Kapan terjadinya pembangunan Kaabah,
penggalian sumur zamzam dan pemindahan batu hitam (hajjar aswad) ke Mekah
Setelah mempelajari batu
hitam yang merupakan pusat kuil pemujaan Muslim, ternyata pengakuan muslim
bahwa Abraham dan Ismael yang membangun Kaabah di kota Mekah adalah sebuah
kebohongan.
|
gambar Kaabah |
|
layout sederhana Kaabah |
Abraham tidak pernah
pergi ke tempat dibangunnya Mekah, tidak juga anaknya, Ismael dan cucu Abraham (anak Ismael), Nabaioth. Tetapi
walaupun demikian, Ibn Ishak, penulis riwayat hidup Muhammad, tetap
mengklaim bahwa Abraham-lah yang membangun tempat pemujaan di Mekah dan
dijalankan oleh Ismael dan kemudian oleh Nabaioth. Kisah tersebut, diciptakan
oleh Ibn Ishak dan rekan-rekannya, sampai pada pernyataan bahwa setelah Nabaioth, suku
Jurhum yang mereka akui sebagai penghuni Mekah pada jaman Abraham, bertanggung
jawab melayani tempat pemujaan di Mekah. Menurut kisah tersebut, mereka
melayani sampai suku Khuzaa’h datang dari Yaman. Hal itu terjadi setelah
bendungan di Ma’rib mulai menunjukan tanda-tanda kerusakan dan
terusirlah mereka. Kisah itu berlanjut bahwa ketika suku Khuzaa’h tiba di
Mekah, mereka mengalahkan Jurhum. Jurhum kemudian meninggalkan Mekah untuk
menyembunyikan batu hitam dari kuil pemujaan dan dua rusa emas. Mereka menyembunyikan benda-benda tersebut di mata air yang disebut sebagai Zamzam,
kemudian menutupi mata air, batu dan duarusa tsb dengan tanah
sehingga tidak terlihat.[1] Hari kejadian ini sangat penting. Menurut kisah
tersebut, Jurhum tinggal di Mekah sampai rusaknya bendungan Ma’rib dan suku
Khuzaa’h meninggalkan Yaman. Kita tahu bahwa hal-hal itu terjadi sekitar tahun 150 SM.
Tradisi/hadis islam tidak masuk akal saat
membicarakan Jurhum dan penyembunyian mata air dan batu hitam
Jika kisah Jurhum benar,
mengapa para penulis riwayat jaman itu, yang mengunjungi dan menulis tentang
bagian Barat jazirah Arab menyebutkan nama semua suku yang
tinggal disana bahkan sampai suku terkecil, tetapi tidak sekalipun
menyebutkan Mekah atau suku Jurhum ?
Kedua, setelah dikalahkan, bagaimana mungkin Jurhum mengubur dua rusa emas yang sangat berharga dan sebuah batu yang
sangat dipuja di Mekah tanpa diketahui para penghuni lainnya? Setiap suku
yang meninggalkan Mekah sudah pasti membawa harta pusakanya dan tidak akan
menguburnya di sebuah tempat umum yg diketahui secara umum. Apalagi mengingat
mata air tersebut adalah mata air satu-satunya diMekah.
Ketiga, sang batu hitam adalah sebuah batu yang dipuja. Tidak mudah untuk
memindahkannya dari lokasi didalam kuil pemujaan tanpa diketahui seseorangpun.
Menurut pengakuan kaum muslim, perang pecah dikarenakan perebutan hak
pengelolaan atas tempat pemujaan tersebut. Bagaimana mungkin suku
Jurhum yang dikalahkan berhasil memindahkan batu tersebut tanpa dicegah oleh
suku Khuzaa’h sang pemenang atau paling tidak mengetahui tempat
disembunyikannya si batu?
