SEMARANG (KRjogja.com) - Kasus pembunuhan sadis terhadap Suparno (42) mahasiswa Sekolah Tinggi Theologi Baptis Indonesia (STBI) Semarang yang mayatnya ditemukan Kamis (23/12) malam lalu di hutan daerah Jepara telah terungkap dengan dibekuknya tiga pelaku.
Para pelaku dengan korban sudah saling kenal dibekuk tim khusus Polda Jateng, Jumat (28/12) di tempat berbeda daerah Jawa Tengah, yakni di Sragen dan Kudus. Mereka masing masing Amir Mahmud (29) warga Desa Ngaklingan, Gebog dan Sudarsono alias Sony (29) warga Desa Klumpit, Gebog, Kudus. Dan, satu pelaku lagi, Agus Suprapto (31) asal Dusun Semper Barat , Cililing, Jawa Barat diringkus di Sragen.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng Kombes Bambang Rudi Pratikyo, semalam mengatakan latar belakang karena dendam. Korban sebelum dibuang di hutan tidak cuma dihujani tusukan senjata tajam, tapi juga dibakar. Untuk menghilangkan jejak, ketiga pelaku membawa kabur motor korban agar oleh polisi dianggap korban merampokan.
Adapun, dendam kesumat yang melatar belangi pembunahan sadis itu gara-gara korban yang semasa hidupnya dengan para pelaku pernah sama-sama menekuni ajaran Islam telah beralih agama. Bahkan, Suparno kuliah lagi di perguruan tinggi theologi baptis di Semarang. Perubahan agama, itulah mendorong rekan-rekan lamanya jengkel hingga melakukan pembunuhan sadis tersebut. Ketiga tersangka kini ditahan di sel Polda Jateng Semarang. (Cry)
Perhatikan bagaimana pembenaran ala si Hafidz Ary. Pindah agama dari Islam dan jadi pendeta kok tidak boleh !?
JEPARA (voa-islam.com)
– Arogansi murtadin yang menabur penodaan agama menuai badai. Omega Suparno (42), seorang murtadin dari kota
ukir Jepara tewas mengenaskan dieksekusi trio mujahid setelah terbukti
melecehkan Islam secara provokatif. Meski terancam hukuman mati oleh hukum thaghut, trio mujahid Jepara tak gentar
di jalan Allah.
Murtadin naas warga desa
Mayong Kidul, Mayong Jepara Jateng ini dieksekusi setelah melakukan penodaan
agama terhadap mujahidin dengan melecehkan Al-Qur'an, Allah SWT, Nabi Muhammad
dan Syariat Islam. Sedangkan trio mujahid Jepara yang mengeksekusi murtadin calon pendeta itu adalah Ustadz Amir
Mahmud (29), Sony Sudarsono (29), dan Agus Suprapto (31).
Ustadz
Amir Mahmud adalah alumnus pesantren tauhid terbesar di kotanya yang sudah
malang-melintang di dunia jihad. Usai menamatkan pendidikan di pesantren tahun
2000, ayah seorang anak ini ditugaskan dakwah di Lombok, NTB. Tahun 2001,
ketika bumi Ambon bergolak, ia terpanggil untuk berjihad selama 4,5 tahun
membela kaum muslimin yang tertindas.
Sony
Sudarsono adalah mujahid
yang sudah malang-melintang berjihad hingga mancanegara. Ayah dua orang anak
ini pernah mengikuti pelatihan jihad di Moro Pilipina. Sedangkan Agus Suprapto, warga Semper Barat, Cililing,
Jakarta Utara, adalah mujahid yang pernah bergabung bersama kafilah i’dad di
Aceh bersama Abu Umar. Ayah empat orang anak ini sempat menjadi buronan Densus 88 Antiteror karena
jihadnya.
Eksekusi terhadap
murtadin calon pendeta ini bermula pada bulan Oktober 2012, saat Ustadz Amir
menerima pengaduan dari berbagai aktivis di Kudus, mengenai sepak terjang
penginjil Omega Suparno setelah murtad meninggalkan Islam. Setelah murtad,
jebolan pesantren Kudus yang sempat kuliah di IAIN Yogyakarta ini pindah kuliah ke Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia
(STBI) Semarang untuk mengejar obsesi menjadi pendeta.
Setelah data, alamat dan
identitas Suparno terkumpul, Ustadz Amir berkunjung ke rumah Suparno dengan
misi untuk berdialog dan mengkonfirmasi latar belakang kemurtadannya, pada
Selasa sore (11/12/2012).
Mulanya, dialog berjalan
biasa saja seputar perkenalan. “Njenengan leres Mas Suparno, lulusan Ma’ahid
yang pindah agama?” tanya Amir. (Apakah benar anda bernama Suparno, alumnus
Ma’ahid yang sudah pindah agama?). “Inggih, leres,” jawab Suparno singkat.
(Iya, benar).
