Jombang, NU Online
Desa menjadi arena pelaksanaan program pembangunan dari pemerintah. Kemandirian desa dalam mengatur dan mengurus kehidupan masyarakatnya menjadi potensi besar bagi pemberdayaan partisipasi masyarakat. Desa juga menjadi peluang bagi pihak lain yang berkepentingan, termasuk jaringan radikalisme untuk meluaskan dan menguatkan pengaruhnya melalui skema-skema pelayanan yang mudah diterima oleh masyarakat desa.
Demikian yang disampaikan Ahmad Samsul Rijal, Sekretaris Pengurus Cabnag Nahdltul Ulama (PCNU) Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Ia mengungkapkan, beberapa kali seminar dan workshop yang diikutinya menyatakan bahwa paham radikal yang mengatasnamakan agama sudah mulai masuk di lingkungan masyarakat desa.
“Komunitas desa dengan perilaku agamis tradisionalis mulai dialih-kenalkan paham agama yang bersifat fundamentalis dengan kedok purifikasi (pemurnian) sumber ajaran,” katanya kepada NU Online, Jum’at (8/1).
Pendekatan seperti ini, lanjut Rijal akan menjadi jalan bagi tumbuhnya paham dan sikap radikal di tengah masyarakat desa, sehingga gesekan-gesekan konflik terbuka maupun laten niscaya terjadi. Desa tidak bisa lagi tumbuh sebagai entitas sosial budaya yang terhubung secara sehat.
“Desa akan terpolarisasi oleh ideologi yang tidak bisa menopang ideologi keagamaan dan kebangsaan yang kokoh. Sebaliknya, desa menjadi rapuh untuk bisa menopang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” lanjut Rijal yang juga Sekretaris Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Jombang.
Ia menyebutkan beberapa paham yang cendrung berusaha mengalih-kenalkan paham agama ke arah fundamentalisme, puritanisme dan radikalisme adalah mereka yang berideologi Salafi atau Wahabi, yakni founding father ideologi Saudi Arabia, Muhammad Ibnu Abdul Wahhab An Najd.
“Kelompok Wahabi ini mengaku membawa misi memurnikan ajaran tauhid dari kemusyrikan, khurafat, bid’ah, menyembah makam-makam atau kuburan, dan lain sebagainya,” ulasnya.
Syariat Islam, bagi mereka, sepanjang tidak diatur dan ditentukan pelaksanaannya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist dianggap bid’ah. Dan setiap bid’ah dinilai sebagai kesesatan yang kelak di akhirat dipastikan masuk neraka.
“Sehingga dampaknya kelompok yang telah terkontaminasi oleh wahabisme akan dengan mudah mengklaim sebagai pembawa kebenaran dan pemurni agama serta menilai selain mereka sebagai yang sesat, musyrik, kafir dan wajib dimusuhi,” tuturnya.
Ia mengakui bahwa pengaruh doktrin kelompok Wahabi sangat kuat. Hal ini menjadi kewaspadaan tersendiri bagi warga NU untuk membentengi masyarakat di pedesaan dengan menguatkan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) an-Nahdliyah.
Dengan demikian desa tidak akan kehilangan lokalitas, kearifan dan keaslian atas asal usulnya. Keluhuran budaya dan nilai yang telah berkembang di desa serta mengikat erat hubungan kekerabatan dan kegotong-royongan tetap berjalan sebagaimana mestinya. “Cukuplah wahabisme menjadi ideologi warga Saudi Arabia, karena ‘kita’ bukan waga Islam Arab, tapi Islam Nusantara,” pungkasnya. (Syamsul Arifin/Mahbib)
www.nu.or.id
islamisasi itu haram hukumnya...
ReplyDeletemarilah kita mendamaikan pola fikir dan melihat kebudayaan dan pelestariannya. dengan demikian kita sadar bahwa islamisasi berbahaya bagi generasi baru