaqut al-Hamawi, Mujam al-Buldan, 4:463
[5] Ibn Saad, Tabakat, 1, page 64
[6] Ibn Hisham 1, page 20
[7] Halabieh 1, page 235; Ibn Hisham I, page 157; al-Azruqi, Akhbar Mecca I, page 104
[8] Tarikh al-Tabari, I, page 526
[9] Sahih Muslim 9, page 15
[10] Tarikh al-Tabari, I, page 426-428; al-Ya'akubi I, page 226
[11] Tarikh al-Tabari, I, page 429
[12] Halabieh I, page 280
[13] Tarikh al-Tabari, I, pages 331, 332, 360
[14] Halabieh I, page 236
[15] Al-Bukhari 5, page 122; Halabieh I, page 259
[16] Quotation by Alessandro Bausani, L’Islam, Garzanti Milano, 1980, page 208
[17] Quoted in Mizan al-Islam by Anwar al-Jundi, page 170 ;Behind the Veil, page 184
[18] Tarikh al-Tabari, I, pages 431 and 360 also mentioned the emigration to the area of Hira in Mesopotamia of tribes descended from Maad bin Adnan from Yemen.
[19] K.A. Kitchen, Documentation For Ancient Arabia, Part I , Liverpool University Press, 1994, page 251
[20] James Montgomery, Arabia and the Bible, University of Pennsylvania Press, Philadelphia, 1934, page 126; Montgomery also quotes Philby, The Heart of Arabia, II, page 97
[21] Ibn Hisham I, page 12
[22] Ibn Hisham I, page 13
[23] The commentators on Ibn Hisham I, page 13

_________________
Qui se laudari gaudent verbis subdolis, sera dat poenas turpes paenitentia (Barangsiapa gembira dengan kata-kata penuh tipuan, maka penjelasan yang tiba belakangan akan memberikan hukuman yang memalukan)
.
Phaedrus 15 BC-AD 50.

No comments:

Post a Comment