Argumen keempat, terpusat pada keberadaan mata air itu sendiri. Jika ia berada
di jazirah Arab bagian Barat, maka lokasinya
pasti penting untuk diingat. Di atas semua itu, air, secara khusus sangatlah
penting bagi bangsa arab yang hidup di gurun pasir. Tradisi islam mengklaim
keberadaan mata air tersebut sejak jaman Abraham. Jika pada saat itu secara
ajaib diadakan pada saat malaikat Jibril memberikan air pada Hagar dan anaknya,
Ismael, maka keberadaannya harusnya diketahui secara luas, bukan hanya di
Mekah, tetapi juga di kota-kota lain disekitar
Mekah. Kaum Bedouin pasti akan datang ke mata air itu untuk memberi minum
binatang ternak mereka. Para penghuni juga akan datang untuk menyegarkan diri
mereka. Tidak seorangpun dapat menyembunyikan mata air tersebut, bahkan jika
dapat ditutupi dengan tanah.
Kisah kaum Jurhum menyembunyikan barang di mata air pada abad kedua Masehi
diteruskan dengan mengklaim bahwa Abdul Mutaleb, kakek Muhammad, menemukan kembali mata air
tersebut pada akhir abad kelima Masehi. Kita hanya dapat menyimpulkan bahwa
mata air itu tidak nampak sebelum masa Abdul Mutaleb dan hanya
diketahui keberadaannya setelah warga Mekah menggalinya.
Fenomena penggalian untuk mendapatkan mata air adalah hal umum di Timur Tengah.
Klaim bahwa sebuah mata air ada di sebuah kota selama 2.500 tahun sebelum
Jurhum berhasil menyembunyikannya selama tiga abad berikutnya adalah hal yang
tidak mungkin, mengingat mata air di jazirah Arab pada masa tersebut sangat bernilai dan sangat penting
bagi para Bedouin, dibandingkan dengan Laut Mati itu sendiri. Anda mungkin
dapat menyembunyikan laut dari mata suku-suku yang kehausan
tetapi anda tidak dapat menyembunyikan sebuah mata air dan lokasinya selama
itu.
DAN tidak mungkin kita dapat percaya bahwa sang batu hitam telah berhasil
disembunyikan selama tiga atau empat abad. Batu itu merupakan pemujaan utama
atau wujud yang disakralkan dalam setiap tempat pemujaan yg
dlm bhs Arab disebut kaabah. Batu yang dipuja tersebut yang
melambangkan (simbol) bulan, dianggap sakral. Pemujaan
kepada Keluarga Perbintangan Arab dengan Allah, yang merupakan
bulan sebagai pimpinannya, berada seputar batu hitam tsb. Ellat,
istri allah, adalah matahari, sementara al-‘Uzza dan Manat, putri-putrinya, melambangkan dua planet. Kaum muslim percaya bahwa
batu hitam sakral tsb datang dari allah, yang tadinya merupakan bulan sebelum
digantikan dgn planet venus. JADI bagaimana mungkin sebuah batu hitam yang
sangat dipuja dan dihormati oleh masyarakat dapat disembunyikan selagi mereka
berperang untuk mempertahankan kehormatannya?
Tidak mungkin utk mengatakan bahwa Kaum Jurhum yg kalah berhasil
menyembunyikan batu yang sangat dipuja tanpa dilihat seorangpun, khususnya jika
tempat itu adalah sebuah mata air, tempat mereka minum setiap hari saat
berperang. Menyembunyikan batu yang dipuja dengan cara apapun adalah sangat
tidak mungkin dibanding dengan menyembunyikan mata air itu sendiri.
Kisah si batu hitam mempunyai beberapa implikasi penting: batu hitam tersebut
tidak ada didekat Mekah sampai, barangkali, pada akhir abad 5M. Itu sebabnya
mengapa tradisi islam berusaha mencari pembenaran atas ketidakhadiran batu
tersebut dengan membuat cerita-cerita yang tidak masuk
akal. Oleh karena itu, kita dapat memperkirakan bahwa si batu hitam, yang
merupakan wujud utama pemujaan di semua kaabah di jazirah arab, dibawa dari
daerah LAIN – kemungkinan besar adalah YAMAN – pada akhir abad kelima masehi.
Asa’d Abu Karb adalah orang yang sebenarnya
membangun Kaabah pada awal abad kelima masehi
Dikatakan bahwa sebelum
pembangunan Kaabah, sebuah tenda telah ada pada tempat dimana bangunan tersebut
kemudian dibangun.[2] Suku Khuzaa’h datang dari Yaman sekitar abad ke dua Masehi. Pada abad ke 4M, mereka berpindah ke daerah dimana
selanjutnya Mekah kemudian dibangun. Dikarenakan mereka tidak mendapatkan
sebuah tempat pemujaan, mereka mendirikan tenda di sebuah lapangan terbuka.
