Friday, July 6, 2012

Ekonomi Politik Modern Dunia Barat dan Islam


Kegagalan membentuk negara-negara modern terjadi dalam dunia Islam. Edward Said menjelaskan hal ini, “Sejarah dunia Arab modern – dengan kegagalan politiknya, pelanggaran kemanusiaan, kebobrokan militer yang mencengangkan, nilai produktivitas yang semakin berkurang, orang-orang Arab yang tidak berprestasi dalam perkembangan demokrasi, teknologi, dan ilmu pengetahuan – babak belur karena penerapan aturan-aturan dan gagasan-gagasan yang ketinggalan jaman, …

“Kegagalan ini juga terjadi pada banyak negara-negara Islam non-Arab. Jumlah masyarakat Muslim meningkat, tapi pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka, tidak mampu menciptakan lowongan kerja, perumahan, fasilitas-fasilitas kesehatan, transportasi, inflasi tak terkendali, dan penuh dengan pelanggaran kemanusiaan (penyiksaan, hukum yang memihak, pembunuhan bagi yang berani menentang pemerintah).

Kegagalan ini digembar-gemborkan oleh para Islamis guna mendongkrak ketenaran diri sendiri, guna lebih berkuasa, dan akhirnya malah meningkatkan Islamisasi dalam masyarakat.

Mungkin kau akan bertanya: bagaimana kaum ulama bisa berkuasa? Jawabnya yang pertama adalah Al-Qur’an. Al-Qur’an berlaku bagi semua Muslim, dan tidak hanya para “fundamentalis” saja, karena Al-Qur’an merupakan perkataan Tuhan sendiri. Firman Tuhan berlaku sepanjang masa dan tempat, kebenarannya mutlak dan tidak boleh dikritik atau dipertanyakan. Kalau berani mempertanyakan Al-Qur’an itu berarti menentang firman Tuhan dan ini dianggap sebagai penghujatan.
Tugas seorang Muslim adalah percaya dan tunduk di bawah firman Tuhan. Karena pentingnya Al-Qur’an dan Sunnah, maka diperlukan orang-orang yang mampu mengartikan ayat-ayat dan pesan-pesan suci itu. Mereka itu adalah para ulama. Karena kekuasaan ulama semakin besar dalam masyarakat, mereka jadi tambah percaya diri dan mengaku sebagai orang yang berhak mengurus segala perihal agama dan negara. Doktrin masyarakat harmonis Muslim (ijma) juga akhirnya memberi mereka kekuasaan mutlak.

Semua agama yang memerlukan ketaatan mutlak kepada pemimpin agama (ulama) tidak akan menghasilkan masyarakat yang mampu untuk BERPIKIR SECARA KRITIS; masyarakat yang mampu berpikir sendiri. Keadaan ini tentunya menguntungkan para ulama yang berkuasa dan merekalah yang menyebabkan kecerdasan, budaya, ekonomi masyarakat Islam diam di tempat selama beberapa abad. Dalam perkembangan sejarah Islam, tiada pemisahan antara negara dan agama. Segala kritik tentang satu hal dipandang sebagai kritik tentang hal lain.

Setelah Perang Dunia II, masyarakat Muslim dunia ketiga mengartikan Islam secara salah sebagai paham Nasionalisme. Kritik terhadap Islam dianggap sebagai kritik Nasionalisme, dan karenanya yang berani mengritik Islam dianggap anti nasionalis dan berpihak pada penjajah dan imperialis. Tiada negara Islam yang mampu mengembangkan demokrasi yang stabil. Muslim terus saja ditindas penguasa mereka sendiri. Di bawah penindasan tersebut, masyarakat Muslim tidak mampu melakukan kritik sosial yang membangun, padahal pemikiran kritis dan kemerdekaan merupakan satu kesatuan.

Unsur-unsur di atas menjelaskan mengapa Islam umumnya tidak pernah diperiksa dan dipelajari secara ilmiah. Islam tidak mendorong penemuan-penemuan baru dan segala masalah dilihat sebagai masalah agama dan bukan masalah sosial atau ekonomi.

Kebanyakan negara-negara dunia Islam menerapkan sebagian atau seluruh hukum Sharia. Turki adalah perkecualian dengan melakukan pemisahan mutlak antara negara dan agama, menghilangkan kata Islam dari UU negara, dan menolak Sharia. Berlakunya hukum negara Islam bisa dilihat di Iran yang menerapkan agama sebagai pusat sumber hukum. Negara lain seperti Syria hanya menganut Sharia sebagai gagasan dasar UU negara. Saudi Arabia tidak punya UU negara tertulis dan menganut Sharia sebagai hukum negara.

Karena ingin tetap berkuasa dan cari-cari alasan atas kegagalan ekonomi negara, para pemimpin negara-negara Muslim kompromi dengan para ulama, yang pada akhirnya juga minta kekuasaan bagi diri mereka sendiri pula. Para Sheikh, imam, ulama yang khotbah di mesjid-mesjid semakin lama semakin ganas dan kaset khotbahnya laku keras, semakin mendapat tempat di hati pendengarnya kaum muda Muslim yang frustasi dengan keadaan ekonomi mereka. Islam bagaikan obat bagi penderitaan harian mereka dan khayalan untuk dapat hidup yang lebih baik di masa depan.

Baca: Averroes (1126–1198) superseded by Ibn Taimiya (1263-1328)

No comments:

Post a Comment