Namun agenda dialog yang
direncanakan tak semulus rencana awal. Dikonfirmasi baik-baik, Suparno malahngelunjak. Dengan
provokatif, ia memaparkan bahwa imannya dalam Kristen sudah mantap dan tidak
bisa diganggu gugat lagi. Bahwa semua
manusia hanya bisa selamat di surga bila mengimani Yesus sebagai tuhan dan
juruselamat. Dosa manusia hanya
bisa dibersihkan dengan tebusan kematian Yesus di tiang salib, dan
keselamatannya sudah dijamin 100 persen oleh Yesus.
Untuk mempertegas
kesaksiannya, Supar –sapaan akrabnya– mengumbar pernyataan yang mendiskreditkan
Al-Qur'an. “Al-Qur'an itu tidak ada yang
benar, salah semua. Kalau di sini ada Al-Qur'an, saya injak-injak saja,”
ejeknya sambil memeragakan kaki menginjak-injak lantai rumahnya.
Tak puas menghina
Al-Qur'an, Supar melanjutkan sasaran hujatannya kepada Allah SWT. “Allah itu sebenarnya kan tidak ada, Allah itu baru
diadakan setelah adanya bangsa Arab,” ujar Amir menirukan Suparno.
Ketika topik pembicaraan
beralih kepada kenabian Muhammad SAW, Supar menyebut Muhammad bukan seorang nabi, karena kualitasnya
hanya selevel dengan Kiyai Jawa. “Nabi Muhammad itu tidak boleh
dikultuskan, karena kenabiannya setara dengan gelar kiyai di Jawa,” tegasnya.
Tak ada titik temu,
dialog diakhiri ketika azan magrib berkumandang. Sebelum berpisah, keduanya
berjanji untuk melanjutkan dialog lagi esok harinya.
Dialog juga tak berjalan
imbang, karena Supar sebagai tuan rumah mencecar Amir dengan pemaparan seperti
orang pidato. “Saya gak banyak kesempatan bicara, karena Supar bicaranya gak
berhenti-berhenti,” papar Amir kepada voa-islam.com sebelum Sidang di PN
Jepara, Kamis (20/6/2013).
Muwati (40) adik kandung
Suparno, membenarkan adanya pertemuan dialog Suparno dengan Ustadz Amir Mahmud
sehari sebelum insiden eksekusi. “Nggih, rumiyen wonten tamu kalih, sanjange
rencange teng Ma’ahid, tapi adik kelasipun,” ujarnya kepada voa-islam.com,
Kamis (20/6/2013). (Iya, dulu ada dua orang
tamu, katanya adik kelas Suparno di Ma’ahid).
Tapi ia hanya mendengar
sekilas dan tidak mengikuti percakapan sampai akhir karena ada urusan lain.
“Nopo sing dipermasalahke kulo boten semerap,” jelasnya. (Apa yang dibicarakan
mereka saya tidak tahu).
...Mereka adalah orang
yang berani mengambil alih beban amanah yang seharusnya dipikul oleh negara,
menyelamatkan Syariat agar tidak menjadikannya berdosa...
Esoknya, Rabu malam
(12/12/2012) Ustadz Amir bersama Sony dan Agus mengeksekusi murtadin Suparno di
belakang Ruko Jember Kudus. Setelah tewas, mayat Suparno dibuang ke hutan jati
di Jepara.
Selanjutnya mayat
Suparno di area petak 106 hutan jati desa Jinggotan, kecamatan Kembang,
kabupaten Jepara pada Kamis (13/12/2012).
Polisi baru bisa
mengungkap identitas korban sepekan kemudian, pada Rabu (19/12/2012). Setelah
pengambilan sampel tes DNA dan dibawa pulang, jenazah Suparno dibawa ke Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ) Jepara dan
langsung dimakamkan malam itu juga di makam Kristen setempat.
Akhirnya Ustadz Amir,
Sony dan Agus dibekuk tim khusus Polda
Jateng, Jumat (28/12) di Sragen dan Kudus.
...Saya ingin
menyampaikan pesan kepada para murtadin. Jangan sekali-sekali melecehkan Islam.
Kalau Islam dihina, nyawa mujahid siap dipertaruhkan...
TEGAR MELAKSANAKAN
SYARIAT
Kini, Ustadz Amir
Mahmud, Sony Sudarsono, dan Agus Suprapto menjadi pesakitan di PN Jepara.
Sidang pertama dengan agenda pembacaan Dakwaan digelar pada Kamis (13/6/2013). Ketiganya terancam hukuman mati, dengan jeratan
pasal berlapis, antara lain: pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat 1 (1); pasal 338
KUHP jo pasal 55 ayat 1 (1), pasal 353 ayat 3 KUHP jo pasal 55 ayat 1 (1);
pasal 351 KUHP jo pasal 55 ayat 1 (1).