Informasi dari para penulis di abad 8M yang mendasarkan
informasi pada masa muhammad, mengindikasikan bahwa kaabah telah dibangun pada
awal abad 5M oleh pemimpin kaum penyembah berhala Himyarite dari Yaman yg
bernama Asa’d Abu Karb. Dia juga dipanggil sebagai Abu Karb Asa’d
dan ia memerintah Yaman dari tahun 410 sampai 435M. Fakta yang diakui ahli
sejarah islam bahwa Asa’d Abu Karb adalah penguasa pertama dalam sejarah yang
mendandani kaabah adalah sebuah indikator yang penting bahwa dialah orang yang
sebenarnya membangun kaabah.[4]
Memperindah sebuah tempat pemujaan di jazirah arab adalah tahap pembangunan
kedua. Hal itu termasuk penyelesaian dekorasi dinding bagian dalam, pemasangan
karpet pada dinding-dinding dan lantai, dan menambahkan
tekstur dan benda-benda berkaitan pada bermacam-macam bagian dari bagian
dalam bangunan. (Orang-orang arab tidak akan berdoa di dalam tempat pemujaan
yang tidak didekorasi). Asa’d Abu Karb mengambil buruh dari Azed untuk
membangun dinding bagian dalam Kaabah. (Azed adalah sebuah suku dari Yaman pada
saat yang sama dengan kedatangan suku Khuzaa’h.) Jadi Asa’d Abu Karb lah yang
pertama kali membangun dan mendandani Kaabah, pastilah juga yang pertama kali
membangunnya di saat masih berupa tenda di mana suku Khuzaa’h dari Yaman
bersembahyang. Asa’d Abu Karb, juga dipanggil sebagai Tubb'a,
menduduki kota Yathrib sebelum datang ke Mekah. [6]
Kelihatannya ia menemukan banyak tempat pemujaan di Yathrib, tetapi sesampainya
ia di Mekah, ia tidak menemukan satupun tempat pemujaan tersebut. Karena para
penghuni adalah pendatang baru dari Yaman, Asa’d Abu Karb membangun tempat
pemujaan yang penuh gaya dan khas Yaman. Dia melakukan hal tersebut untuk
mempertautkan dirinya dengan penduduk. Dia juga menuliskan sebuah elegi
di mana ia menceritakan mengenai matahari yang terbenam dalam mata air
berlumpur hitam, sesuatu yang dimasukan Muhammad ke dalam Quran.
Penambahan-penambahan oleh Quraish pada bangunan yang
dibangun Asa’d Abu Karb
Quraish, suku Muhammad,
kemudian hari menguasai Mekah. Mereka mendapatkan sebuah batu hitam dari Yaman
sehingga tempat pemujaan mereka akan sama dengan semua kaabah lainnya yang
mana, menurut pemujaan Keluarga Perbintangan jazirah arab, dibangun keliling sebuah
batu hitam. Pemujaan terhadap keluarga bintang dimulai dari Yaman, dari tempat
dimana kaum Quraish beremigrasi. Kaabah pertama yang dibangun Asa’d Abu Karb
beratapkan kayu. Atap tersebut terbakar, kemudian mereka menggunakan kayu yang
dibawa oleh sebuah kapal Byzantine yang berlabuh di lepas pantai Laut Mati di
suatu daerah yang dinamakan al-Shaebieth. Pemilik kapal adalah seorang Koptik
Mesir bernama Bachum. Dialah yang menjual kayu kepada mereka dan dibuat menjadi
atap untuk kaabah.[7] Kemudian, ketika muhammad masih muda, wujud-wujud berikutnya masih ditambahkan pada bangunan yang
sederhana.[8]
Fakta-fakta tersebut tentang pembangunan tempat pemujaan di Mekah seharusnya
menyebabkan kaum muslim mempertanyakan segala sesuatu yang dikatakan Ibn Ishak
dan para rekannya mengenai kota itu, dalam
upaya mendukung klaim muhammad didalam quran bahwa tempat pemujaan tersebut
dibangun oleh Abraham dan Ismael.
