Saturday, July 7, 2012

Pendidikan Islam yg anti kpd sekularisme justru mengahancurkan


Keadaan politik sosial dunia Islam tidak menghasilkan pendidikan yang mendorong kebebasan berpikir para murid seperti di dunia Barat.

“Kendali anak tidak berasal dari ayahnya, tapi dari penguasa negara. Tidak ada satupun penguasa mutlak yang bersedia memberi peluang pada sistem pendidikan yang nantinya bakal mengakibatkan sang penguasa kehilangan kekuasaannya.

Pendidikan, sama seperti berbagai badan sosial modern lainnya, telah dikontrol oleh Pemerintah. Sistem pendidikan Arab bertujuan untuk mengontrol masyarakat, dan bukannya kesadaran pribadi.”

Pendidikan telah mengajarkan “aturan hidup di dunia modern tapi tidak menawarkan teknik dan semangat hidup itu sendiri.” Dengan kata lain, universitas-universitas tidak menghasilkan mahasiswa yang dapat mandiri berpikir untuk diri mereka sendiri, mampu mengritik diri sendiri atau berpikir kritis, yang mampu menerapkan kemampuan analisis mereka pada masalah-masalah sosial.

Di Mesir, para Islamis telah menyelusup di 25.000 sekolah-sekolah negeri. Mereka mencuci otak anak-anak dengan memainkan rekaman suara penuh khotbah-khotbah kemarahan dari para pengkhotbah militan seperti Sheikh Kishk dan Sheikh Omar Abdel Rahman. Anak-anak kecil ini diajar untuk mengenal diri mereka sebagai Muslim dan bukannya orang Mesir.

Di Aljeria, seorang ayah mengeluh, “Putriku meminta ijin padaku untuk pergi mendengar khotbah agama setiap hari. Gurunyalah yang mengajarkan dia. Ini bagaikan menusuk diriku di rumahku sendiri. 

Sikap fundamentalis seperti inilah yang harus kita basmi. Ajaran-ajaran sekolah yang terbalik inilah yang membentuk para fundamentalis. Ajaran-ajaran Islam belum disesuaikan dengan keadaan modern sehingga orang dapat mudah terpengaruh untuk bersikap prejudis (prasangka-curiga tanpa sebab yang jelas).

” Seorang Aljeria lain berkata, “Aku dulu berpikir hanya Allah yang dapat menyelamatkan Aljeria. Tapi aku seringkali merasa Dialah sumber segala kesengsaraan kami.” 

Di sekolah-sekolah dasar, para murid diminta untuk menghafal ayat-ayat Qur’an dalam bahasa Arab, bahkan pula di negara yang tidak berbahasa Arab sekalipun. Tidak heran jika anak-anak itu tidak mengerti apa yang mereka hafalkan. Sewaktu anak-anak ini dewasa dan masuk universitas, tiada perubahan berarti dalam tingkah laku mereka; inilah yang dikatakan oleh Shabbir Akhtar yang mengajar di International Islamic University di Malaysia tahun 1990-an, tentang bekas mahasiswa-mahasiswanya: “Aku khawatir akan bekas mahasiswaku. Dalam Islam, dan juga dalam Yudaisme dan Kong Hu Cu, ayat-ayat perlu dihafal secara persis. Beberapa mahasiswa tidak hanya hafal Qur’an tapi juga berusaha menghafal semua hal tentang Islam. Mahasiswa yang hebat adalah yang hafal semuanya.”

Di hari terjadinya pembantaian turis di Luxor, Mesir, harian Al Goumhouriya dengan berani menulis, “Semua orang Mesir bertanggung jawab atas kejadian ini. Masyarakat kita telah disusupi oleh kriminal-kriminal ini dan kita jadi tempat persembunyian nyaman mereka. Mereka hidup, sembunyi, membunuh dan lalu kembali lagi hidup diantara kita. [Universitas agama Islam Al Azhar dan madrasah-madrasah] penuh dengan orang-orang yang dicuci otaknya dengan ajaran Islam. Demikian tulisan Mahfouz al Ansari yang menyatakan Al Azhar dan madrasah adalah pabrik penghasil para ekstrimis-terroris.

No comments:

Post a Comment