Meski hukuman mati
mengancam di depan mata, namun ketiga mujahid muda itu tak gentar. Mereka
meyakini amaliah yang dilakukannya sebagai ibadah. “Melalui amaliah ini saya
ingin menyampaikan pesan kepada para murtadin dan aktivis pemurtadan. Jangan
sekali-sekali melecehkan Islam. Kalau Islam dihina, nyawa para mujahid siap
dipertaruhkan!” tegasnya.
Jihad Trio Mujahid
Jepara itu mendapat dukungan dari Front Pembela Islam (FPI). Pembina Laskar FPI
Jawa Tengah, Ustadz Said Sungkar,
menilai tindakan mereka sudah sesuai dengan
nas Syariat yang memberikan sanksi kepada kaum murtadin.
“Sebagai kewajiban
seorang Muslim, Rasulullah SAW mengatakan, "Man baddala dinahu
faqtuluh" (Barangsiapa menukar agama
maka bunuhlah dia). Karena di Indonesia tidak berlaku hukum Islam, maka
daripada semua orang Islam berdosa, maka mereka mengambil alih tanggung jawab
itu guna menyelamatkan umat Islam yang tidak menjalankan syariat,” jelasnya.
“Memang, jika Syariat Islam berlaku maka yang berhak menentukan hukuman mati
(kepada murtadin) adalah qadhi. Tapi karena tidak ada Syariat Islam, maka
Syariat itu berlaku “manistatho’a.” Siapa yang mampu menjalankan, itu bisa,”
tambahnya.
Ustadz Said bahkan
memuji ketiganya sebagai pahlawan pemberani yang siap dengan segala resikonya.
“Mereka adalah orang yang berani mengambil alih beban amanah yang seharusnya
dipikul oleh negara. Tapi karena negaranya berkhianat kepada Syariat, maka
mereka menyelamatkan Syariat agar tidak menjadikannya berdosa,” tandasnya.
...Dalam agama yang
dianut para terdakwa membenarkan tindakan yang dilakukan seperti itu. Dalam
dalam keyakinan agama tersangka, ini adalah ibadah dia...
Senada itu, Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM), Achmad Michdan SH menegaskan bahwa insiden
eksekusi Trio Mujahid Jepara terhadap murtadin Suparno itu bukan kasus
pembunuhan biasa. Pasalnya, eksekusi ini adalah respon para aktivis Islam
terhadap tindakan provokasi murtadin Suparno yang melecehkan Islam dengan
semena-mena. Karenanya, kasus ini tidak bisa diterapkan pasal Pembunuhan Berencana. “Ini bukan
pembunuhan biasa, karena amat nyata dimulai dari provokasi kebencian terhadap
agama lain oleh korban dengan menyudutkan dan menjelekkan agama lain,”
tegasnya.
Michdan mengingatkan, di
mata hukum, tindakan provokasi agama itu memiliki konsekuensi hukum. Dalam
hukum Islam, sanksi terhadap orang yang melecehkan Allah dan Rasulullah adalah
hukuman mati, dan pelaksanaannya dinilai ibadah.
“Keyakinan agama itu
diajarkan sedemikian rupa, dan pelecehan agama itu memiliki konsekuensi secara
hukum,” jelasnya. “Kasus ini betul-betul kasus penghinaan dan pelecehan, dan
dalam agama yang dianut para terdakwa itu membenarkan tindakan yang dilakukan seperti
itu. Dalam dalam keyakinan agama tersangka, ini adalah ibadah dia,” tandasnya. [a
ahmad jundullah]
Wuihhhk...suadise rek , rek.....
ReplyDeleteMakanya jangan menghina agama orang lain kalau nggak ingin serupa nasibnya.
ReplyDeleteTapi kalo mualaf boleh ya menghina....
DeleteSungguh kejam ,allah ??? yg menggariskan nasib suparno.
DeleteButuh berapa suparno lagi,agar kekejaman ini berakhir???
Kalo begitu ...kenapa diciptakan orang2 seperti suparno??? Kalo hidupnya hanya untuk dibunuh...
Apakah itu yg namanya maha pengasih dan maha penyayang???...@#$%&.capek deh
Anggapan menghina itu relatif.. dalam kasus Suparno, ia telah mempertanggungjawabkan pilihannya ssbagai seorang Kristen. Ia telah melakukan apologia, yaitu penjelasan yg membuatnya memilih menjadi Kristen. Ia menjadi Martir karena pilihannya. Tidak ada unsur menghina Islam di situ. Ini lebih karena ketiga oemnunuhnua tidak bisa melijat pilihan oramg lain yang berbeda, ditambah lagi otaknya telah dicuci oleh usfaz2 dengan doktrim ekstrem sehingga ia mabok doktrin dan memjadi scizofren dalam jiwanya. ALLAH SWT yang rohman dan Rahim diubah citranya menjadi bengis. Saya pikir, radikalisme seperti imi haruslah dibabat habis sehingga kebebasan individu untuk memeluk keyakinan sesuai dengan pilihan nuraninya tidak dicampuri oleh dogma2 kotor yg membalikkan citra Allah SWT dari yang Rohman menjadi Allah yang bengis...
ReplyDelete