KAUM YAMAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS
PEMBANGUNAN TEMPAT PEMUJAAN DI MEKAH
Suku Khuzaa’h, penyembah
berhala dari Yaman, membangun kota Mekah pada abad 4M. Jejak-jejak mereka
diseluruh bangunan tempat pemujaan, menunjukkan bahwa tidak mungkin Abraham dan
Ismael yang membangunnya
Kita akan mendiskusikan karakteristik pemujaan Yaman yg melekat pada tempat pemujaan
di Mekah. Perkataan dan kebiasaan muhammad disebut hadits. “Sahih Muslim” dan
“Sahih Bukhari” merupakan buku-buku utama yang dapat dipercaya, berisikan
kata-kata atau perbuatan muhammad. Dalam buku-buku tersebut, kita membaca
mengenai kebiasaan muhammad memeluk dan mencium dua buah batu,Rukun Yaman dan
batu hitam. Ibn Abbas, sepupu muhammad dan penulis dari hadits yang
dapat dipercaya, menyebut ttg kebiasaan muhammad memeluk dua Rukun
Yaman. Dengan Rukun Yaman, dia menunjuk pada batu hitam dan batu lainnya
yang juga disebut sebagai Rukun.[9] Dari hal tersebut kita mengetahui
bahwa kaabah mempunya dua wujud utama yang juga disebut Rukun yang dianggap
sakral, yaitu batu-batu di mana disekelilingnya dibangun kaabah. Inilah
sebenarnya yang dipuja warga Mekah dan Muhammad.
JADI KESIMPULANNYA : batu hitam tersebut dibawa dari Yaman pada masa Abdel
Mutaleb, kakek muhammad. TAPI Islam mengklaim batu tersebut disembunyikan
bersama dengan mata air Zamzam beberapa abad sebelum muhammad. Telah saya
tunjukkan sebelumnya bahwa klaim demikian tidak mungkin benar. Faktanya adalah
bahwa muhammad dan islam berusaha menghubungkan penyembah berhala dari Yaman
yang merupakan nenek moyang muhammad, yang mana ditransfer dari Yaman ke tempat
pemujaan di Mekah, dengan Abraham dan Ismael, walaupun ada bukti-bukti sejarah
yang menunjukan sebaliknya. Kita akan melihat beberapa di antaranya.
Pertama-tama, diakui secara luas bahwa Mekah dibangun pada abad 4M. Abu Karb Asa’d
adalah yang pertama kali menyucikan kaabah yang menunjukkan bahwa dialah
pembangun kaabah. Dia melakukannya dalam masa pemerintahannya di Yaman yaitu
antara 410 dan 435M. Kedua Rukun, atau batu-batu yang merupakan wujud utama
pemujaan di tempat pemujaan aslinya berasal dari Yaman. Waktu kemunculan
pertama kalinya batu hitam tersebut di Mekah adalah pada masa kakek muhammad,
sekitar tahun 495 dan 520M. Walaupun tradisi islam sadar akan fakta-fakta ini,
Muslim TETAP menciptakan kisah-kisah yang tidak berdasar untuk menutupi celah-celah sejarah. Telah saya buktikan bahwa kisah-kisah
tersebut tidak masuk akal dan gampang dipatahkan.
Faktor yang penting dalam melacak hasil kerja orang Yaman dalam pembangunan
tempat pemujaan di Mekah dan mengukir waktu yang tepat atas pembangunan tempat
pemujaan semacam itu dapat ditemukan di Kerajaan Himyarite di Yaman. Abu Karb
Asa’d, raja yang memerintah kerajaan Himyarite, mencoba memperluas kerajaannya
pada jazirah arab bagian barat tengah supaya dapat mengontrol jalur rempah-rempah
dari Yaman ke utara jazirah arab dan daerah produktif bulan sabit. Abu Karb
Asa’d yang juga dipanggil sebagai Tubb'a, menduduki kota-kota di tengah bagian
barat jazirah arab pada permulaan abad kelima masehi. Di antara kota-kota
tersebut adalah Mekah dan Yathrib, yang juga disebut al-medina. Strategi kaum
pendudukan adalah menyatukan kota-kota tersebut pada kerajaannya dengan
memperkuat sistim keagamaan Yaman yang telah dipeluk para penghuni Mekah dan
Yathrib. Para penghuni Mekah adalah pendatang dari Yaman, jadi mereka orang
asli Yaman. Yathrib dibangun oleh dua suku Yaman, Oas dan Khazraj. Mereka juga
beremigrasi ke Yathrib setelah dam di Yaman rusak di sekitar tahun 150 masehi.
