Tiadanya Pemisahan Mutlak antara Negara dan Mesjid (Agama).
Sekulerisme berdiri tegak di akhir abad ke-19 di
negara-negara Protestan di Eropa, tapi pertama kali muncul di negara-negara Protestan
di Eropa Utara di abad ke 17 setelah konflik Protestan-Katolik, dan sekulerisme
ditegakkan setelah terjadi revolusi Amerika dan Perancis di abad ke-18. Orang
bahkan bisa mengatakan bahwa sekulerisme memang bagian dari Kristen dari
perkataan Yesus di Matius 22:21: “Berikan bagian Kaisar untuk Kaisar, dan
berikan bagian Tuhan untuk Tuhan.”
Akan tetapi bagi Muslim, Tuhan adalah Kaisar, negara
adalah negara milik Tuhan, tentara adalah tentara milik Tuhan, musuh adalah
musuh Tuhan, dan di atas semuanya, Hukum Negara adalah Hukum Tuhan. Masalah
pemisahan mesjid dan negara tidak berasal dari keberadaan mesjid itu sendiri,
sebab dalam Islam, mesjid dan negara adalah satu dan sama. Muhammad itu nabi
dan sosok militer, nabi dan negarawan. Karirnya sebagai negarawan sama
pentingnya dengan tujuan kenabiannya. Karena itu dari awal, Islam sama halnya
dengan penerapan kekuasaan. Dalam bahasa Arab kuno tidak ada pemisahan bagi
kata “awam” dan “eklestial,” “rohani” dan “duniawi,” “sekuler” dan “agamawi.”
Islam tidak membedakan hal-hal itu karena Islam mengatur semuanya dan menganut
hukum atas seluruh kehidupan umatnya.
--
Masyarakat Barat mengembangkan badan-badan negara yang
sangat penting bagi terbentuknya demokrasi dan sekulerisme. Salah satu badan
itu adalah Badan Perwakilan Masyarakat (atau DPR), yang fungsinya sama seperti
yang dijalankan dalam Undang-undang Romawi. Undang-undang ini melindung hak
warga negara untuk diperlakukan sebagai badan usaha pribadi (corporate person)
yang berhak membeli dan menjual, membuat persetujuan dagang, tampil sebagai
pihak yang membela haknya, dll. Tiada hukum Islam yang setara dengan hukum perwakilan rakyat
Romawi seperti itu. Islam tidak mengakui hak Muslim sebagai badan
perusahaan pribadi. Hal ini dikatakan pula oleh Joseph Schacht: “Islam tidak
mengenal hak-hak individual, bahkan keuangan masyarakat pun tidak dipandang
sebagai sebuah badan tersendiri.”
Satu dari fungsi utama badan-badan perwakilan
pemerintahan Barat adalah penetapan hukum negara, tapi hal ini pun tidak ada
dalam hukum Islam, sehingga tidak diperlukan badan perwakilan apapun dalam
negara-negara Islam. Negara Islam adalah negara agama yang diatur Tuhan. Bagi
Muslim mu’min, hukum negara berasal dari Tuhan saja, dan penguasa negara
berkuasa melalui hukum Tuhan, dan bukan hukum buatan manusia.
Pemimpin negara hanya mengartikan hukum-hukum Tuhan yang
diturunkan melalui Muhammad. Karena tiadanya badan perwakilan masyarakat, Islam
tidak mengembangkan prinsip-prinsip perwakilan, atau tata cara apapun untuk
memilih wakil rakyat atau pemilu. Karena itulah maka tidak heran, seperti yang
dikatakan Lewis, jika sejarah negara-negara Islam adalah “contoh kepemimpinan
mutlak (absolut-totaliter). Muslim tunduk penuh di bawah pemimpin Islam
sebagai bagian dari ibadah. Dengan sendirinya, tidak taat pada Pemerintah Islam
merupakan dosa dan juga pelanggaran hukum.”
--
Islam mengaku sebagai kebenaran sejati, unggul di atas
segala kepercayaan, satu-satunya kebenaran, dan diwahyukan pada satu orang
saja, menghasilkan satu buku saja: Al-Qur’an. Sudah kewajiban Muslim untuk
membuat seluruh dunia memeluk Islam. Hal ini dinyatakan pula oleh Frithjof
Schuon, “…Muslim cenderung percaya bahwa non-Muslim tahu bahwa Islam
merupakan kebenaran mutlak dan menolaknya karena keras kepala; atau
non-Muslim itu benar-benar tidak tahu akan Islam dan dapat diajak masuk Islam
melalui penjelasan singkat tentang Islam. MUSLIM TIDAK MAMPU MENGHADAPI KENYATAAN BAHWA
NON-MUSLIM DAPAT MENENTANG ISLAM BERDASARKAN NURANI SENDIRI. Hal
ini karena Islam telah tertanam sangat dalam di benak Muslim dan ini menghalangi mereka
berpikir logis.” Aku tidak menentang pernyataan ini
sama sekali.
Baca:
Islamists
not successful with peasants, or rural elite, but urban poor, looking for help
& meaning. Cf. E.Gellner, pp 9-15.’ High Islam / Low Islam, of
the scholars/people respectively.
No comments:
Post a Comment