Apakah yang membedakan kebudayaan Barat dengan
kebudayaan-kebudayaan besar lainnya? Apa yang menyebabkan terbentuknya
kebudayaan Barat?
Ada empat atau lima prinsip yang selalu ada
dalam budaya Barat sejak bangsa Yunani dulu membentuk sekulerisme yang
nilai-nilai dan prinsip-prinsipnya kemudian berkembang menjadi kebudayaan
Barat.
Sir Ernst Gombrich bertanya mengapa pihak Barat di akhir
Abad Pertengahan dengan cepat bisa menjajah berbagai negara besar di dunia
Timur. Ini jawab darinya:
- Dalam kebudayaan besar Timur, kebiasaan hidup berpengaruh kuat dan tradisi jadi patokan kehidupan. Jika terjadi perubahan dalam masyarakat, hal itu tidak tampak karena aturan agama berkuasa penuh dan tiada yang boleh mempertanyakannya.
- Keinginan mempertanyakan sesuatu dan penolakan atas kekuasaan mutlak merupakan hal yang tidak terdapat dalam budaya Timur.
Kedua hal itu berasal dari budaya Yunani. Betapapun
seringnya pihak penguasa menolak kedua hal ini, pasti saja terus terjadi
percikan perlawanan bawah tanah. Percikan ini dikipasi jadi kobaran kesadaran
bahwa kakek moyang kita dulu bukanlah satu-satunya golongan yang tahu segala
pengetahuan. Generasi masyarakat baru dapat mengetahui lebih banyak jika mereka
mempertanyakan informasi terdahulu dari generasi sebelumnya. Ini sama seperti
motto Royal Society (Masyarakat Bangsawan): Nullis in verba –
Tidak ikut kata-kata siapapun.
Pertanyaan berikut: Apakah dampak sekulerisasi Kristen?
Penolakan akan agama bukanlah satu-satunya sebab dari
sekulerisasi. Karena itu, usaha-usaha dari kaum beragama untuk menerangkan
agama secara masuk akal seringkali menghasilkan efek samping yakni unsur logika
lebih unggul daripada unsur maya.
Selain itu, hal yang lebih penting lagi adalah pemisahan
antara Gereja dan Negara, dan agama
merupakan masalah pribadi saja. Hal ini pun mempengaruhi pendidikan
masyarakat, bahkan pada orang-orang yang tetap memegang kuat agamanya.
Ini pernyataan dari Chadwick: Pengertian sebagian doktrin
agama Kristen berkembang dalam gereja sebagai pengaruh laju pengetahuan dan ini
mengakibatkan pikiran manusia lebih ‘sekuler’. Di abad ke-19, perkembangan
sebagian doktrin Kristen ini berjasa membentuk pengertian manusia yang semakin
sekuler.
Kata Chadwick lagi, “Sejak saat masyarakat Eropa
menetapkan untuk bertoleransi, terbukalah kesempatan bagi segala pendapat.
Secara hukum, toleransi terhadap minoritas tidaklah sama dengan kesamaan
berpendapat.
Tapi sejarah budaya Eropa berkembang dan mempengaruhi
satu sama lain… Begitu terjadi kesamaan berpendapat dalam suatu kelompok, maka
kelompok lain pun akan menerapkan hal yang sama.
Kita tidak bisa menentukan kesamaan berpendapat hanya
pada kelompok Protestan, atau Kristen, atau hanya orang yang percaya Tuhan
saja.
Kebebasan berpendapat dalam agama menjadi kebebasan
berpendapat dalam segala hal… Kesadaran Kristiani dalam berpendapat inilah yang membuat Eropa
jadi ‘sekuler’. Akibatnya, manusia boleh beragama atau tidak beragama karena
kesadaranku adalah milikku sendiri.”
Ada satu unsur terakhir yang membentuk masyarakat Barat; mampu
mengkritik diri sendiri. Masyarakat Barat punya kemampuan tinggi untuk
bercermin pada diri sendiri, mengritik diri sendiri, dan mengamati diri secara
dalam untuk menemukan kesalahan-kesalahan sendiri, tujuan-tujuan sendiri, dan
kelemahan-kelemahan sendiri, dan mencoba untuk mencari perbaikan.
Inilah yang dipikirkan Arthur Schlesinger ketika dia
menulis, “Ada hal-hal penting yang berbeda dalam masyarakat Barat dan
masyarakat lain. Kesalahan yang
pernah dilakukan masyarakat Barat telah menghasilkan “obat” bagi diri mereka
sendiri. Mereka mencapai loncatan besar dengan
- mengakhiri perbudakan,
- menaikkan derajat perempuan,
- menghapuskan penyiksaan,
- melawan rasisme,
- mempertahankan kebebasan berpendapat,
- memajukan hak-hak kebebasan pribadi dan
- hak azasi manusia
- Orang lain juga bisa menambahkan individualisme dan tradisi hak-hak dan kemerdekaan pribadi dalam daftar di atas.
No comments:
Post a Comment