Suku-suku ini hidup bersama dua suku Yahudi yaitu Bani Kharithah dan Bani
Nathir yang sudah duluan ada. Abu Karb Asa’d asli Yaman. Ia membangun kaabah di
Mekah untuk memperkuat kekuasaannya atas kota tersebut dan menunjukan niat baik
pada para penduduk Mekah yang saat itu tidak memiliki tempat pemujaan untuk
bersembahyang. Mereka, sama seperti dirinya, mempunyai kepercayaan yang sama
pada penyembahan berhala.
Pemikiran-pemikiran Tubb’a atas mitos-mitos penyembahan berhala orang Yahudi
dan orang Yaman dan pengaruh mereka pada orang-orang arab di tengah bagian
barat jazirah arab dan juga terhadap muhammad.
Tubb’a juga mencoba membangun jembatan penghubung dengn komunitas Yahudi di
Yathrib. Dia mendengarkan pemikiran keagamaan mereka dan sumbernya. Dia
mempelajari mithos orang Yahudi seperti legenda burung hoepoe yang mengabarkan
tentang kerajaan Saba kepada Solomon. Mithos ini berasal dari buku-buku
mithologi yang dinamakan sebagai Targum Ester kedua. Muhammad memasukan mithos
yang sama ke dalam quran.
Untuk memperlengkapi, Tubb’a membawa dua rabi Yahudi ke Yaman.[10] Mereka
menambahkan pengetahuannya dengan mengajarkannya banyak sumber-sumber keagamaan
Yahudi dan mitos-mitos, memudahkannya untuk mencampurkan bermacam-macam hal ke dalam latar belakang penyembahan berhala
Yamannya dengan mithologi Yahudi dan kepercayaan keagamaan. Contohnya, ia
menggabungkan pemujaan bintang arab dengan mithologi Yahudi. Denga npengetahuan
yang beragam seperti itu, dia berpikir akan dapat mengontrol daerah di tengah
bagian barat jazirah arab, di mana kaum Yahudi dan arab tinggal. Dia kemudian
menyatakan dirinya seorang nabi, menerangkan banyak pemikiran yang dianggap
orang Yaman tidak terbantahkan tentang matahari, bumi dan kosmos. Di Mekah,
dalam usaha menyakinkan para pendengarnya bahwa ia adalah seorang nabi, dia
mengajarkan bahwa matahari terbenam di mata air yang berlumpur hitam.[11]Mitos
ini pula yang dimasukan muhammad ke dalam quran.
Setelah kematiannya, klaim Tubb’a meninggalkan kesan yang mendalam pada banyak
kelompok masyarakat, bahkan pada kelompok-kelompok yang hidup hingga masa
muhammad. Muhammad menganggap dia sebagai seorang muslim dan hampir sebagai
seorang nabi.[12] Ada pula mithos mengenai Tubb’a di antara kaum arab.
Al-Taberi menyanjung kemenangan-kemenangannya di China dan Tibet.
Sama sekali tidak berdasar sejarah, tetapi hal itu menunjukan betapa besar
pengaruh Tubb’a atas orang-orang arab pada masa muhammad, pada soal mana banyak
yang menganggap dia sebagai seorang nabi.
Kaabah di Mekah dibangun untuk pemujaan
bintang-bintang Arab dan jelas mempunyai kesamaan pada semua
karakteristik kaabah-kaabah (kuil tempat
pemujaan) yang dibangun untuk bersembahyang
Fakta bahwa tempat
pemujaan di Mekah dibangun sebagai kaabah untuk pemujaan bintang arab
ditunjukan dalam banyak hal. Pertama bahwa bangunan tersebut dibangun dengan
gaya arsitektur yang sama dengan kaabah lain di jazirah arab. Semuanya adalah
tempat pemujaan yang sama untuk agama keluarga bintang arab di mana allah
dianggap sebagai pimpinan dan ellat adalah istrinya. Semua kaabah mempunyai
sebuah batu hitam sebagai wujud yang paling dipuja. Ia melambangkan bintang
tuhan di jazirah arab. Banyak dari batu hitam tersebut adalah meteorit yang
oleh orang arab jatuh ke bumi. Mereka berpikir bahwa meteorit tersebut adalah
duta dari bulan yang diangap sebagai allah itu sendiri. Ini sebelum gelar
tersebut diberikan pada venus yang menggantikan bulan sebagai pimpinan keluarga
bintang.
Hal lain yang menunjukkan bahwa kaabah di Mekah dibangun sebagai tempat
pemujaan bintang arab adalah bahwa kaabah Mekah merefleksikan anggota-anggota
keluarga rasi bintang dalam banyak wujud. Pintu
utama kaabah disebut sebagai “ pintu pemuja matahari”,[14] istri dari
allah.
Muhammad mengkonfirmasikan bahwa
kepercayaan asli kaabah adalah dari orang Yaman
Peranan agama penyembah
berhala orang Yaman dalam bangunan tempat pemujaan di Mekah dan sifat alamiah
agama tersebut tidak dapat disembunyikan. Bahkan muhammad menerima bahwa system
keagamaan di Mekah sebagai asli dari Yaman. Muhammad banyak menyuarakan hadits
mengenai sumber asal kepercayaan kaabah adalah dari Yaman. Pengajaran tersebut
dilaporkan dalam hadits yang dapat dipercaya, buku al-Bukhari di dalam mana
muhammad berkata : “Kepercayaan orang Yaman dan kebijaksanaan orang Yaman”.
Dalam hadits lain, ia berkata : “Doktrin dan hal-hal berkaitan dengan hokum
adalah dari orang Yaman”.[15] Maka, bukan hanya Rukun, batu yang sacral di
kaabah, yang dari Yaman, tetapi juga hukum-hukum keagamaan, doktrin dan
kepercayaan adalah dari orang Yaman. Ada bukti tidak terbantahkan bahwa tempat
pemujaan di Mekah dibangun oleh pemimpin Yaman menurut gaya dan detail
penyembahan berhala ala Yaman. Ia mendirikan ritual keagamaan Yaman di Mekah
dan itu diketahui oleh bagian lain dari jazirah arab. Bagaimana kemudian,
Abraham bisa membangun kaabah, jika apa yang telah kita pelajari mengenai
pembangunannya adalah benar? Bagaimana mungkin batu hitam dating dari surga dan
bagaimana Abraham mempersembahkan korban di atasnya, dan membangun kaabah di
sekelilingnya, jika batu tersebut tidak berada di Mekah sebelum abad kelima
masehi? Bagaimana mungkin ajaran muhammad dating dari allah melalui malaikat
Gabriel dan tetap berasal dari Yaman?
Cendekiawan mesir yang terpandang, Tah Hussein, telah mengkritik
islam karena menghubungkan pembangunan tempat pemujaan di Mekah dengan Abraam
dan Ismael.[16] Tah mengatakan:
• Kasus tersebut pada episode ini sangat jelas karena waktu yang relatif baru
dan muncul bersamaan dengan munculnya islam. Islam telah mengeksploitasinya
untuk alasan keagamaan.[17]
Jika kaum muslim mencari data dengan seksama dalam sejarah, seperti yang
dilakukan oeh cendekiawan besar Mesir ini, mereka akan sampai pada kesimpulan
yang sama.
Menentukan waktu suku Khuzaa’h membangun
Mekah
Banyak elemen sejarah
membantu kita menentukan waktu pembangunan Mekah yang tepat. Satu factor utama
yaitu kerusakan yang terjadi pada dam di Ma’rib di Yaman sekitar tahun 150
masehi. Hal tersebut menyebabkan banya keluarga dan suku-suku beremigrasi dari
Yaman ke Utara. Salah satu dari keluarga-keluarga tersebut adalah
keluarga Amru bin Amer, seorang individu Yaman yang keturunannya bersaudara
dengan banyak suku-suku. Di antaranya adalah Khuzaa’h yang berdiam di bagian
tengah bagian barat jazirah arab. Kemudian mereka membangun kota Mekah.
Suku-suku lain yang datang dari Amru bin Amer adalah Oas dan Khazraj. Mereka
berdiam di Yathrib, yang juga dinamakan sebagai al-medina, di mana suku-suku
Yahudi, Bani Kharithat dan Bani Nathir juga telah berdiam.
Dari tulisan Tabari, ahli sejarah terkenal arab, kita mengetahui bahwa
kejadiannya hamper bersamaan dengan perpindahan Lakhsmids dari Yaman ke
Mesopotamia. Juga diwaktu yang bersamaan, Amru bin Amer, bapak kaum Khuzaa’h,
pindah dari Yaman.[18] Kaum Lakhsmids dating dari Yaman di abad kedua
masehi. Mereka berdiam di daerah Mesopotamia yang belakangan diketahui sebagai
kota Hira. Kemudian orang-orang Persia menggunakan mereka sebagai penjaga
perbatasan dengan kekaisaran Byzantine yang mendominasi Syria. Raja Laksmids
pertama adalah Amr I bin Adi, yang memerintah dari tahun 265–295 masehi.[19] Begitu
seriusnya kerusakan dam di Ma’rib, mempercepat emigrasi dari suku-suku seperti
Ghassan yang berdiam di perbatasan dengan Byzantine, Shammar yang berdiam di
gurun pasir Syria dan suku-suku lainnya yang beremigrasi ke utara jazirah arab
dan daerah produkrif di daerah bulan sabit.[20] Beberapa dari suku-suku
ini mempunyai hubungan kekerabatan karena merupakan keturunan dari Amru bin
Amer.[21] Suku-suku lain yang dating pada saat runtuhnya dam di Ma’rib
adalah suku Oas dan Khazraj. Mereka tinggal di al-medina. Ozd al-Sarat pergi ke
al-Sarat, sebuah tempat dekat Orfeh di sebuah daerah di mana kemudian Mekah
dibangun. Suku Khuzaa’h menghuni tempat yang disebut Mur yang juga disebut
sebagai Mur al-Thahran,[22]sebuah tempat lain yang juga dekat dengan tempat di
mana kemudian Mekah dibangun.[23]
Mekah dibangun oleh kaum Khuzaa’h sebagai
stasiun yang terisolasi dari jalur rempah-rempah
Pada saat itu, tidak ada
kota bernama Mekah di daerah tersebut, jikalau ada, Khuzaa’h dan Ozd telah
menghuninya, seperti Oas dan Khazraj menghuni kota Yathrib. Sampai dengan lebih
dari satu setengah abad, kaum Khuzaa’h tetap berada di daerah sekitar area di
mana kemudian Mekah dibangun. Kemudian mereka memutuskan membangun sebuah
stasiun di jalur caravan, di mana para pedagang dapat beristirahat dan
berbisnis. Jika Mekah telah ada sebelum kaum Khuzaa’h beremigrasi dari Yaman,
Mekah akan menjadi kota tujuan di mana mereka mencari penghidupan, seperti
suku-suku kerabat mereka, Oas dan Khazraj, pergi ke Yathrib untuk mencari
peruntungan dari perdagangan dan aktivitas pertanian suku-suku Yahudi di sana.
Tetapi bukan Khuzaa’h maupun Ozd, sebagai pendatang baru di daerah yang hampir
dikosongkan, dekat daerah di mana kemudian Mekah di bangun, menemukan kota yang
menerima mereka ketika mereka meninggalkan Yaman. Mereka menunggu lebih dari
170-200 tahun sebelum membangun seuah kota di jalur caravan yang menjadi
stasiun untuk karavan-karavan bersaing dengan Yathrib yang
berjarak sekitar 200 mil jauhnya. Stasiun yang dibangun mereka, diberi nama
Mekah.
Penting untuk dicatat, bahwa tidak satu sukupun yang datang dari Yaman menghuni
Mekah. Jika Mekah sudah ada pada saat dam di Ma’rib rusak parah, sekitar tahun
150 masehi, kita akan menemukan banyak suku hidup di Mekah karena dekat dengan
Yaman, dibandingkan dengan Yathrib yang lebih jauh. Tetapi karena daerah di
mana kemudian Mekah dibangun adalah daerah yang kosong dan tidak mempunyai
kota-kota, menarik suku-suku seperti Ozd dan Khuzaa’h mendiami daerah tersebut.
Mereka melakukannya walaupun mereka sebelumnya tinggal di sebuah kota dengan
peradaban di Yaman yaitu Ma’rib, ibukota Saba. Ini argument penting yang
menunjukan bahwa Mekah tidak pernah ada sebelum kaum Khuzaa’h membangun kota
tersebut pada abad keempat masehi.
Mari kita mereview fakta-fakta bersejarah ini. Telah saya tunjukan bahwa
suku Khuzaa’h dari Yaman yang membangun kota Mekah pada abad keempat masehi.
Kita telah melihat hubungan antara tempat pemujaan di Mekah dengan agama
penyembah berhala dari Yaman. Semua hal ini menunjukan klaim islam mengenai
pembangunan tempat pemujaan di Mekah oleh Abraham dan Ismael bertentangan
dengan fakta-fakta sejarah yang benar. Membangun kepercayaan di atas pasir
adalah tidak bijak. Saya berdoa semoga teman-teman muslim akan kembali kepada agama yang benar seperti
yang ditemukan dalam sejarah dan dikisahkan dalam Bible. Dalam Bible mereka
dapat menemukan pondasi yang kuat, terdokumentasi secara tertulis dalam kitab-kitab penuh makna dan dianggap oleh para sejarahwan
sebagai sumber yang akurat untuk sejarah kuno.
________________________________________
[1] Tarikh al-Tabari, I, page 524
[2] Al-Azruqi, Akhbar Mecca, 1/6
[3] A. Jamme, W.F., Sabaean Inscriptions from Mahram Bilqis (Ma'rib), the Johns
Hopkins Press, Baltimore, 1962, Volume III, page 387; there are also Texts
numbered by G. Ryckmans after himself, G. Ryckmans, Le Museon 66 (1953), pages
363-7, p1.V; quoted by K.A. Kitchen , Documentation For Ancient Arabia, Part I,
Liverpool University Press, 1994, page 219
[4] Al-Azruqi, Akhbar Mecca, 1:173; Yaqut al-Hamawi, Mujam al-Buldan, 4:463
[5] Ibn Saad, Tabakat, 1, page 64
[6] Ibn Hisham 1, page 20
[7] Halabieh 1, page 235; Ibn Hisham I, page 157; al-Azruqi, Akhbar Mecca I,
page 104
[8] Tarikh al-Tabari, I, page 526
[9] Sahih Muslim 9, page 15
[10] Tarikh al-Tabari, I, page 426-428; al-Ya'akubi I, page 226
[11] Tarikh al-Tabari, I, page 429
[12] Halabieh I, page 280
[13] Tarikh al-Tabari, I, pages 331, 332, 360
[14] Halabieh I, page 236
[15] Al-Bukhari 5, page 122; Halabieh I, page 259
[16] Quotation by Alessandro Bausani, L’Islam, Garzanti Milano, 1980, page 208
[17] Quoted in Mizan al-Islam by Anwar al-Jundi, page 170 ;Behind the Veil,
page 184
[18] Tarikh al-Tabari, I, pages 431 and 360 also mentioned the emigration to
the area of Hira in Mesopotamia of tribes descended from Maad bin Adnan from
Yemen.
[19] K.A. Kitchen, Documentation For Ancient Arabia, Part I , Liverpool
University Press, 1994, page 251
[20] James Montgomery, Arabia and the Bible, University of Pennsylvania Press,
Philadelphia, 1934, page 126; Montgomery also quotes Philby, The Heart of
Arabia, II, page 97
[21] Ibn Hisham I, page 12
[22] Ibn Hisham I, page 13
[23] The commentators on Ibn Hisham I, page 13
_________________
Qui se laudari gaudent verbis subdolis, sera dat poenas turpes paenitentia
(Barangsiapa gembira dengan kata-kata penuh tipuan, maka penjelasan yang tiba
belakangan akan memberikan hukuman yang memalukan).
- Phaedrus 15 BC-AD 50.